Senin, 04 Maret 2013

Beranda » » Riwayat Kota Milik Balikpapaner

Riwayat Kota Milik Balikpapaner

Tulisan ini adalah hasil riset kecil saya sejak September 2007 dan baru selesai akhir Desember 2012. Naskah ini sudah dibaca beberapa kawan saya dan bahkan “dibajak” (dikutip utuh tanpa mencantumkan sumber pada sebuah buku)… Apapun yang terjadi, sejatinya naskah ini adalah untuk warga kota sekaligus siapa saja yang mencintai kota Balikpapan… Selamat Membaca!!!
I
Balikpapan Sebelum Kemerdekaan
Balikpapan lahir sebagai kota minyak. Sejarah Balikpapan sendiri tak bisa lepas dari minyak.
Usia Balikpapan sudah lebih dari seabad. Artinya Balikpapan tergolong kota tua modern di Indonesia—karena Balikpapan mulai berkembang pada awal modernisasi masuk ke Indonesia, pergantian abad XIX ke XX, lebih dari seratus tahun yang lalu. Balikpapan dibangun ketika Indonesia mengalami moderniasasi yang dibawa orang-orang Belandan dan Eropa lain, ketika tanah nusantara ini masih disebut Hindia Belanda.
Balikpapan tumbuh menjadi kota minyak. Dimana jutaan barel minyak mengalir ke kota Balikpapan. Balikpapan memang bukan yang pertama, namun Balikpapan adalah salah satu yang terpenting dalam dunia perminyakan di Indonesia.
Tidak ada yang salah jika ada yang menyebut Balikpapan kota tua. Meski kalah tua dengan ratusan kota tua lain di dunia dan Indonesia. Kota tua biasanya identik dengan bangunan tua. Hal ini cukup unik dari Balikpapan. Balikpapan tidak memiliki kawasan kota tua seperti yang dimiliki Bandung, Jakarta atau Semarang—dimana terdapat sisa-sisa bangunan tua.
Sebelum perang pasifik berlangsung, sebelum tahun 1942, Balikpapan setidaknya sudah memiliki bangunan penting disekitar Klandasan dan komplek Pertamina. Berdasar peta terbitan BPM, kota Balikpapan ditahun 1939 telah memiliki dua rumah sakit, pasar daerah, Societet juga kantor pemerintahan. Seharusnya bangunan-bangunan tadi tersisa bila prang Pasifik tidak terjadi.
Mengapa Balikpapan tidak memiliki bangunan tua, jawabannya tidak lain karena pemboman besar-besaran oleh sekutu atas kota Balikpapan selama 20 hari ditahun 1945. Pasukan sekutu tidak mau kehilangan banyak prajuritnya seperti yang terjadi di Tarakan ketika menyerbu posisi Jepang disana. karenanya, ketika Balikpapan diserbu terlebih dahulu bom-bom sekutu menghanguskan Balikpapan hingga rata dengan tanah untuk menghancurkan posisi dan pasukan Jepang di Balikpapan.
Pemboman sekutu itu hanya bisa melumpuhkan Jepang, namun sangat pahit bagi kota Balikpapan yang hancur. Kota Balikpapan harus dibangun dari awal lagi seperti 50 tahun sebelumnya. Ketiadaan bangunan tua bergaya Indis di Balikpapan memperlihatkan Balikpapan seperti kota yang baru dibangun. Bisa dibilang Balikpapan bernasib seperti Hirosima dan Nagasaki di Jepang—keduanya dibom sekutu diakhir Perang Pasifik. Seperti dua kota di Jepang itu, Balikpapan juga dibom hingga rata dengan tanah dan membuat kota Balikpapan, seperti juga Nagasaki dan Hirosima, harus membangunnya mulai dari awal.
Belakangan, Balikpapan tetap bisa menjadi kota penting bagi setiap pemerintahan yang berdiri di Indonesia. Seperti sebelum perang dunia II, Balikpapan setelahnya juga masih menjadi salah satu kota industri perminyakan di Indonesia. Selain itu, Balikpapan pun setidaknya telah menjadi kota Bandar dan niaga penting di Kalimantan Timur.
Buku ini persembahan dari seorang Balikpapaner kepada kota Balikpapan dan juga Balikpapaner lainnya. Jika ada Newyorker, kenapa tidak pernah ada Balikpapaner.
1. Balikpapan Tu
Hingga saat ini tidak ada klaim dari suatu kelompok rasial etnis (suku) yang ada di Balikpapan bahwa kelompoknya adalah penduduk asli kota ini. Tidak juga masyarakat Dayak yang disepakati semua pihak sebagai penghuni awal pulau Kalimantan. Kendati orang-orang Dayak dianggap sebagai penghuni awal pulau Kalimantan dan Balikpapan sendiri adalah bagian dari pulau Kalimantan. Orang-orang Dayak yang hidup dikota Balikpapan sangatlah sedikit sekali—mereka hidup membaur dengan masyarakat dari suku lain. Sampai sekarang ini, banyak orang-orang Dayak lebih suka tinggal di pedalaman Kalimantan yang belum tereksploitasi. Orang-orang Dayak itu tergolong sebagai orang bersahabat kepada para pendatang.
Sebagai kota pesisir, Balikpapan lebih banyak dihuni orang-orang pribumi yang terpengaruh oleh budaya Melayu. Orang-orang Bugis adalah salah satu kelompok ras terbesar yang hidup di Balikpapan, kemudian disusul oleh Jawa, Banjar, Madura dan beberapa suku lain. Orang-orang Balikpapan sendiri lebih sepakat bila kota tidak memiliki penduduk asli—orang-orang Bugis sebagai salah satu kelompok ras terbesar juga tidak merasa sebagai penduduk asli sehingga melakukan hal yang sekehendak hati.
Kesepahaman antar penduduk kota Balikpapan yang tidak tertulis itu, cukup mampu untuk menghindari Balikpapan dari kerusuhan atau konflik berbau SARA. Balikpapan adalah daerah yang paling dianggap aman ketika Reformasi 1997/1998 bergolak.
Balikpapan bukan kota tua. Untuk ukuran kota yang berkembang sejak tahun 1895, Balikpapan mengalami perkembangan pesat. Minyak adalah faktor pertama yang paling berpengaruh dalam perkembangan kota ini. Minyak telah menarik modal juga manusia untuk tumpah ruah di kota ini. Sejak zaman kolonial, Balikpapan telahh memiliki fungsi ekonomis yang cukup berharga.
