Sabtu, 09 Februari 2013

Beranda » » Sang Nabi dan Sang Pintu Ilmu

Sang Nabi dan Sang Pintu Ilmu

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad
Al-Mushthafa adalah salah satu nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam (saaw), yang artinya manusia pilihan yang disucikan. Kepadanya Al-Quran turun dari Allah dan melaluinya manusia diberi petunjuk agar bahagia dunia-akhirat.
Karena itu-sesuai dengan hadis -Rasulullah saaw adalah kota ilmu (Madinatul Ilmi); tempat merujuk dalam berbagai hal.
Namun, untuk memasukinya harus melalui pintunya-yang disebutkan oleh Rasulullah saaw-yaitu Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah (kw). Melaluinya ilmu-ilmu keislaman mengalir kepada keturunannya. Dari mereka petunjuk hidup, kebenaran, dan kebahagiaan yang hakiki didapatkan.
Namun sayang, sejarah yang ditulis tidak mengabarkannya. Alih-alih mendapatkan pencerahan, malah menenggelamkan dalam kerumitan dan masalah yang tdak kunjung selesai.
Berbagai konflik akibat beda tafsir merebak. Konflik karena perebutan kursi kepemimpinan berakhir dengan pertumpahan darah. Bahkan, tidak sedikit orang yang hanya karena sedikit mengetahui agama berani membuat fatwa, berani memberikan nasihat, berani memberikan mandat, dan berani menyebut orang yang tidak sama dalam pemahaman sebagai zindik atau murtad.
Sayang, di tengah kondisi demikian tidak banyak orang yang mengetahui kepada siapa merujuk dan bersandar untuk mendapatkan kebenaran. Masing-masing orang mengaku bersandar kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, dalam pemahaman dan pengamalannya malah menjauh dari sumber tersebut. Kembali berbeda dan bersitegang.
Sepanjang sejarah, mereka berebut untuk disebut ‘paling benar’, tetapi melupakan ‘otoritas’ pemegang kebenaran. Mereka lupa kepada ‘pintu ilmu’ dan penjaganya. Ahlu Bait Nabi Muhammad saw dilupakan. Tinta sejarah tidak menorehkannya karena takut. Buku-buku tidak memuatnya karena takut dengan akibatnya.
Sekarang, masihkah orang-orang takut untuk kembali merujuk kepada ‘sang pemegang otoritas’? Masihkah harus terus disembunyikan?
Tampaknya tinta tidak boleh kering untuk menuliskannya. Tampaknya mimbar dan podium tidak boleh lupa untuk mengabarkannya. Kaum Muslim-Muslimah lambat laun harus mengetahui bahwa ada yang dilupakan, bahkan sengaja dihilangkan dari sejarah.
Ahsa