Kamis, 14 Februari 2013

Beranda » » Tokoh-Tokoh Bersejarah Sulawesi Tengah

Tokoh-Tokoh Bersejarah Sulawesi Tengah

1. Abdul Azis Larekeng
(Tokoh Birokrat Sulawesi Tengah)
ABDUL AZIS LAREKENG. Salah satu tokoh birokrasi yang pernah berkiprah dalam pemerintahan Provinsi Sulawesi Tengah yang cukup terkemuka. Pada saat pembentukan provinsi ini secara otonom tahun 1964, Drs. Abdul Azis Larekeng menjadi orang pertama yang menduduki jabatan Kepala Penerangan Provinsi Sulawesi Tengah.
. Dalam perjalanan kariernya pernah menduduki sejumlah jabatan penting seperti Sekertaris Daerah Provinsi (Sekdaprop) Sulteng masa jabatan 1966-1969. Ia tercatat putra daerah kedua menduduki jabatan tersebut setelah menggantikan Sekdaprop Galib Lasahido (1964-1966).
Pada saat menjabat Sekdaprop Sulteng itulah kemudian putra kelahiran di Luwuk, Banggai memuluskan jalannya mendapat kepercayaan diangkat jadi Kepala Daerah/Bupati Banggai untuk periode 1969-1973. Masa jabatan bupati itulah, lambang Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai ditetapkan dan diresmikan penggunaannya untuk keperluan administrasi maupun dalam berbagai pemasangan papan nama, yaitu pada tahun 1972.
Azis Larekng pernah pula menduduki jabatan anggota DPR RI mewakili Provinsi Sulteng untuk periode 1977-1982. Sebelum menduduki sejumlah jabatan birokrasi, pada masa mudanya Abdul Azis Larekeng tercatat sebagai salah satu saksi dan pelaku di antara sejumlah tokoh perjuangan dalam gerakan merah putih di Luwuk, Banggai. Yaitu sebuah perjuangan yang cukup legendaries yang dikenal peristiwa merah putih tanggal 12 Pebruari 1942, dimana salah satu komandannya waktu itu adalah Abdul Rahman Lanasir (juga sudah almarhum/mantan anggota DPRD Banggai).
2. Abdul Azis Lamadijido (1932-2011)
(Tokoh Birokrat/Bapak Gerbosbangdesa)
ABDUL AZIS LAMADJIDO. Tokoh ini dikenal sebagai Gubernur Sulteng dua periode secara berturut-turut pada masa pemerintahan Orde Baru. Yaitu dalam periode 11 Februari 1986–20 Februari 1991 dan 20 Februari 1991–20 Februari 1996. Pada masa periode kedua menjabat gubernur, Azis Lamadjido mulai didampingi seorang Wakil Gubernur Sulteng, yaitu Kolonel (TNI) Muhammad Sulaiman mantan Bupati Buol Tolitoli. mantan Bupati Buol Tolitoli.
Dalam masa jabatannya itu pula ia memiliki crash program yang popular dikenal dengan nama Gerbosbangdesa (Gerakan Terobosan Membangun Desa). Program ini dicanangkan sejak 13 April 1987 bertepatan dengan HUT ke 23 Provinsi Sulteng. Bertujuan meneningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengangkat ekonomi masyarakat itu sendiri serta mengejar berbagai ketertinggalan dan terutama meningkatkan sumber daya manusia masyarakat pedesaan. Dari obsesi program itu pula, Azis Lamadjido dikenal sebagai “Bapak Gerbosbangdesa.” Maka pada masa itu seluruh satuan kerja di lingkungan Pemda Sulteng terus berkoordinasi dengan perancangan di BAPPEDA yang selanjutnya diimplementasikan dalam setiap program.
Namanya juga menjadi kenangan sebagai putra daerah pertama Sulawesi Tengah meraih gelar sarjana hukum yang dalam perjalanan kariernya dari bawah kemudian menduduki sejumlah jabatan penting dalam pemerintahan.
