Senin, 04 Februari 2013

Beranda » » Kriwikan Dadi Grojogan [2]

Kriwikan Dadi Grojogan [2]

Pada keesokan harinya raden Pabelan sudah siap sedia di gerbang  Sri Manganti menunggu keluarnya emban Soka. Ia  menunggu sambil memandangi contong yang berisi bunga kenanga dan bunga cepaka putih, ditengah-tengahnya terselip sepucuk surat.
Kira-kira sepengunyah sirih Raden Pabelan menunggu, hatinya menjadi lega setelah dari kejauhan nampak orang yang ditunggu-tunggu, yakni emban Soka. Raden Pabelan berlari mendatangi emban Soka dan bertanya“ bibi, aku mau tanya, apakah anda ini abdinya tuan putri, dan akan pergi kemana.”
Nyai Soka diam tertegun ketika disapa oleh pemuda yang tampan, meskipun di dalam Kedhaton juga banyak sentanadalem tetapi tidak setampan Raden Pabelan. Bahkan emban Soka mengandai-andai, ingin menjodohkan tuan putri Sekar Kedhaton dengan Raden Pabelan.
Emban Soka menjawab;” nama hamba nyai Soka, emban kinasih tuan putri Sekar Kedhaton, hamba diutus  oleh Gusti putri pergi kepasar, untuk membeli bunga kesukaannya “.
“Kebetulan bibi, engkau tidak perlu pergi kepasar meski diutus oleh tuan putrimu, tetapi ini, ada bunga yang indah dari aku, tolong kau berikan kepada sang Putri”.
Emban Soka hatinya gembira, pucuk dicita ulam tiba, pemuda ini tampan dan agaknya cocok untuk sang putri, katanya dalam hati,”  siapakah nama raden, jika nanti ditanyakan oleh tuan putri?
Seraya  menerima bunga  kesukaan Sang putri Sekar Kedaton, emban Soka bengong memandang wajah Radèn Pabèlan tanpa berkedip. Emban Soka dalam hati menyanjung Radèn Pabèlan, “ sudah wajahnya tampan, suaranyapun merdu, pantaslah di kaputrèn sering dibicarakan, banyak wanita yang tergila-gila.”
“Namaku Pabelan, anak Tumenggung Mayang, “ tukasnya.
Raden Pabelan  berhasil meyakinkan emban Soka, contong berisi bunga dan surat diterima emban Soka. Dan tidak lupa pula radèn Pabèlan memberi bebungah uang satu ringgit, untuk membuat senang hati emban Soka.
Emban Soka menjawab “ baiklah tuanku, hamba tidak jadi membeli bunga di pasar, nanti bunga dari tuan  hamba sampaikan pada tuan putri.”
Emban Soka bergegas menuju ke kaputren, ingin secepatnya memberitahukan kepada sang putri Kedhaton.
Dalam pada itu, Raden Pabelan hatinya gembira, karena surat sudah terlaksana diserahkan pada abdi kinasih sang putri. Dalam hatinya, penuh harap menunggu jawaban sang putri.
Ia  segera berlari pulang ke Katumenggungan, untuk memberitahukan pada ayahandanya.bahwa usahanya untuk menyampaikan surat kepada tuan putri sekar kedhaton, telah dikirimkan melalui tangan abdi kinasihnya, emban Soka.
Raden Pabèlan sudah kembali ke Tumenggungan, dan menghadap ayahandanya. Dan dengan penuh tatakrama, duduk di hadapan Tumenggung Mayang.
“ Bagaimana anakku, apakah berhasil? tanya Tumenggung Mayang pada putranya.
“ Sudah rama, bunga sudah hamba berikan pada utusan tuan putri, yang bernama emban Soka” jawab Radèn Pabélan.
Tumenggung Mayang, bertanya lagi;” jika benar telah diterima, surat yang telah aku buatkan, maka tentu akan segera ada balasan darinya “.
Dalam pada itu, emban Soka yang telah menerima bunga dari Radèn Pabèlan, segera bergegas menuju kaputrèn dan menyampaikanya kepada tuan Putri.
Bunga sudah diterima, dan sang putri tahu kalau ada sepucuk surat ditangkainya. Kemudian  emban Soka ditanya tentang surat tersebut, emban Soka menceritakan panjang lebar ketika akan membeli bunga, dipertigaan Sri Manganti bertemu seorang pemuda yang ganteng dan memberikan bunga itu untuk tuan putri.
Surat dibuka, sang putri tertegun ketika membaca suratnya; “ kawula atur seraté, abdiné tur pejah gesang, kawula ngèstu pada mring kusuma kang sung wuyung mrih dasihé Pabèlan, yèn siyang tan kolu bukti, yèn dalu tan saged néndra. Yèn Gusti tan welasa ngusadani kawlas ayun, kanga sung lara wigena. Pun Pabèlan angajak lampus yèn tan antuka dasih “
( duhai tuan putri, hamba menyerahkan diri mati hidup hamba, hormat hamba tuan putri, orang yang sedang dirundung cinta, hamba bernama Pabelan. Kalau siang tan enak makan, malam tak nyenyak tidur, semua itu hanya mengharap tetesan kasih untuk mengobati sakit hamba, dan hamba rela mati daripada tidak mendapatkan kasih dari tuan putri).
Sang putri Sekar Kedhaton dyah ayu Retna Murtiningrum, baru kali itu menerima surat dari seorang pria yang menyatakan kasih dan cintanya, hatinya berdebar keras. Surat itupun dibaca berulang-ulang, dan membayangkan wajah tampan Raden Pabelan.
Selama ini sang putri sinengker di kaputren, tidak diperbolehkan keluar dari kaputren. Sang putri seperti kena  pengaruh daya magis cinta, setiap akan berangkat tidur yang terbayang hanyalah wajah sang tampan.
Dyah ayu Retna Murtiningrum hatinya meronta ingin keluar dari kaputren, tetapi tidak mampu untuk melakukannya, takut pada perintah kanjeng Sultan.
∞0∞
Ref : Babad Demak II, Babad Mangir I

Sastradiguna