Balikpapan bukan kota dimana dunia pergerakan berkembang seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya—Balikpapan hanya sebuah kota kecil yang jauh dari perkembangan duania pergerakan yang terjadi di Jawa. Kaum pergerakan di Balikpapan meski terpengaruh oleh pergerakan di Jakarta tetap saja memiliki coraknya sendiri. Pergerakan Balikpapan cenderung koperatif dan jauh dari radikalisme kaum pergerakan. Pergerakan lebih banyak dilakukan oleh kaum intelektual kelas menengah daerah.
Dimasa Perang Dunia II, karena minyaknya Balikpapan menjadi arena perebutan minyak yang sangat penting dalam perang. Selain itu, Balikpapan juga menjadi salah satu daerah kunci dalam menguasai Indoensia. Ketika Balikpapan dikuasaoi, pasukan penyerbu akan mudah menguasai pulau Jawa. Kemerdekaan RI juga membawa perubahan bagi Balikpapan sendiri.
Kendati menjadi sebuah kota modern yang mulai berkembang sejak akhir abad XIX, Balikpapan juga memiliki mitosnya sendiri—mitos yang mengawali keberadaanya. Berdasar beberapa mitos yang berkembang bisa ditarik simpulan Balikpapan sekarang bukan daerah Balikpapan yang sekarang. Berdasar cerita rakyat yang beredar, di seberang kota Balikpapan, terdapat sebuah daerah bernama Jenebora—dengan naik speedboat selama 1 jam kita bisa mencapai daerah itu. Dari daerah ini pula mitos mengenai asal usul nama Balikpapan bermula.
Berdasar mitos, nama Balikpapan bermula dari adanya rencana pembangunan istana Kerajaan Kutai, maka Sultan Kutai meminta sumbangan papan dari beberapa daerah kekuasaannya. Perkampungan yang sekarang bernama Jenebora, akhirnya menyumbangkan 1.000 papan. Salah satu jalan untuk mengirimkannya adalah dengan menghanyutkannya. Setelah papan disusun dan diikat lalu dihanyutkan. Dalam perjalanan, papan-papan itu lepas dari ikatannya dan terhamburan dan banyak yang menghilang. Dari 1.000 papan yang dikirim tadi, 10 papan akhirnya kembali ke Jenebora.
Begitulah cerita singkat dari papan yang balik ke tempat pengirimnya itu. Dari perstiwa ini, akhirnya orang yang Kutai yang komentar “Balikpapan Tu”. Disinyalir banyak pihak, cerita tentang papan ituadalah asal muasal mengenai penamaan Balikpapan—seperti yang sekarang berkembang itu.
Beberapa mitos lain yang berkembang di Balikpapan selain mengenai nama kota adalah tentang ular naga yang besar. Cerita ini masih berkembang dibeberapa kalangan masyarakat. Konon tiga ekor naga itu sedang bertapa dengan mengelilingi kota Balikpapan. Liuk ular naga itu mengikuti kontur kota Balikpapan yang semakin melebar. Liuk ular ular menjadi semacam tolok ukur perkembangan dan perluasan kota Balikpapan sekarang. Melihat kondisi kota Balikpapan sekarang, bisa dibayangkan liukan ular naga itu akan semakin panjang.
Ada mitos lain yang berkembang di kota Balikpapan, tentang 4 orang kakak beradik sekandung. Mereka datang dari arah laut dan bertapa di sebuah bukit di Balikpapan. Selama pertapaan itu, 3 diantara 4 adalah naga besar yang mengelilingi kota Balikpapan. Liukan mereka adalah kontur kota Balikpapan. Mereka bertapa diatas bukit untuk menjaga dan membentuk keharmonisan bukit-bukit tersebut. Selesai bertapa mereka meninggalkan bukit-bukit itu dan kembali ke laut. Ketika mereka meninggalkan bukit-bukit itu bila pertapaan mereka sudah selesai atau bila hujan deras yang melanda kota Balikpapan.
Banyak orang-orang tua dahulu percaya cerita ini. Menurut mereka ular naga yang pertama keluar ditahun 1978, saat terjadi banjir dan tanah longsor yang mebahayakan penduduk kota dibeberapa tempat. Naga itu melewati daerah Pasar baru. Ditahun 1985 terjadi hujan deras disertai petir, karenanya banjir dan tanah longsor terjadi lagi. Bencana alam itu melanda daerah di sekitar bukit yang menjadi komplek pemurahan Pertamina Balikpapan.
Kerusakan saluran air dan merusak beberapa rumah dan harta benda penduduk ketikaterus mengguyur dan mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Setelah hujan reda dan masyarakat berbenah, beberapa orang menemukan bentuk liukan dan lubang besar pada pagar kawat, mirip seperti jalan naga. Orang-orang berpredikisi ular naga itu berjalan ke laut. Masih ada satu naga lagi yang bertahan di kota. Bila ada hujan besar lagi, itulah tanda bahwa naga itu kembali ke laut. Salah seorang dari 4 bersaudara yang bukan naga itu berubah menjadi manusia. Dia masih bertapa dimana ia berdiri tegak seperti pohon yang memiliki akar, daun, dan ranting. Dari kejauhan dilautan, pelaut yang tersesat akan melihat titik merah seperti api memandang laut—konon ini dianggap mata sang naga. Kembalinya naga kelaut bila mereka merasa tidak senang tinggal di bukit-bukit yang sudah menjadi perumahan. Naga ketiga juga akan kembali ke laut setelah bosan bertapa. Cerita ini bersifat metafisi tentunya dan mitos berarti membutuhkan interpretasi tersendiri dan bukan untuk dipercayai secara mentah-mentah.
Valentijn, dalam bukunya yag terbit tahun 1724, mencatat nama Balikpapan sebagai Bilipapan. Sebuah desa yang jaraknya 3 mil dari pantai di hulu sungai.
“Van de rivier van Koeti 4 of 5 mijlen Z. aan heft men het dorp en de rivier van Monta, daarna buigt de wal met een dikken hoek van 5 tot 6 mijlen lang tot het dorp en de rivier van Billipapan en nog 3 mijlen verder vertoont zich het dorp en de rivier van Paser, met welke lieden van Paser en Koeti die van Macasar wel gewon zijn te handelen. Tusschen Billipapan en Paser heft men een dorp.”
Desa yang dimaksud kemungkinan sekarang sudah termasuk Kabupaten Paser. Di masa Valentijn mencatat itu tentunya kawasan laut yang disebut Teluk Balikpapan hanyalah teluk yang sepi.