3. Andi Tjella Nurdin (1926-1993)
(Tokoh Politik dan Perintis Pers di Donggala)
ANDI TJELLA NURDIN. Bagi kota Donggala, nama itu adalah sebuah legenda dan kenangan yang tak terlupakan. Penulisan namanya kadang pula tertulis A.C. Nurdin. Ada banyak orang di Donggala menaruh kenangan dan kebanggaan terhadap tokoh ini, terutama dalam kiprah dunia politik lokal Sulawesi Tengah hingga secara nasional.
Kemudian pada Pemilu berikutnya 1982, karier politik Andi Tjella tetap cemerlang dengan menduduki kursi anggota DPRD Provinsi Sulteng periode 1982-1987. Selanjutnya pada periode 1987-1992 Andi Tjella Nurdin terpilih sebagai anggota DPR RI sekaligus orang pertama yang menjadi wakil PPP dari Daerah Pemilihan Sulteng di DPR RI yang sebelumnya didominasi utusan Golongan Karya.
Ketokohan Andi Tjella tidak diragukan sebagai orang yang merintis dunia politik dari bawah hingga mencapai puncak karier di DPR RI. Sebagai seniman dan wartawan merupakan perjalanan awal kariernya yang selalu dikenang dan tercatat dalam sejarah daerah Sulawesi Tengah. Termasuk sebagai salah satu tokoh pejuang dalam perawanan pemerintah Belanda di Donggala yang dikenal gerakan merah putih.
4. Asa Bungkundapu (1925-1960)
(Tokoh GPST/Anti Permesta)
ASA BUNGKUNDAPU merupakan tokoh penting dan utama terbentuknya Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah (GPST) dengan pusat di Poso awal Desember 1957. GPST merupakan gerakan organisasi kepemudaan di Sulawesi Tengah yang berjuang melawan kelompok Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta). Permesta merupakan gerakan militer di Indonesia yang dideklarasikan pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur pada 2 Maret 1957 oleh Letkol Ventje Sumual. Perjuangan Asa Bungkundapu bagi terbentuknya Sulteng sangatlah besar jasanya karena sekaligus mempertahankan NKRI dari rongrongan kelompok yang tidak taat dengan pemerintah pusat.
Secara sosial ekonomi dalam pemerataan pembangunan segala sektor, wilayah yang kemudian menjadi Sulawesi Tengah sangat timpang dibanding Sulawesi di bagian Utara. Hal itu membuat para pemuda seperti Asa Bungkundapu, tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai elemen melakukan perjuangan untuk memiliki pusat pemerintahan sendiri, karena keadilan yang tidak merata.
Apalagi munculnya Permesta, berdampak pada ketidaknyamanan. Itulah di antara yang mendorong para pemuda di Sulawesi Tengah melakukan perlawanan terhadap Permesta dalam berbagai organisasi.
5. BH. PALIUDJU
(Jenderal Pertama Sulteng/Mantan Gubernur)
H.B. Paliudju. Demikian namanya tertulis secara administrasi dalam urusan pemerintahan semasa menjabat Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng). Nama lengkapnya adalah Haji Banjela Paliudju. Dikenal sebagai gubernur dua periode dengan dua era demokrasi yang berbeda. Yaitu dipilih pada masa menjelang berakhirnya pemerintahan Orde Baru dan pada era Reformasi.
Pada masa jabatan pertama menjabat, pemilihan gubernur masih dilakukan oleh anggota DPRD Provinsi untuk masa kepemimpinan periode 1996-2001. Posisinya dikenang sebagai gubernur kesembilan setelah mengganti H. Abdul Azis Lamadjido, SH yang dikenaang gubernur dua periode secara berturut-turut (1986-1991 dan 1991-1996).
H.B. Paliudju kembali tampil menjabat gubernur kedua kalinya untuk periode 2006-2011 setelah masa satu periode jabatan gubernur dipegang Prof. H. Aminuddin Ponulele dengan Wakil Gubernur Ruly A. Lamadjido untuk periode 2001-2006. Pada periode kedua H.B. Paliudju didampingi Wakil Gubernur Achmad Yahya melalui pilihan rakyat secara langsung saat pertama kalinya Sulteng melaksanakan Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pemilukada) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng tahun 2006.
