Bagi masyarakat Solo nama Dokter Oen jelas tidak asing, selain ada nama Rumah Sakit terkenal disana yang bernama RS Dokter Oen di Kandang Sapi, Solo. Nama Dokter Oen menjadi cantuman ingatan orang-orang Solo tentang kebaikan seorang dokter yang menolong pasiennya tanpa membeda-bedakan kekayaan dan status sosial.
Ditengah arus kapitalisme yang kerap membuat Dokter melupakan sumpah dokter dan sering bekerja hanya untuk uang atau Rumah Sakit swasta yang banyak menyerupai broker kesehatan ketimbang Rumah Sakit yang mengobati manusia, cerita dokter Oen bisa menjadi cuatan yang menggugah nurani bahwa tugas utama seorang dokter adalah ‘Mengabdi Pada Kemanusiaan’. Dokter Oen sepanjang hidupnya menyerahkan tenaga dan kemampuannya untuk kesehatan orang-orang di kota Solo dan sekitarnya.
Oen Boen Ing, nama lengkap Dokter Oen lahir dari keluarga pengusaha Tembakau kaya raya. Ayahnya merupakan pengusaha besar tembakau yang memiliki banyak perkebunan dan pengeringan tembakau di Wonosobo dan Salatiga. Lahir dari keluarga kaya tak membuat Oen terlena oleh kehidupan serba mudah, ayah dari ibunya atau kakeknya adalah seorang sinshe atau tabib yang membuka rumah pengobatan di desa. Waktu usia 5 tahun Oen sering diajak menginap di rumah kakeknya, disanalah tiap hari ia memperhatikan kakeknya mengobati orang, di usia 7 tahun Oen sudah hapal nama jenis tanaman herbal dan obat-obatan yang diracik kakeknya, juga ia hapal urutan laci pengobatan kakeknya, ia juga kerap membantu kakeknya melayani pasien yang sakit, hatinya gembira ketika ia memanggil masuk pasien, memapah pasien dan membantu memberikan pelayanan, kemanusiaan Oen kecil tergerak, ia pernah meloncat senang ketika salah seorang pasiennya yang sakit lumpuh bisa jalan lagi diobatin kakeknya, sampai suatu saat Oen kecil merenung tentang arti kehidupan manusia : manusia menolong orang lain disitulah ‘arti’ kehadiran dalam kehidupan terbentuk. Kakeknya tidak pernah meminta bayaran, ia menempatkan kotak untuk dibayar seperlunya, filosofi kakeknya yang diajarkan pada Oen muda “Tuhan memberikan rejeki pada kita selama tangan kita melayani, selama hati kita dipenuhi rasa cinta” pesan kakeknya inilah yang diingat terus oleh Dokter Oen.
Di usia 16 tahun Oen dipanggil ayahnya dan diajak bicara, ayahnya yang pengusaha kaya mengajak Oen keliling kota Solo dengan mobil Studebaker, disitu Oen dirayu ayahnya untuk meneruskan bisnis tembakau, Oen diajak ke gudang tembakau, Oen diajak ke Kantor ayahnya untuk memperlihatkan jalannya administrasi keuangan, sampai ayah Oen berkata : “kamu orang yang teliti tentunya kamu bisa menjadi menjadi seorang ‘financier’ yang hebat dan pengusaha yang baik” tapi Oen menjawab hati-hati : “aku ingin melayani orang lain, membuat orang lain yang susah jadi sehat, aku ingin seluruh hidupku menjadi penolong” Ayah Oen tetap bersikeras untuk mengajak Oen menjadi pengusaha, tapi terus Oen menolak.
Akhirnya Oen diperbolehkan melanjutkan sekolah, ia bersekolah di Kedokteran STOVIA, sebuah sekolah dokter yang terkenal dengan pergerakan kemerdekaan. Pada tahun 1932 Oen Boen Ing lulus menjadi Sarjana Kedokteran dan mulai tahun itu ia kerap disapa Dokter Oen.
Suatu pagi di bulan Januari, jam 10.00 pagi Dokter Oen datang ke rumah temannya Tan Kiong Djien, ia menggagas tentang berdirinya klinik yang mengabdi kepada kemanusiaan. “Klinik cukup didirikan di tempat sederhana saja” lalu A Djien, memanggil beberapa kawannya untuk mensosialisasikan gagasan Dokter Oen, tak lama berdiri Hua Chiao Tsin Nien Hui atau Perhimpunan Pemuda Tionghoa, dari sinilah kemudian hadir Poliklinik Panti Kosala yang artinya : “Penolong Kehidupan”.
Pada masa Perang Kemerdekaan di masa Serangan Umum Solo tahun 1949 dimana Pasukan Slamet Riyadi berjibaku dengan tentara NICA, Dokter Oen tidak peduli atas desingan peluru Belanda, ia memasuki wilayah Republik dan menolong pasukan-pasukan yang terluka, ia sering berlari sendirian memasuki rumah-rumah yang dijadikan tempat pasukan yang terluka dengan membawa obat bedah Dokter Oen menolong tentara Indonesia. Kenangan banyak tentara pejuang utamanya Prajurit Tentara Pelajara (TP) tentang Dokter Oen menjadi penghargaan sendiri, bagaimana Dokter Oen dengan beraninya menantang Belanda yang melarang dokter masuk ke wilayah Republik.
Dokter Oen orang yang amat sederhana, seluruh daya hidupnya digunakan untuk menolong orang lain. Ia membuka praktek di rumahnya di wilayah Pasar Legi Solo, uniknya Dokter Oen selalu membuka Praktek jam 3 pagi, Dokter Oen senang dengan angka 3, ia lahir 3 Maret 1903 artinya : 333, angka 3 dalam mitologi angka Cina adalah “berlari” atau ada arti lain “mengubah” Dokter Oen berprinsip mengubah dari yang sakit menjadi sehat. Orang-orang susah seperti tukang becak, pedagang kecil, tukang sapu jalanan, kuli pasar semuanya berobat ke Dokter Oen, di pojok ruang praktek ada kotak uang, bagi pasien semampunya memasukkan uang di kotak uang itu, hal ini ia lakukan sama dengan kakeknya. Tidak jarang Dokter Oen malah nombok, pernah suatu saat ada orang terkena penyakit lever parah, dokter Oen dengan tekun mengobati, bila tahu pasiennya adalah orang miskin, ia selalu bertanya “naik apa kesini” bila dijawabnya naik becak, ia sendiri yang membayari ongkos becak si sakit. Dokter Oen ikhlas membantu pasien siapapun orangnya, pintu rumahnya selalu terbuka.
Orang Solo menganggap Dokter Oen adalah Pahlawan mereka, ketika Dokter Oen meninggal dunia pada tahun 1982, ribuan rakyat jelata Solo, seperti tukang becak, pedagang pasar, tukang parkir, bakul batik menyambangi dokter Oen, berbaris-baris rakyat melambaikan tangan saat jenasah dokter Oen melewati jalanan Slamet Riyadi, ribuan orang menangis menyaksikan Pahlawannya pergi dan meninggalkan kenangan akan kemurahan hatinya sebagai manusia, seorang ‘dokter yang menghargai kemanusiaan’.
-Anton DH Nugrahanto-.