Selasa, 26 Februari 2013

Beranda » » Mahfudh MD dan Peran Arya Wiraraja Era Singasari

Mahfudh MD dan Peran Arya Wiraraja Era Singasari

Mencermati gerakan terbaru Mahfudh MD, tiba-tiba saya teringat penasehat kerajaan Singasari yang diasingkan ke pulau terpencil, yaitu pulau Madura. Ada kesamaan kebijaksanaan antara keduanya.
Arya Wiraraja merupakan penasehat dua kerajaan, yaitu era Kerajaan Singasari dan era Kerajaan Majapahit. Namun di zaman Singasari, ia diasingkan ke pulau Madura oleh raja Kertanegara. Raja terakhir Singasari.
Berbeda dari kerajaan-kerajaan lain yang pernah berdiri di tanah Jawa, perjalanan Kerajaan Singasari selalu diwarnai percikan darah. Para rajanya sama-sama tidak memiliki kesempatan lebih banyak untuk melakukan upaya-upaya yang dapat membawa Kerajaan menuju zaman keemasan atau kejayaan.
Setiap raja yang akan memulai gerakan perubahan, selalu dihentikan pemerintahannya di tengah jalan. Terjadi balas dendam antar elite utama keluarga kerajaan, yaitu antara keturunan Kertajaya dan keturunan Ken Arok. Mereka saling menikam di belakang satu sama lain.
Keadaan ini dipandang buruk oleh Arya Wiraraja. Sayangnya, sang raja justru mengasingkannya ke sebuah pulau terpencil dan jauh dari pusat kerajaan, yaitu pulau Madura. Walau sudah diasingkan ke lokasi yang jauh, Arya Wiraraja tetap memperhatikan apa yang terjadi di kerajaan.
Ia bahkan dapat memengaruhi Jayakatwang untuk melakukan pemberontakan terhadap Kertanegara. Proses berlanjut dramatis, Jayakatwang berhasil melumpuhkan jantung istana. Bahkan, Kertanegara pun terbunuh. Namun cerita belum selesai. Raden Wijaya yang diburu pasukan Jayakatwang, segera bersembunyi ke pulau Madura. Atas kebijaksanaan Arya Wiraraja, Raden Wijaya kembali ke tanah Jawa. Ia malah diberikan tanah perdikan oleh Jayakatwang, demi meluluhkan hasrat perlawanan Raden Wijaya.
Keadaan berbalik, saat pasukan Mongol yang ingin balas dendam atas perlakuan Raja Kertanegara, telah muncul di daratan Jawa. Atas masukan Wiraraja, dengan menggunakan peluang kekuatan pasukan Mongol, Raden Wijaya menyerang Jayakatwang. Gabungan kekuatan Raden Wijaya dan pasukan Mongol berhasil menghancurkan pasukan Jayakatwang. Kemudian dengan strategi tipu daya, Raden Wijaya berhasil mempecundangi pasukan Mongol sehingga terbirit-birit meninggalkan tanah Jawa, dan tak pernah lagi kembali.
Jadilah kemudian Raden Wijaya memegang kendali penuh kerajaan. Ia memilih membentuk kerajaan baru, ketimbang tetap meneruskan kerajaan lama, yaitu kerajaan Singasari menjadi Kerajaan Majapahit. Nyatanya, Raden Wijaya berhasil membangun fondasi Kerajaan Majapahit sehingga berpotensi menjadi kerajaan yang besar kelak di kemudian hari.
Posisi Wiraraja sangat penting dalam melepaskan tanah Jawa dari penderitaan panjang, akibat konflik tak berkesudahan antargenerasi muda istana kerajaan. Sejatinya, tanpa peran Wiraraja sekalipun, kerajaan Singasari di tangan Kertanegara, tetap akan hancur dengan sendirinya. Sebab, politik balas dendam internal keluarga kerajaan sudah kadung kronis. Maka, perlu revolusi yang cantik supaya keadaan negara dapat kembali normal. Melalui tangan dingin Wiraraja, dendam turun-temurun tersebut dapat dibuang dengan memunculkan kerajaan yang sama sekali baru, yaitu Kerajaan Majapahit.
Pada dasarnya, Raden Wijaya memang sudah dipersiapkan oleh Wiraraja jauh-jauh hari sebagai generasi muda penerus masa depan peradaban tanah Jawa. Karena itu, ketika ia memprovokasi Jayakatwang untuk memberontak, sejatinya ia sedang memberi jalan kepada Raden Wijaya. Bagi Wiraraja, pada saatnya nanti, antara Kertanegara dan Jayakatwang pasti akan membawa konflik besar yang dapat lebih menyengsarakan rakyat.
Dalam ranah politik masa kini, para penerus tahta atau putra mahkota tidak lagi berbentuk keluarga-keluarga kerajaan. Kini ia sudah menjelma keluarga-keluarga partai politik (Parpol). Parpol-Parpol menyiapkan para putra makhota masing-masing untuk dijagokan sebagai pelanjut kerajaan.
Dalam posisi ini, peran Mahfudh MD sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK), yang dapat membatalkan kebijakan-kebijakan yang menyimpang dari konstitusi, layaknya peran Wiraraja yang dapat membatalkan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan seorang Raja dengan masukan dan nasehat-nasehatnya. Konsistensi dan komitmen seorang Wiraraja dianggap bisa membahayakan posisi raja, sehingga ia diasingkan ke tempat yang terasing.
Kini, layaknya Wiraraja, Mahfudh MD sedang berusaha menyiapkan tatanan masa depan. Ia benar-benar menggunakan posisinya sebagai Ketua MK, dengan membatalkan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan visi kerakyatan dan cenderung merugikan negara. Dengan cara demikian, sebenarnya ia juga sedang menyiapkan jalan pada pemimpin terbaik yang bakal memimpin Indonesia di masa mendatang. Pemimpin terbaik tentu takkan muncul jika tatanan undang-undang masih bermasalah.
Sebagai sosok layaknya Wiraraja, kemunculan Mahfudh MD di rumah Anas, belum dapat diterjemahkan ia sedang mendukung Anas, atau sedang tidak berpihak pada KPK. Menurut saya, ia hanya sedang mempermudah jalannya perubahan lebih baik untuk masa mendatang di Republik ini. Ia hanya tak ingin konflik tersebut terlalu lama berlarut-larut, sementara secara esensial masih berputar-putar ambigu. Akhirnya, semuanya (elite) melupakan urusan pemerintahan, abaikan soal melayani urusan-urusan rakyat banyak. Stop kalian semua, mari kembali ke pembahasan yang semula!
Satu hal lagi, catatan ini memang murni hasil otak-atik gatuk. Mungkin ini akibat kecenderungan kebiasaan latah saya. Melihat sabda-sabda falsafah Jawa dan legenda-legenda klasik mulai memasuki pentas politik tanah air, saya tiba-tiba juga ingin melakukan hal serupa. Latah bicara soal-soal zaman kerajaan.
Tokh, ini masih lebih baik. Ketimbang saya ikut-ikutan latah, ngomongin soal konspirasi, sapi perah, kucing dalam karung, kambing hitam, kuda hitam, kutu loncat, tupai meloncat, ataupun latah soal tupai meloncat.
Salam Dangdut []
Badrud Taman Malaka