Sangat menarik dalam “peta politik” Sulawesi Tengah, pada masa pertama H.B. Paliudju menjabat gubernur, Prof. H. Aminuddin Ponulele menduduki jabatan Ketua DPRD Sulteng. Demikian halnya pada masa jabatan kedua kalinya sekali lagi Aminuddin berada pada posisi Ketua DPRD Sulteng pada saat dua tahun terakhir masa jabatan Paliudju.
6. H.HASAN TAWIL, BBA
(Tokoh Gerakan Pramuka dan Perintis Pembentukan Provinsi Sulteng)
H. HASAN TAWIL. Dalam jagat Gerakan Pramuka di Sulawesi Tengah, nama ini tidaklah asing karena menjadi bagian sejarah yang tak terpisahkan. Bahkan kini, saat usianya sudah 79 tahun, tetap aktif mengikuti berbagai kegiatan sosial dan masih mendapat kepercayaan sebagai salah satu anggota Majelis Pembimbing Gerakan Pramuka Sulawesi Tengah.
Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bicara tentang sejarah Gerakan Pramuka Sulteng, tidaklah sahih tanpa nama Hasan Tawil. Sebab dari awal telah ikut pembentukan yang bermula dari kelompok-kelompok pandu yang kemudian melebur dalam Gerakan Pramuka tahun 1961. Kesatuan itu diawali dari semangat Presiden Soekarno di Jakarta saat pidato tentang perlunya pembentukan Gerakan Pramuka, sehingga diikuti seluruh pandu Indonesia, termasuk dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tengah yang di dalamnya adalah Sulteng.
Hasan Tawil sendiri bermula dari kepanduan SIAP saat masih remaja di Tolitoli yang ikut dalam Jambore Pandu se-Indonesia di Jakarta tahun 1955. Dari berbagai pengalaman kepanduan itu pula sehingga mendapat kepercayaan sebagai Komisaris SIAP untuk wilayah Sulteng 1956. Ketika peleburan pandu yang ada di Provinsi Sulawesi Utara Tengah 1961, sekali lagi Hasan Tawil ikut dalam peleburan di Manado, ibu kota provinsi. “Secara simbolis anggota pandu dari berbagai daerah berkumpul dan melepas masing-masing tanda pandu dan diganti dengan pakaian seragam Pramuka dalam sebuah upacara,” kenang Hasan Tawil pada penulis.
7. Kartini Pandan Yotolembah (1936-2011)
(Tokoh Pendidikan Kaum Perempuan)
Tokoh pendidikan wanita dan perintis berdirinya Sekolah Kepandaian Putri (SKP) cikal-bakal Sekolah Menengah Kejuruan Keterampilan (SMKK) Negeri Palu (sekarang SMK 1 Palu). Kariernya sebagai guru dimulai di Gorontalo selama tiga tahun (1958-1961) setelah menyelesaikan pendidikan Opleding School voor Onderwezres (OSVO) atau dikenal dengan Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) Makassar yang diselesaikan tahun 1957.
Cerita soal nama Kartini Pandan dengan menyandang nama Kartini, rasa keinginannya untuk meneladani kepeloporan RA. Kartini asal Jepara selalu tumbuh dalam jiwanya. Kalau Kartini, sang pelopor emansipasi itu bergerak dalam pendidikan dan menginginkan wanita Indonesia bisa maju dan terampil. Maka Kartini Pandan yang berada di Palu ini pun tak kalah semangatnya meningkatkan kemajuan wanita lewat bangku pendidikan.
Kartini Pandan juga merupakan tokoh politik kaum perempuan yang tekah berkiprah di partai dan parlemen mewakili kaum perempuan. Begitu pula dalam sejumlah organisasi social perempuan pernah menjadi tempat ia berkiprah, sehingga ketokohannya menjadi catatan penting dalam sejarah Provinsi Sulawesi Tengah.