2. Emas Hitam dari Balikpapan
Emas hitam, yang biasa disebut minyak bumi, menjadi penting dalam sejarah manusia. Akhir abad XIX, pertambangan minyak menjadi ramai. Terutama minyak-minyak di daerah koloni bangsa-bangsa Eropa. Indonesia adalah salah satunya. Dimana Pangkalan Brandan dan Balikpapan adalah segelintir dari daerah dengan potensi minyak. Minyak mempertebal kaum imperialis dan kapitalisnya. Minyak juga ikut merubah wajah daerah dimana minyak terkandung. Dimana daerah itu menjadi ramai. Dimana kampong berubah menjadi kota.
Apa jadinya jika minyak tak pernah ditemukan di Balikpapan. Bisa jadi Balikpapan hanya akan jadi kampung nelayan. Tidak akan ada ribuan orang dari luar yang datang berbondong-bondong menuju Balikpapan untuk mengadu nasib. Minyaklah yang membuat Balikpapan seperti itu. Minyak pula yang membuat Balikpapan diperebutkan.
Penemuan sumur minyak pertama dianggap sebagai peristiwa penting kelahiran kota Balikpapan. Hari penemuan itu seolah mengawali sebuah kehidupan baru bagi sebuah tanah yang kini bernama Balikpapan itu. Hari pengeboran sumur minyak pertama terjadi pada tanggal 10 Februari 1897 oleh Perusahaan Mathilda—yang merupakan perjanjian dan kerjasama antara J.H. Menten dan Mr. Adams dari Firma Samuel & Co. Berdasarkan Seminar Sejarah Kota Balikpapan 1 Desember 1984, tanggal pengeboran minyak bumi pertama di Balikpapan sebagai hari jadi kota Balikpapan.
Sumur minyak pertama ini lalu dikenal sebagai sumur Mathilda. Penemuan sumber minyak juga tidak hanya terjadi di Balikpapan saja tetapi juga di daerah-daerah lain di Kalimantan Timur, seperti Sanga-sanga, Samboja, Muara Badak. Wilayah-wilayah itu tadinya termasuk dalam kesultanan Kutai Kertanegara. Kemudian beberapa orang industrialis Belanda dengan dukungan pemerintah Hindia Belanda membeli tanah-tanah itu, untuk mendapatkan konsesi atas kekayaan yang ada di dalam tanahnya dari Sultan Kutai Kartanegara. Begitu juga Balikpapan yang sebelumnya termasuuk dalam wilayah swapraja Kutai.
Balikpapan menjadi awal dari perkembangan BPM juga. Balikpapan adalah pusat pengolahan minyak dengan produksi minyak yang tergolong 3 besar setalah Plaju dan Pangkalan Brandan di masa kolonial. kelahiran Balikpapan, juga tidak jauh dari kelahiran sebuah kongsi dagang besar bernama De Bataafsche Petroleum Maatshappij NV—orang-orang selama beberapa dekade lebih sering menyebutnya BPM.
Pada 1890 di Negeri Belanda didirikan N.V. Koninklijk Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleumbronnen in Nedrlandsche Indie. Sejak awal berdirinya, perusahaan ini berusaha untuk menyatukan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perminyakan juga. Mereka berniat membangun korporasi perminyakan besar.
Ada beberapa perusahaan perminyakan di Indonesia pada akhir abad XIX itu, seperti: De Tarakan, De Sumatra Palembang, De Moesi Ilir, De Moeara Enim, De Dordtsche dan De Nederlands Indische Industrie en Handel Maatschappij. Nama terakhir adalah milik Shell Transport & Trading Co. Perusahaan minyak awalnya mendatangkan kijing-kijing dari daerah koloni untuk dijadikan hiasan pada kotak maupun benda-benda lain. Kijing ini akhirnya dijadikan lambang dalam bisnis, dimana kijing ini kemudian terkenal di seluruh dunia—sekalipun sudah tidak ada sangkut pautnya dengan perminyakan.
Butuh waktu yang tidak sedikit untuk bisa menyatukan beberapa perusahaan tadi untuk menjadi sebuah korporasi minyak yang besar. Penyatuan antara Koninklijk Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsche Indie dengan Nederlands Indische Industrie en Handel Maatschappij terjadi tahun 1907. Di Kalimanatan, mereka sudah memiliki konsesi minyak di Tarakan dan Balikpapan—dengan perbandingan saham keduanya 60:40.
Tak jauh dari kota Balikpapan, ada nama daerah bekas penambangan minyak yang disebut Handil. Kemungkinan nama Handil itu dari kata Handel, dari nama sebuah perusahaan.
Dalam korporasi itu, BPM bertugas untuk mencari dan mengolah minyak tanah, kemudian Anglo Saxon Petroleum Company yang akan mengangkutnya. Modal awal yang dimiliki BPM ketika berdiri ditahun 1890 adalah f 13.000.000. Setelah terjadi merger dengan Shell, modal itu bertambah lagi hingga f 40.000.000, tahun 1907. Ketika Perang Dunia Pertama Meletus, modal itu meningkat lagi menjadi f 56.000.000. Begitu juga ketika Perang Dunia II, modal BPM sudah naik menjadi f 500.000.000. Bahkan beberapa tahun sebelum aset BPM punah dari Indonesia, ditahun 1949, modal BPM mencapai f 908.000.000. Untuk mengelola minyak saja, BPM membutuhkan banyak tenaga. Tahun 1949 saja, terdapat 256.000 orang pegawai BPM di dunia. Untuk daerah operasi di Indonesia, terdapat 32.000 orang pegawai. Beberapa diantaranya terdapat di Balikpapan.
BPM dan Balikpapan
Sejak awal berdirinya, BPM telah mengalami zaman keemasannya. Produksi minyak mereka tergolong tinggi. Puncak dari tingginya produksi BPM terjadi pada masa Perang Dunia II. Karena BPM semakin besar, beberapa anak perusahaan akhirnya didirikan, seperti Nederlandsche Aard 0112 Maatschappij dan Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij. Jadi wilayah kerja, yang terbilang besar bagi perusahaan ini, ditambah lagi selain Balikpapan yakni Jambi dan Papua—dimana mereka memiliki tanah seluar 10.000.000 hektar yang dikerjakan dengan peralatan yang terbilang modern untuk ukuran pada waktu itu.
