Di seluruh dunia, dengan sedikit pengecualian, terdapat kecenderungan bahwa permasalahan sosial dan ekonomi justru banyak timbul di negara-negara pemilik sumberdaya minyak dan gas serta sumberdaya mineral, yang disebut juga sektor ekstraktif. Pertumbuhan pendapatan di negaranegara “kaya sumberdaya alam” ini justru lebih rendah ketimbang di negara-negara “miskin sumberdaya alam”. Selain itu, sektor ekstraktif selalu diasosiasikan dengan indikasi sosial, politik, dan lingkungan yang Kehidupan Tanpa
Energi untuk Mendukung Pembangunan yang Berkelanjutan buruk seperti korupsi, kekerasan, pelanggaran hak azasi manusia, lemahnya penegakan hukum, serta rusaknya lingkungan. Semua ini berdampak sangat buruk pada pertumbuhan pendapatan dan indikator pembangunan berkelanjutan lainnya.
Nigeria, contohnya. Minyak bumi menguasai 40% dari Produk Domestik Bruto (PDB), 70% dari pendapatan pemerintah, serta 95% ekspor, menjadikannya sangat tergantung terhadap minyak bumi. Pada saat yang sama, menurut Transparency International, sebuah lembaga antikorupsi terkemuka di dunia, Nigeria berada di ranking teratas dari 90 negara dengan pemerintah yang terkorup sedunia. Indonesia, dengan minyak menguasai 10% PDB, 25% pendapatan negara, dan 80% ekspor, berada di urutan ke lima dari pemerintah terkorup di dunia menurut Transparency Internasional.
Seperti dengan air, minyak ternyata tidak dapat bersatu dengan demokrasi. Tidak kurang dari penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia (misalnya oleh Michael Ross, seorang visiting scholar dari Universitas Princeton yang melakukan penelitian di Bank Dunia) memperlihatkan adanya kecenderungan korelasi antara pemerintah yang opresif dengan kekayaan sektor ekstraktifnya. Ross menemukan bahwa di negara-negara kaya minyak, gas, dan mineral, aplikasi pajak yang rendah dan pendapatan yang tinggi, dibarengi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dan struktur tenaga kerja yang belum terspesialisasi
menyebabkan masyarakat kurang menghargai institusi perwakilan rakyat.
Pendapatan negara yang besar memberikan kemampuan kepada pemerintah untuk menghindari tekanan kaum demokrat dan menahan munculnya kelas menengah yang kritis. Chaudri menemukan bahwa pada sekitar tahun 1970-an, program pembangunan di Timur Tengah dilakukan secara eksplisit mendepolitisasi masyarakatnya. “Di semua kasus”, lanjutnya, “Pemerintah di negara-negara ini dengan sengaja menghancurkan lembaga-lembaga madani serta melahirkan lembagalembaga pemerintah yang memfasilitasi tujuan politis dari negara”. Di negara-negara Afrika dan Timur Tengah, masalah ini juga diperburuk
dengan kenyataan bahwa pendapatan yang besar dari sektor ekstraktif ini justru dipergunakan untuk menekan rakyatnya sendiri. Pendapatan dari minyak dipergunakan untuk membangun kekuatan bersenjata untuk memberangus inisiatif apapun yang mengancam pemerintahnya.
Terry Lynn Karl2 , memperlihatkan hubungan antara minyak, gas, dan mineral dengan pembangunan negara. “Seperti tikus mati di lumbung padi”. Apa yang sebenarnya terjadi?
Download ebooknya disini