Jumat, 15 Februari 2013

Beranda » » Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abasiyah

Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abasiyah

Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abasiyah
A. Dinasti Abassiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah.
Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini
adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass.[1]
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M).
Kekayaan yang dimanfaatkan Harun Arrasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, Kritik sastra, filsafat, puisi, kedokteran, matematika, dan astronomi berkembang pesat tidak saja di Baghdad tetapi juga di Kufah, Basrah, Jundabir, dan Harran. Pada masa-masa awal sudah ada sekitar 800 orang dokter dengan berbagai kehliannya, apoteker, dan kelengkapan-kelengkapan kesehatan lainnya. Sementara putranya al-Ma’mun, dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu. Pada masanya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia memberi gaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya besarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah sebagai perpustakaan besar..[2]dan digunakan juga sebagai pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan umum dan diberi nama Darul Ilmi” yang berisi buku-buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, kekota inilah para pencari ilmu datang berduyun-duyun.[3]
B. Perkembangan ilmu pengetahuan
Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreatifitas bani Abbas sendiri. Sebagian diantarannya sudah dimulai pada awal kebangkitan islam. Lembaga pendidikan sudah berkembang, ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri dari dua tingkat :
1. Maktab/Kuttab dan mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar agama, seperti tafsir, hadis, fiqh, dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memper dalam ilmunya, pergi keluar daerah untuk menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Ilmu yang dituntut umumnya ilmu agama, pengajarannya biasanya berlangsung di mesjid-mesjid atau di rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut, dengan memanggil ulama’ ahli kesana.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yapitu :
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk islam. Asimilasinya berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam. Pengaruh Persia, sangat kuat dibidang pemerintahan. Selain itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat.[4]
2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada khalifah al-Mansyur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan yaitu dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[5]
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Kedua, tafsir bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi perkembangan logika dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.[6]
Perhatian dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju paada bidang ilmu pengetahuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan menjelaskan al-Qur’an, kemudian menjadi landasan teologis yang serius. Interaksi dengan dunia kristen di Damaskus telah memicu munculnya pemikiran spekulatif teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murji’ah dan Qodariyah. Untuk mempelajari teologi di sediakan madrasah yang sudah diakui oleh negara yaitu Madrasah Nizhamiyah, khususnya untuk mempelajari madzhab syafi’i dan teologi asy’ariyah.[7] . Bidang kajian berikutnya adalah Hadits, yaitu perilaku, ucapan, persetujuan Nabi. Yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting, awalnya hanya diriwayatkan dari mulut kemulut, kemudian direkam pada abad ke-2 hijriyah.[8]
Lahirnya ilmu kalam atau teologi itu dikarenakan dua faktor :
1. Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat,
2. Karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa ke pola akal dan ilmu.[9]
Faktor yang menyebabkan pesatnya perkembangan sains dan filsafat di masa dinasti Abassiyah, diantarannya adalah :
1. Kontak antara slam dan Persia menjadi jembatan perkembangan sainsdan filsafat karena secara kultural persia banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani.
2. Etos ke ilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun Ar-rassyid dan Al-Ma’mun yang begitu mencintai Ilmu.
3. Peran keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan.
4. Aktifitas penerjemahan literatur-literatur Yunani kedalam bahasa Arab demikian besar dan ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalanyang besar terhadap para penterjemah.
5. Relatif tidak adanya pembukaan daerah dan pemberontakan-pemberontakan menyebabkan stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk memajukan aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
6. Adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
7. Situasi sosial baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam suku, ras dan etnis serta masing-masing kulturalyang berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.[10]
Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat ihat dari bangunan-bangunan yang berupa:

a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b. Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan
belajar.
d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah
Mansyur.
C. Tokoh-tokoh/ Para ilmuwan zaman Abbasiyah
1. Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe
2.Bidang Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib.
Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
3.Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
4.Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
5.Bidang Matematika
•Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah
6.Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad
7.Bidang Filsafat
•Al-Farabi, banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles
8.Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath Tabary
9.Bidang Hadis
•Imam Bukhori
10.Bidang Kalam
•Al-Asy’ari
11.Bidang Geografi
•Syarif Idrisy
12.Bidang Tasawuf
•Shabuddin Sahrawardi[11]



KESIMPULAN
1. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah.
2. Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreatifitas bani Abbas sendiri. Sebagian diantarannya sudah dimulai pada awal kebangkitan islam. Lembaga pendidikan sudah berkembang, ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri dari dua tingkat :
- Maktab/Kuttab dan mesjid
- Tingkat pendalaman
3. Lahirnya ilmu kalam atau teologi itu dikarenakan dua faktor :
- Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat,
- Karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa ke pola akal dan ilmu
4. bangunan-bangunan masa Abassiyah
a. Kuttab,
b. Majlis Muhadharah
c. Darul Hikmah
d. Madrasah
e. Masjid
5. Para ilmuwan zaman Abbasiyah
Al-Fazari,, Ibnu Sina, Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani, Jabir ibn Hayyan, Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, Al-Mas’udi, Al-Farabi, Ibn Jarir ath Tabary, Imam Bukhori, Al-Asy’ariif Idrisy, Shabuddin Sahrawardi.


DAFTAR PUSTAKA
Saefudin, Didin, Zaman ke emasaan Islam Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abassiyah, Pt Grasindo, Jakarta:2002.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam dirasah islamiyah II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:2000.
Hitti, K. Philip, History of the Arabs di terjemahkan dari history of Arabs, PT. Serambi Ilmu Semesta, jakarta: 2005.
Prof. Dr. Hj. Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu pengetahuan Islam, Prenada Media, Jakarta Timur:2003.

[4] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam dirasah islamiyah II, PT Raja Grafindo Persada, th. 2000,h. 55
[5][5][5] Ibid badri Yatim 56
[7] Philip K.Hitti, History of the Arabs, PT. Serambi Ilmu Semesta, jakarta, 2005, h.514
[8] ibid. 492
[9] Musrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik perkembangan ilmu pengetahuan islam, prenada Media, 2003, h. 68
[10] Didin Saefudin, Zaman ke emasaan Islam Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abassiyah, Pt Grasindo, Jakarta, 2002, h. 147-148.

Boedi F