Tolok ukur betapa besarnya Balikpapan sebagai wilayah operasi BPM terlihat dari banyaknya peralatan yang ada di Balikpapan. Di balikpapan terdapat 201 unit kendaraan biasa; 22 unit bis; 375 unit prahoto; 181 unit trailer; 85 unit traktor; 108 unit traktor ulat; 46 unit traktor pengangkut. Disekitar perairan Balikpapan sendiri beberapa besar pengangkut minyak bisa bersandar—dengan rincian 82 unit kapal berbobot dibawah 100 ton; 24 kapal berbobot 100 ton; 10 kapal berbobot diatas 100 ton; juga sebuah kapal berbobot 700 ton. Selain kapal pengangkut, juga terdapat 46 kapal lain yang terdiri dari 6 penyusur pantai; 16 unit kapal Sungai; 24 kapal penumpang.
Kaum kapitalis minyak yang beroperasi di Balikpapan, juga daerah lain di Indonesia, mengundang banyak orang masuk daerah itu. Mereka biasa menawarkan diri untuk menjadi tenaga kasar. Banyak kuli-kuli yang terdapat di Balikpapan. Seperti dalam film Moeder Dao, dimana direkam kegiatan kuli di bengkel kereta—namun bukan kereta api melainkan hanya trem yang sudah tidak ada lagi jejaknya sekarang ini.
Hingga saat ini, minyak masih menjadi bagian penting dari kota Balikpapan. Keberadaan pengolahan minyak, disamping sektor ekonomi lain, menjadi penggerak perekonomian Balikpapan. Perusahaan minyak besar di Balikpapan, setidaknya, menyerap sebagian angkatan kerja Balikpapan.
Ditahun 1919 Balikpapan sudah menjadi lokasi perindustrian pengolahan minyak yang dipegang oleh BPM. Balikpapan di tahun 1917, seperti yang tertuang dalam Encyclopedy Nederlandsch Indie, menghasilkan beberapa beberapa komoditas yang berbahan dasar dari minyak bumi. Seperti lilin, parafin dan lain sebagainya.
Balikpapan yang mengolah minyak dari beberapa daerah disekitar Balikpapan—seperti Tarakan yang baru dibuka tahun 1900. Dari pengolahan minyak di Balikpapan, minyak bumi itu diolah menjadi parafin, solar, minyak tanah, lilin, bensin dan sebagainya. Karena hal ini Balikpapan menjadi kota industri minyak sekaligus pelabuhan ekspor yang sangat penting. Pada masa kolonial, Balikpapan daerah penghasil minyak ke-2 terbesar setelah Palembang. Pada urutan 3 adalah Langkat, Pangkalan Brandan.
Tentu saja dikunjungi kapal-kapal besar yang mengangkut minyak untuk dikonsumsi oleh pabrik-pabrik milik kaum indsutrialis-Kapitalis Negara maju. Monopoli pelayaran minyak itu dipegang oleh KPM—perusahaan pelayaran milik Belanda. Kapal-kapal KPM juga mengisi bahan bakarnya dari kilang-kilang yang dikelola BPM di Balikpapan.
Sebagai kota penting, Balikpapan pernah dikunjungi oleh Gubernur Jenderal Dirk Fock pada 18 April 1924. Dalam kunjungannya ke Balikpapan, Borneo, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dirk Fock hari ini diterima oleh para petinggi perusahaan minyak BPM (Bataafs Petroleum Maatschappij). Untuk menyambut penguasa tertinggi Hindia Belanda itu, para petinggi BPM mengadakan jamuan makan siang di pusat kota Balikpapan dan dihadiri juga oleh keluarga Kerajaan Bulungan, yang letaknya jauh di utara Balikpapan. Kepada Gubernur Jenderal dipersembahkan satu buah album yang berisi foto-foto perusahaan dan sumber-sumber minyak sebagai kenang-kenangan.
Pelabuhan Balikpapan pernah dipotret sebagai sampul depan Pandji Poestaka edisi 10 Mei 1927. Pandji Poestaka adalah majalah yang terbit mingguan terbitan dari Balai Poestaka. Dalam potret tersebut tampak teluk Balikpapan, kilang minyak dan beberapa bangunan dekat pelabuhan. Gambar ini sepertinya diambil dari atas bukit diatas pelabuhan.
Balikpapan, sebagaai kota Pelabuhan, yang mungkin tidak sebesar Pelabuhan Tanjung Priuk di Jakarta, adalah pelabuhan penting yang setidaknya bisa menjadi tempat transit kapal besar yang melayani pelayaran jarak jauh. Kapal api Tjiboda yang berangkat dari Makassar ke Hongkong singgah dahulu di Balikpapan. Balikpapan jelas menjadi kota terbuka.
Menurut data statistik tahun 1938, di daerah selat Makassar, terdapat 3 pelabuhan yang sering dikunjungi KPM: Banjarmasin, Balikpapan dan Tarakan. Banjarmasin dikunjungi 178 kapal (dengan besar 413.000 M/3); Tarakan dikunjungi 112 kapal (dengan besar 310.000 M/3): Balikpapan dikunjungi 353 kapal (dengan besar 847.000 M/3). Hasil tambang yang diangkut dari Balikpapan untuk diekspor pada tahun 1938 adalah sebesar 1.700.000 ton—dari Palembang sebagai penghasil nomor satu mencapai 2.700.000 ton.
Kilang minyak yang besar dan kehadiran kapal-kapal KPM yang membawa minyak dari Balikpapan menjadi bukti betapa Balikpapan sedang mengalami perkembangannya sebagai sebuah kota industri. Tidak menutup kemungkinan industri minyak Balikpapan mampu bertahan dari dampak depresi ekonomi dunia pasca 1930an. Ketika industri lain kolaps, minyak sebagai sumber tenaga penggerak tentu saja bisa bertahan dibanding industri lain. Karena minyak pula Balikpapan mampu berkembang menjadi sebuah kota—ditengah depresi ekonomi yang melanda dunia.
Sebelum perang dunia II, Koninklijk Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatsschappij (maskapai penerbangan di Hindia Belanda yang biasa disingkat KNILM) telah memiliki rute penerbangan Jawa dengan Balikpapan. Sebelum Mei 1937, penerbangan hanya sekali seminggu, setelah 1 Mei 1937 menjadi dua kali dalam seminggu.
