Peta Atlantis, di tengah-tengah Samudera Atlantik. Dari Mundus Subterraneus 1669, yang diterbitkan di Amsterdam. Perhatikan peta ini berorientasi dengan selatan di bagian atas.
Salah satu dari sekian issue besar yang sering diperdebatkan sejak tahun 2009 diantaranya adalah issue bahwa Indonesia adalah Benua Atlantis. Issue Atlantis ini sebenernya bukan issue baru, tetapi issue keberadaan Atlantis ini berkembang dari satu tempat ke tempat lain. Hampir semua mengklaim disinilah Atlantis.
“Lah hiya tentusaja to, Pak dhe. Kalau ternyata halamanku terdapat potongan Atlantis kan menaikkan rating?”Tak kurang sahabat saya Pak Awang yang tiap hari bertungkus-lumus dengan minyak dan gas bumi berulang-ulang menuliskan hal ini. Dibawah ini tulisan baru beliau yang cukup menarik. Sepertinya beliau juga judeg. Beliau yang sangat saintis ini melihat gejala politisasi bahkan merebak issue konspirasi … seru !
Pak Awang menuliskan dibawah ini :
Pak Awang HS
Menurut Pak Awang, isu kejatidirian bangsa Indonesia, bahwa Indonesia adalah pusat peradaban dunia, semacam Atlantis, dalam pengamatan saya mengemuka dalam tiga tahun terakhir ini. Ini seiring dengan terbitnya terjemahan dua buku kontroversial, “Atlantis itu Indonesia” (Arysio Santos, 2009) dan “Eden in the East” (Stephen Oppenheimer, 2010). Saya berandai2, bila kedua buku itu tidak diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia, mungkin isu kejatidirian bangsa tak mengemuka seriuh sekarang, meskipun Soekarno sudah meneriakkan soal jati diri bangsa lebih dari 50 tahun yang lalu.
Buku Atlantis itu kemudian melahirkan banyak buku lain tulisan orang2 Indonesia yang umumnya mendukung bahwa Atlantis itu Indonesia. Beberapa kalangan pejabat atau tokoh masyarakat pun ramai2 mendukung tesis yang digulirkan Santos ini entah apa tujuannya, mungkin berusaha mengangkat jatidiri bangsa yang mungkin dalam pandangan mereka tengah merosot. Saya dengar sendiri itu diucapkan dari seorang tokoh politik terkenal ketika saya diundang membedah buku Atlantis oleh penerbitnya. Sayangnya, hampir tak ada buku2 ikutan itu ditulis dengan riset mendalam, hanyalah memanfaatkan isu.
Lalu tesis bahwa Indonesia pusat peradaban dunia ini kemudian bergulir terus dan menjadi seperti bola salju, semakin bergulir menjadi besar. Dibentuklah lembaga-lembaga masyarakat atau komunitas-komunitas penghayat bahwa Indonesia adalah pusat peradaban dunia atau Indonesia adalah Atlantis. Lalu isu bahwa Indonesia “negeri 1000 piramida” pun mencuat. Beberapa gunung atau bukit kerucut mulai dicurigai sebagai piramida yang jauh lebih tua dari Mesir, beberapa bukit itu disurvei, digali, dibongkar.
Terjadilah perdebatan di antara kalangan ilmuwan Indonesia juga di antara masyarakat yang pro dan kontra atas tesis ini. Sukuh, Cetho, Panataran, Gunung Padang, Gunung Lalakon, Gunung Sadahurip tiba2 naik ke permukaan, padahal sebelumnya, sebelum lima tahun lalu tak ada yang meributkannya, tenggelam di bawah permukaan.
“Issue Gunung Padang dan juga gunung-gunung berdimensi piramida menjadi issue paling seru menyangkut soal arkeologi ini.”Belakangan saya juga mengamati, muncul isu bahwa sejarah Indonesia yang kita kenal selama ini, yang pernah kita pelajari di sekolah dasar-menengah, yang diajarkan kepada para mahasiswa sejarah, dan yang telah menghasilkan para sejarawan besar Indonesia seperti Nugroho Notosusanto, Sartono Kartodirdjo, juga para ahli arkeologi besar Indonesia seperti R Soekmono, RP Soejono adalah sejarah dan arkeologi yang palsu, sejarah dan arkeologi buatan Belanda, penjajah. Semua sejarah dan arkeologi yang beredar itu adalah sejarah yang bohong besar yang ditujukan agar Indonesia tak punya jati diri.
“Pakdhe, lah banyak gunung kan berbentuk kerucut. Kalau terpotong patahan trus jadi lurus kan mirip piramida to?”
Isu ini mengatakan sejarah yang kita kenal sekarang ini adalah hasil perbuatan konspirasi Belanda atau negara2 Barat lainnya untuk mengecilkan Indonesia. Maka isu ini mau tak mau menyulut ‘peperangan’ antara para sejarawan dan arkeolog dengan para penganut teori konspirasi…
Gambaran G Padang menurut Pong Jatnika ( Aristek Indonesia)
Para penganut teori bahwa sejarah Indonesia itu palsu atau bohong besar menggunakan tesis dari penulis Swedia Juri Lina, yang pada tahun 2004 menulis buku kontroversial “Architects of Deception- the Concealed History of Freemasonry”. Dalam bukunya ini, Juri Lina berpendapat bahwa ada tiga cara untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri :
- 1. Kaburkan sejarahnya
- 2. Hancurkan bukti2 sejarahnya agar tak bisa dibuktikan lebenarannya
- 3. Putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya, katakan bahwa leluhurnya itu bodoh dan primitif.
Riuh sekali dalam tiga tahun ini atas semua isu tersebut, menyambar perdebatan atau lebih tepatnya “peperangan” di antara para ilmuwan, kelompok2 masyarakat yang pro dan kontra.
Di mana kita sebenarnya berdiri? Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Mungkin tidak mudah untuk menjawabnya. Kita lihat saja. Saya punya pendapat, Anda pun punya pendapat. Milikilah analisis dan argumen yang kuat, jangan sekadar ikut arus.
“Pakdhe dalam teori konspirasi itu yang diuntungkan menjadi tertuduh ya ?”Apakah diskusi ini akan cepat berakhir dengan sebuah penemuan besar ? Saya rasa tidak. Manusia saat ini dan masih terus akan memerlukan impian serta harapan. Manusia akan melakukan dengan cara rasional maupun tidak, cara saintifik maupun klenik. cara ilmiah maupun spekulasi … Seterusnya.