8. MA. Intje Makkah (1904-1973)
(Perintis Pers di Sulawesi Tengah)
Pelopor pers yang terkemuka di Kota Palu, Sulteng. Orang pertama mendirikan surat kabar dengan nama; Zamroed Paloe (1935), Penjendar (1937-1939), Pedoman Baroe (1940-1948), Soeara Soelawesi Tengah (1949-1951) dan Kritik Sehat (1954).
Lewat surat kabar yang diterbitkan, tulisan-tulisan Mohammad Arsyad Intje Makkah sarat dengan kritik, termasuk pada Pemerintah Hindia Belanda yang sedang berkuasa, sehingga sering berurusan dengan penguasa berkaitan dengan tulisannya. Lahir di Palu, 6 Pebruari 1904 dan meninggal 30 Maret 1977 di Palu.
Meskipun pendidikannya hanya tingkat Government kelas 2 di Palu, ia memiliki pengetahuan cukup luas, menguasai bahasa asing seperti Belanda, Jepang dan Inggris, terutama bahasa daerah Kaili dan Bugis. Selain bergerak di bidang pers, juga bergerak dalam Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan aktif di Badan Kemanan Rakyat (BKR).
Sedangkan dalam bidang kesenian, Intje Makkah aktif bermain musik dengan mendirikan kelompok gambus Annisa Ruumba tahun 1954 dan Mekar Melati tahun 1955. Selain berkiprah di dunia pers, Intje Makkah juga seorang seniman music terkemuka pada zamannya dengan kelompok keroncong.
9. R.M Kairupan Malonda (1918-1995)
(Tokoh Politik Kaum Perempuan)
ROSALIE MARGARETHA KAIRUPAN MALONDA. Demikian nama lengkap tokoh perempuan yang dalam penulisan namanya lebih dikenal dengan sebutan singkat R.M. Kairupan Malonda. Biasa pula disapa dengan nama Ny. Kairupan sebagai istri dari Kairupan Jan Theodosius.
Dalam penulisan sejarah daerah Sulawesi Tengah yang dilakukan sejarawan dalam sejumlah literatur lokal, nama R.M. Malonda tidak begitu banyak diungkap perjalanan hidupnya, kecuali catatan yang hanya menyebut kalau dia pernah menjadi anggota DPR-GR Donggala. Tetapi soal kiprah dalam dunia pendidikan dan organisasi sosial, agama dan kemasyarakatan selain politik, sepertinya terlupakan jejaknya. Padahal keberadaannya sangat penting dalam sejarah politik dan pendidikan di Sulawesi Tengah, pada zamannya sebagai kaum perempuan yang telah memiliki peran terbilang terkemuka.
Sebagai tokoh perempuan yang aktif di bidang pendidikan dan politik pada zamannya itulah yang kemudian menjadi inspirasi bagi perempuan di daerah ini mengikuti jejaknya. R.M Kairupan Malonda juga seorang guru yang sangat disiplin sehingga selalu menjadi kenangan bagi siswa dan rekan kerjanya yang terbawa hingga puncak kariernya sebagai Sekertaris Kanwil Depdikbud Sulteng.
10. Thayeb H. Muda (1919-1993)
(Tokoh Adat dan Perintis Pembentukan Sulteng)
Thayeb H. Muda masa hidupnya dikenal sebagai Ketua Dewan Adat Kaili dengan kepedulian dalam pelestarian dan menjadi narasumber setiap orang ingin mengetahui tentang adat Kaili.
Sedang kiprah politiknya dalam berbagai organisasi kemasyarakatan, ia dikenal sebagai aktivis dalam pembentukan pembentukan Provinsi Sulteng, salah satunya “Kelompok 45” yang diketuai K.H. Zainal Abidin Betalembah yang juga Ketua GPPST (Gerakan Penuntutan Provinsi Sulawesi Tengah).