Tentu saja Balikpapan pada dekade itu masih berupa kota kecil dengan pemukiman penduduk dan keramaian yang terpusat di daerah pesisir pantai, Klandasan. Daerah kilang minyak adalah daerah berbahaya dengan potensi minyaknya yang bisa menghancurkan satu kota bila terkena api. Seperti yang terjadi pada 10 Mei 1919, dimana kilang minyak terbakar dan menghabiskan 3.500 bensin milik BPM. Seperti yang diberitakan Residen Kalimantan Selatan dan Timur kepada pemerintah pusat di Jakarta (kala itu Batavia).
Keberadaan instalasi minyak di Balikpapan ini memberikan pekerjaan kepada orang-orang pribumi, kendati hanya sebagai buruh minyak saja. Semakin besar instalasi semakin banyak buruh yang dibutuhkan. Dipastikan banyak orang pribumin yang menjadi buruh atau pegawai di BPM Balikpapan.
Pegawai-pegawai BPM, baik di balikpapan atau di Tarakan, dari mandor sampai pegawai tinggi kehidupannya terjamin—sampai pada anak-anak mereka. Para pegawai BPM diberikan berbagai fasilitas hidup terbaik, untuk taraf Kalimanatan. Pegawai BPM biasanya mendapatkan perumahan nyaman—yang masih tersisa dalam komplek Perumahan Pertamina Balikpapan sekarang. Kebutuhan hidup pegawai dan pensiunan dihari tua seorang pegawai BPM biasanya terpenuhi. Beberapa tempat yang menjadi komplek pengolahan minyak BPM beserta lahan-lahan pendukunya itu sekarang telah menjadi lahan milik Pertamina.
Kondisi sebagian buruh minyak memburuk terjadi beberapa saat setelah Depresi ekonomi melanda dunia. Hal ini membuat banyak perusahaan bangkrut. Beberapa perusahaan minyak besar masih bisa bertahan termasuk BPM. Namun perusahaan sekelas BPM akhirnya juga harus mengurangi jumlah pekerja akibat depresi ekonomi itu. BPM Balikpapan juga harus mengurangi jumlah buruhnya. Angka pengangguran di Balikpapan tentunya makin bertambah dengan pengurangan buruh minyak BPM itu.
Dalam harian Tjaja Soematra edisi 24 Oktober 1932 munulis bahwa hampir setiap minggu BPM cabang Balikpapan telah mengurangi jumlah buruhnya. Setiap minggu sekitar 20 orang buruh dikeluarkan dalam rangka penghematan pasca depresi ekonomi. Banyak diantara buruh yang diberhentikan itu telah lama berdinas di Balikpapan sebagai buruh minyak disana.
Minyak menjadi daya tarik bagi ribuan orang untuk datang menjual tanaganya bagi BPM. Para pekerja yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia itu datang mengadu nasib demi hidup yang lebih baik. Selain pegawai, keberadaan kilang minyak BPM, juga menarik para pedagang untuk berniaga di Balikpapan yang mulai menjadi kota Pelabuhan di abad XX. Balikpapan menjadi kota penting di Kalimantan timur. Seorang misionaris, bernama J.A. Ogier MSF, yang pernah ke Balikpapan:
“Balikpapan adalah sebuah kota di Kalimantan Timur. Berdirinya kota itu berkat letaknya pada teluk yang sangat indah dan berkat adanya minyak. Di kota inilah terdapat pabrik-pabrik penyulingan minyak kepunyaan B.P.M. (Bataafsche Petroleum Maatschappij). Perusahaan ini yang mempunyai banyak karyawan dan kuli menarik dengan sendirinya banyak pedagang dan dengan demikian tempat ini menjadi salah satu tempat yang terpenting bahkan tempat yang terpenting di Kalimantan Selatan.”
Kota pelabuhan biasanya membuat tempat-tempat hiburan berkembang juga. Dunia prostitusi pun ikut subur di Balikpapan. Soal pelacuran, Warta Oemoem edisi 29 Mei 1937:
“Pada malam Rebo berbetoelan tanggal 25/26 Mei 1937, sekira djam 9 Politie soedah menangkap koepoe2 itoe jang sedang mentjari mangsanja, ditengah straat-straat, adalah terdapat banjaknja toedjoeh orang. Namanja Moeah. Hami, Tekah, Minah, Soepiah, Marni dan Siti. Perempoean2 mana jang diperingati oleh Commisaries van Politie, soepaja mereka djangan berboeat lagi sematjam itoe, dikemoedian hari.”
Penyakit masyarakat di jaman kolonial bukan saja prostitusi tetapi juga perjudian. Ada khalayak di Balikpapan tak menyukai judi dan berharap jika ada pasar malam yang biasa diadakan menjelang 31 Agustus, mereka berharap pasar malam tidak menjadi ajang judi. “Djangan hendaknja nama Pasar Malam itoe terpaksa di beri nama awak dengan Pasar Djoedi. Tegasnja djanganlah diberi keloeasan orang membikin tembola atau oenang2an pasang oeang, karena itoe bisa membawa akibat jang tidak baik dan amat bsar bahajanja bagi keamanan oemoem.
Gambar : Kilang Minyak Balikpapan yang memproduksi minyak (1930) kilang ini pernah hancur semasa PD II karena diperebutkan Tentara Jepang dan Sekutu.
Gambar: Komplek pemukiman pegawai BPM Gunung Dubs (1930) hingga saat ini daerah ini masih menjadi komplek pemukiman pegawai Pertamina Balikpapan.
Gambar:Jalan minyak pada tahun 1930 tampak bangunan-bangunan milik BPM.
3. Tata Kotapraja Balikpapan di Jaman Ratu van Oranje
Awal perkembangan tata kota Balikpapan sebenarnya juga ikut ditentukan oleh BPM. Komplek kilang minyak pastinya disesuaikan dengan letak sumur Mathilda. Kilang minyak berada di utara Sumur Mathilda. Kilang minyak Balikpapan dibangun memanjang ke utara—disepanjang Pelabuhan Semayang sampai Pandan Sari dan tepat disebelah timur Teluk Balikpapan. Disebelah timur kilang minyak terdapat sebuah jalan yang disebut sebagai jalan Minyak—nama resmi jalan itu sekarang adalah jalan Yos Sudarso. Disebelah timur jalan minyak itu, terdapat perkantoran dan pemukiman penduduk—perumahan bagi pegawai, dulu milik BPM sekarang Pertamina.
Setelah pengeboran minyak berjalan tidak terlalu lama dan pemukiman bagi pegawai BPM bertebaran disekitar sumur dan kilang minyak, sedikit demi sedikit pemukiman penduduk lain yang letakanya agak jauh dari kilang minyak juga muncul. Karena produksi minyak semakin meningkat, fasilitas pendukung perusahaan tentu saja bertambah—seperti pelabuhan dan rumah sakit. Pertambahan penduduk di Balikpapan—khususnya di sekitar kilang minyak BPM—membuat pemerintah kolonial menjadi Balikpapan sebagai suatu afdeling (semacam daerah administratif) tersendiri dimana pada awalnya seorang Controleur ditempatkan.
Sejak 1 Juni 1935, Oost Borneo dibagi menjadi dua. Di bagian utara dan selatan, dengan perincian: bagian selatan berpusat di di Banjarmasin, yang terbagi menjadi 5 wilayah: Banjarmasin, Martapura, Pelaihari, Pulu Laut, dan Tanah Bumbu. Sementara utara berpusat di Samarinda, yang terdiri dari 4 wilayah yakni: Oost-Kutai, West-Kutai, Balikpapan, dan Pasir.
Pusat administrasi kolonial, Controleurswanning itu berada tidak jauh dari rumah sakit BPM (RS Pertamina sekarang). Jauh ke sebelah timur rumah sakit BPM itu semakin berkembang menjadi daerah perniagaan Klandasan. Daerah perniagaan Klandasan itu adalah tempat perbelanjaan bagi keluarga pegawai BPM. Sebagai daerah perbelanjaan pastinya terdapat sebuah pasar. Disekitar pasar itu juga terdapat komunitas Cina yang terlokalisasi dalam sebuah perkampungan semacam Pecinan. Komunitas Cina yang identik sebagai kaum pedagang itu tentunya menjadi salah satu pelaku perekonomian Balikpapan, khususnya daerah Klandasan.
Pemukiman penduduk lain adalah di utara Kilang Minyak. Di daerah utara kilang minyak itu terdapat beberapa perkampungan, Pandan Sari, Kebun Sayur, dan Kampung Baru. Nama kampung terakhir tidak jauh beda dengan ditempat lain, sebuah perkampungan orang-orang Bugis dan Makassar dari Sulawesi. Perkampungan ini semakin lama semakin ramai. Tidak diketahui secara pasti kapan mulai ada perkampungan Bugis di Balikpapan. Pemukiman penduduk di utara kilang minyak ini juga memiliki daerah perniagaannya sendiri. Pada dekade 1930an daerah perniagaan di utara kilang minyak ini mungkin tidak seramai di Klandasan. Pusat perniagaan di daerah utara kilang minyak adalah Kebun Sayur yang mungkin masih memiliki beberapa toko. Penggerak perekonomian disini salah satunya adalah orang-orang pribumi. Pusat perbelanjaan disini juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga pegawai BPM yang tinggal disekitar Karang Anyar.
Balikapan, pada masa kolonialisasi Hindia Belanda, merupakan wilayah dari onderafdeling Samarinda. Dahulu Kalimantan Timur adalah bagian dari Oostafdeling van Residentie Zuid en Oost Borneo (keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur)—yang berkedudukan di Banjaramasin. Di daerah Long Iram dan Samarinda, terdapat garnisun KNIL dalam jumlah besar karena berada dibawah pemerintahan langsung dari Hindia Belanda (rechtstreeks bestuur gouvernement gebeid).
Pada tahun 1938, kalimanatan menjadi sebuah pemerintahan daerah sendiri bernama Gouvernement Borneo dengan Banjarmasin sebagai ibukota. Nama resmi untuk daerah itu adalah Residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo. Kalimantan, berdasar besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Staatblad no 352 tahun 1938), terbagi menjadi dua keresidenan—keresidenan lain itu adalah Westerafdeling van Borneo yang berkedudukan di Pontianak. Keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur membawahi 5 afdeling antara lain: Banjarmasin; Hulu Sungai; Kapuas Barito; Samarinda dan Bulungan-Berau.
Residen Kalimantan di Banjarmasin memiliki beberapa bawahan langsung disebut Asisten Residen. Asisten residen itu ditempatkan disebuah onderafdeling. Dibawah asisten residen terdapat seorang controleur ditiap onderafdeling. Di Balikpapan terdapat seorang controleur yang bertugas mengawasi hubungan pemerintah dengan penguasa lokal. Di Balikpapan, controleur berkedudukan di controleurswaning yang letaknya di Zee-laan (Sekarang Jalan Jenderal Sudirman) tidak jauh dari Rumah Sakit BPM atau rumah sakit Pertamina.
Tidak banyak yang tersimpan dari Balikpapan masa lalu. Hanya tersisa perumahan pertamina dengan bentuk bangunan yang tampak ketinggalan zaman bagi benyak orang, namun sebenarnya memperhatikan konsep kenyaman bagi pemiliknya. Bangunan rumah-rumah dalam komplek Pertamina itu memiliki gaya Indis—perepaduan gaya Eropa yang agak beradaptasi dengan iklim tropis nusantara. Banyak dari bangunan-bangunan indis disekitar Klandasan itu hancur karena serbuan tentara Australia diakhir PD II. Kebanyak gedung-gedung tua di Balikpapan mulai dibangun setelah tahun 1945—saat kondisi sudah aman. Jadi aroma kolonial pada gedung-gedung di kota Balikpapan tidak kental—walaupun gedung-gedung itu dibangun dengan gaya yang sama. Bangunan-bangunan itu beberapa masih berdiri menjadi tolok ukur kemajuan Balikpapan setelah Indonesia merdeka.
Balikpapan sudah menjadi kota kecil yang maju dengan faslitas hidup untuk orang-orang Eropa yang menjadi tuan di nusantara. Produksi minyak Balikpapan diawal abad XX tentu saja membuat fasilitas kota ini semakin bertambah—mulai dari perumahanan yang nyaman, Sicieteit untuk berkumpul dan berdansa, lapangan sepak bola modern, pelabuhan laut, dan penyaringan air untuk kota kecil Balikpapan yang sering kesulitan air. Hampir semua fasilitas itu, kecuali penyaringan air Somber, memiliki jarak yang berdekatan antara satu sama lain di daerah Alun-alun kota, Lapangan Merdeka Sekarang.
Sebagai kota pelabuhan, yang juga menjadi bagian dari kota penting dalam dunia kolonialisme, Balikpapan menjadi kota kunjungan armada laut kapal-kapal Negara-negara colonial. Pada 11 Februari 1939, Kapalapi torpedo pemburu Inggris yang bernama Duncan, Delight, Diamond, dan Duchess mengunjungi Balikpapan, Borneo.