Menurutnya, dalam proses perjuangan untuk pembentukan provinsi tidaklah mudah karena banyak pula orang yang pesimis melihat upaya yang dilakukan para pemuda. Kata Thayeb H. Muda pernah tahun 1957 ia bersama Zainuddin Abdul Rauf, Andi Raga Pettalolo, Abas Palimuri dan AR. Daeng Thalib ditangkap oleh penguasa saat itu dan dijebloskan dalam penjara selama 9 jam dengan tuduhan membantu P.4ST (Panitia Penuntut dan Pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah).
Kelompok 45 bergabung pula beberapa tokoh dari Kabupaten Poso (Sudara Kabo dan W.L. Talasa), Y. Bantilan (Tolitoli), Sukuran Amir (Raja Banggai) dan tokoh-tokoh politik dari Donggala.
11. Zainal Abdin Betalembah (1921-1977)
(Tokoh Ulama dan Pendiri GPPST)
ZAINAL ABIDIN BETALEMBAH. Begitulah nama lengkapnya. Sedang dalam berbagai penulisan, akrab ditulis Z.A. Betalembah. Dalam berbagai catatan sejarah Sulawesi Tengah, namanya tercatat sebagai salah satu ulama terkemuka pada zamannya, aktif dalam berbagai organisasi sosial kemasyarakatan.
Dikenal pula sebagai salah satu murid yang menonjol dari didikan SIS Aljufri (Guru Tua) sang guru besar pendiri Perguruan Alkhairaat. Di lembaga ini pula KH. Z.A. Betalembah pernah menjadi Pengurus Besar (PB) Alkhairaat dengan berbagai terobosan untuk kemajuan pendidikan Islam.
Dalam bidang politik, ia termasuk aktivis Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) yang pernah menjadi anggota DPRD-GR Kabupaten Donggala tahun 1963-1968. Dua tahun terakhir (1966-1968) menjabat sebagai Ketua DPRD-GR yang sebelumnya sebagai wakil ketua.
Sedang peran yang sangat penting dan tak terlupakan adalah keterlibatannya dalam perintisan lahirnya Provinsi Sulteng dengan lebih awal membentuk Gerakan Penuntut Provinsi Sulawesi Tengah (GPPST) bersama Wongko Lembah Talasa (wakil) pada tanggal 17 Agustus 1957.
12. Zainuddin Abdul Rauf (1936-2008)
(Tokoh Politik dan Pendiri Sulteng)
ZAINUDDIN ABDUL RAUF merupakan tokoh senior bidang politik di Sulawesi Tengah, termasuk putra daerah Sulawesi Tengah yang terlama berkutat di lembaga legislatif (dari DPRD Provinsi ke DPR/MPR RI), yakni 26 tahun. Sekaligus pernah ditokohkan dua partai besar, Partai Sarikat Islam Indonsia (PSII) di zaman Orde Lama dan Golongan Karya (Golkar) di zaman Orde Baru.
Mengawali kariernya di legislatif sebagai anggota DPRD-GR Sulawesi Utara Tengah (Sulutteng) di Manado (1961-1964). Ketika Provinsi Sulteng terbentuk, putra kelahiran Kulawi, 23 Januari 1936 ini diangkat menjadi Wakil Ketua DPRD Sulteng (1964-1966) mendampingi ketua DPRD Anwar Gelar Datuk Majo Basa Nan Kuning yang merangkap jabatan gubernur pertama Sulawesi Tengah (1964-1968).
Selanjutnya antara bulan Desember 1970-Oktober 1971 kembali menduduki jabatan wakil ketua DPRD. Sejak tahun 1974 menyatakan diri masuk Golongan Karya (Golkar). Diangkat/dipilih jadi anggota MPR RI Utusan Daerah Sulteng dalam periode 1977-1982. Periode berikutnya masih terpilih untuk Utusan Daerah Sulteng di MPR RI (8 Oktober 1982 - 30 September 1987) sebagai anggota pimpinan Fraksi MPR RI. Kedudukan berikutnya sejak 1 Oktober 1987-1990 masih menjadi anggota DPR RI dan terakhir tetap terpilih dalam waktu tahun 1991-1997.
Jamrin Abu bakar