Tidak banyak catatan tentang Balikpapan di dekade 1930an. Hanya saja peta BPM terbitan 1939 telah memberikan gambaran tata kota Balikpapan. Dimana kawasan BPM jelas mendominasi. Tetapi peta itu telah memberi dokumentasi penting tentang kota Balikpapan dimasa itu.
Balikpapan, menurut Peta terbitan BPM 1939, sudah memiliki fasilitas penting perminyakan yang memang harus dilindungi oleh pemerintah kolonial. Kota Balikpapan, sebagai kota penting penting kolonial dijaga oleh serdadu KNIL yang ditempatkan di sebuah tangsi yang masih dalam daerah kota Balikpapan yang kala itu masih kecil. Tangsi KNIL itu berada di sekitar bekas Gedung Bioskop Antasari dan Asrama Polisi belakang Polres Balikpapan.
Balikpapan yang berada jauh dari jangkauan divisi-divisi KNIL yang dibagi 2 dipulau Jawa dan sekitarnya, bila dilihat sumber daya alam yang ada serta perkembangan Balikpapan yang secara ekonomis baik, cukup membuat pemerintah kolonial cukup khawatir bila daerah ini mendapat serangan dari lawan. Tidak heran bila pemerintah kolonial menempatkan banyak pasukan KNIL beserta persenjataannya disini, lebih banyak dibanding daerah lain di luar pulau Jawa.
Balikpapan yang dihuni juga oleh orang-orang Eropa juga memiliki tempat berkumpul orang-orang Eropa, societeit. Tempat dimana orang-rang kulit putih bisa berdansa. Tidak ada orang-orang pribumi di dalamnya, kecuali sebagai pelayan. Banyak rumah-rumah bergaya indies dibangun, karena pengaruh Belanda di Balikpapan. Orang-orang Eropa di Hindia Belanda adalah orang-orang yang berusaha mempertahankan jatidiri ke-Eropa-an mereka.
Dalam hal pendidikan dan gaya hidup sehari-hari, orang-orang Eropa di Indonesia selalu ingin seperti berada di Eropa. Itulah mengapa beberapa fasilitas seperti Societeit didirikan—dilokasi yang sekarang bernama Banua Patra, masih tanah milik Pertamina Balikpapan.
Dahulunya, tahun 1939, Balikpapan memiliki perkampungan Cina. Saat ini tidak ada lagi sisa dari perkampungan Cina itu. Tidak diketahui kapan perkampungan Cina itu menghilang. Bekas kampung Cina itu sekarang menjadi lahan Markas KODAM VI/Tanjung Pura di jalan Jenderal Sudirman.
Kemungkinan orang-orang Cina pada itu tidak seluruhnya berprofesi sebagai pedagang—sebagian orang-orang Cina itu mungkin bekerja sebagai kuli di BPM. Khususnya orang-orang Cina yang baru datang di Balikpapan dan belum memiliki modal untuk berdagang. Orang-orang Cina di Balikpapan tidak lagi memiliki perkampungan sendiri seperti orang-orang Bugis di kampung Baru. Orang-orang Cina di Balikpapan sekarang menyebar di daerah-daerah perniagaan yang ramai karena bisa dipastikan orang-orang Cina di Balikpapan bergerak di bidang perdagangan. Mereka biasa membuka usaha dipinggir jalan kota Balikpapan yang ramai. Diseberang perkampungan Cina, terdapat pasar daerah.
Pasar ini mungkin tidak seramai pasar Klandasan sekarang. Jumlah penduduk Balikpapan pastinya belum seramai sekarang. Orang Cina memang tidak pernah jauh dari dunia dagang. Keberadaan pasar daerah yang dibangun pemerintah kolonial itu bisa jadi ikut maramaikan dan melokalisasi orang-orang Cina di Balikpapan. Lokasi pasar yang lain selain di Klandasan ini adalah didaerah Kampung Baru.
Fasilitas olahraga dan pendidikan kota Balikpapan kala itu tetaplah sama seperti saat ini—di sekitar Lapangan Merdeka. Lapangan Merdeka dulunya disebut Votbalveld (lapangan sepak bola). Jalan-jalan disekitar Votbalveld tidak banyak berubah pada dekade 1990an. Meski nama berubah, tetap saja artinya sama. Seperti sportlaan yang berubah menjadi Jalan Olahraga dan Jalan Sekolah dulunya adalah Schoolweg.
Dari namanya, Schoolweg, seperti memberi petunjuk bahwa pernah ada sekolah yang eksis pada tahun 1939 disekitar sekolah itu. Sekolah dasar, Lagere School, pertama ini mungkin sudah berdiri setelah tahun 1911, Saat ini, di daerah itu terdapat SD dan SMP KPS, juga SMP Patra Darma II milik Pertamina disana. Dulunya lapangan-lapangan di sisi kanan dan kiri Lapangan Merdeka belum ada. Kedua sisi lapangan itu dulunya terdapat bangunan.
Untuk orang-orang yang butuh perawatan medis, Balikpapan pada tahun 1939, telah memiliki dua rumah sakit: BPM Hospitaal (Rumah sakit Pertamina sekarang); Juliana Hospitaal—yang letaknya tidak jauh dari BPM Hospitaal. Rumah sakit terakhir sudah tidak ada lagi sekarang—mungkin hilang setalah pemboman sekutu ketika PD II hampir berakhir dan kepergian orang-orang Belanda dari Balikpapan.
Rumah sakit BPM pastinya diperuntukan bagi karyawan BPM di Balikpapan. Sebagai perusahaan besar yang dilapangan penuh resiko, seperti kecelekaan kerja di kilang, kehadiran rumah sakit milik BPM jelas sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh pegawai lapangan BPM dan bagi perusahaan sendiri. Sedang rumah sakit Juliana tidak diketahui secara pasti statusnya, bisa jadi rumah sakit umum. Letak rumah sakit itu seperti terhalang oleh rumah sakit BPM.
Orang-orang Eropa umumnya hidup secara eksklusif dan menolak pembauran dengan pribumi oleh karenanya, pergaulan dengan orang-orang pribumi jelas dibatasi. Kebijakan perusahaan BPM yang menyangkut fasilitas karyawan khususnya yang Eropa tentunya berusaha untuk menjadi sebagian Balikpapan sebagai perkampungan Eropa, bila tidak mampu murni Eropa maka yang Indis pun tidak masalah, asal jangan sama dengan pribumi.
Keberadaan masyarakat Eropa yang tidak sepenuhnya mampu mengadopsi budaya Eropa secara murni—sungguh beruntung mereka bisa berkompromi dengan memgkombinasi budaya Eropa dengan sedikit beradabtasi dengan budaya lokal pribumi dalam konsep yang disebut Indis. Balikpapan, dengan komunitas Eropa dan sisa-sisa bangunan yang semi Eropa dan Indonesia, adalah salah satu ruang yang pernah menjadi kehidupan kebudayaan Indis pada masa kolonialisasi Hindia Belanda.
Sebelumnya, pada abad XIX, orang-orang Eropa di Indonesia sebisa mungkin menjaga kemurnian ke-Eropa-annya. Mereka lakukan itu dalam dunia pendidikan anak-anak mereka. Anak-anak di sekolah dasar ELS adalah untuk dijadikan seorang Eropa (Belanda). Dari sini jurang pemisah antara Belanda dan Hindia dibangun dengan tajam. Pendidikan dan status sosial telah dijadikan tembok antara Orang Eropa-Belanda dengan pribumi, antara penguasa dengan rakyat yang dikuasai. Hal ini tentu terpikir dalam benak orang-orang Belanda di Balikpapan. Mereka harus menjaga kemurnian ras dan menjaga prestise mereka dalam masyarakat kolonial dan pendidikan—apalagi pendidikan dasar—sangat penting untuk hal itu. Tidak heran bila pendidikan dasar lebih diperuntukan untuk orang-orang Eropa, seperti di ELS yang Eropasentris.
Pendidikan di Balikpapan pada masa kolonial mungkin jauh lebih terbelakang di Bandingkan Sulawesi Selatan. hanya ada sekolah tingkat dasar—mungkin menengah milik pemerintah—saja di kota ini. Sekolah tingkat atas hanya terdapat di pulau Jawa seperi AMS atau HBS dan sangat tidak memungkinkan untuk diadakan diluar pulau Jawa dalam jumlah besar karena sekolah itu lebih diperuntukan bagi orang-orang Eropa—diluar Jawa, jumlah orang-oranjg Eropa begitu sedikit. Di daerah-daerah luar pulau Jawa jumlah pegawai lebih sedikit—ditambah sedikit pegawai swasta dan para misionaris yang jumlah jauh lebih sedikit dibanding pegawai swasta.
Pada 13 Mei 1911, Gouvernement (pemerintah kolonial) memanh sudah memberikan izin dalam mendirikan Lagere School (sekolah dasar atau sekolah rendah). Sekolah ini akan didirikan di tiga tempat, yaitu Muara Anam, Indramayu, dan Balikpapan. Sekolah itu mulai ada setidaknya setelah 1911 dan masih ada hingga 1939.
Di Kalimanatan Timur, sejak 1916, berdiri Europe Leger School, termasuk juga di Balikpapan memiliki populasi orang-orang Eropa. Sekolah dasar khusus untuk anak-anak Eropa ini begitu penting bagi orang-orang Eropa. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah karena politik diskriminatif Belanda yang hanya peduli pada orang-orang Eropa saja.
Awalnya orang-orang pribumi berpikiran maju itu mendirikan HIS partikelir di Samarinda tahun 1923 yang dipimpin oleh Masdar. Setelah diadalkan Rapat terbuka tahun 1926 oleh tokoh-tokoh pergerakan Kalitim maka lahir tuntutan kepada pemerintah olonial untuk segera mendirikan HIS pemerintah yang diperuntukan anak-anak Indonesia. tuntutan itu dipenuhi oleh pemerintah pada tahun 1928, dimana di Balikpapan berdiri HIS milik pemerintah kolonial.
Di Klandasan terdapat HIS Partikelir yang berdiri sejak 1931. Sekolah ini memiliki guru perempuan yang disapa Nona Goeroe. Sekolah ini disahkan ole Besluit dari directuer Onderwijs en Eeredienst tanggal 1 Desember 1936 no. 36703/B. Jenjang-jenjang sekolah ini terdiri dari kelas 1 sampai dengan kelas 7. HIS Klandasan ini terdapat juga murid perempuan yang cukup percaya diri dan tak kalah dengan murid laki-laki. Orang yang pernah menjadi kepala sekolah adalah Koesmarjono. Beberapa guru yang dikenal berjasa pada sekolah ini adalah Dachri, Kasirun dan Aman. Mereka mengajar sejak sekolah masih mengadakan belajar mengaar I sore hari, sebelum sekolah memiliki gedung yang memadai.
Sebuah Neutrle School pun sudah berdiri di tahun 1931. Sekolah ini bertujuan untuk mencetak guru, baik guru untuk di HIS (sekolah dasar berbahasa Belanda) ataupun untuk frobelschool (Taman Kanak-kanak). Untuk calon guru HIS, tempat belajarnya di straat 1, Klandasan; untuk calon guru Frobelchool terletak di Straat 2, Klanasan. Sekolah ini kemudian disahkan oleh Direktur dari Departement Onderwijs en Eeredienst dengan Besluit Dir. V. en E. ddo. 1 December 1937 no.36703/B. Tahun ajaran di mulai bulan Agustus.
Selain itu, ada sekolah khusus bagi orang-orang dewasa yang ingin sekedar mempelajari bahasa Belanda. Sekolah terdiri dari dua bagian: bagian A bagi yang baru mulai; bagian B untuk yang ingin menempuh ujian kleinambtenaar. Sekolah ini bernama Avondschool Rapak, dimana pengurusnya adalah Soerowiono.
Pendidikan di kalimantan timur hanya sebatas pendidikan dasar modern saja. Untuk pendidikan Menengah, seorang anak harus bersekolah di MULO Banjarmasin. Selain sekolah macam HIS atau ELS yang hanya bisa dimasuki oleh anak-anak orang terpandang—terdapat juga sekolah-sekolah rendahan lain, seperti Volkschool (sekolah rakyat tingkat dasar) atau Vervolgschool(sekolah lanjutannya yang kadang disebut sekolah penghubung). Sekolah rendahan tadi biasanya terdapat di tiap kecamatan.
Letak dua sekolah yang tergolong elit tadi pada masa kolonial tidak ada lagi bekasnya. Pastinya, sekolah macam HIS dan ELS biasanya berada di pusat kota. Di dekat Lapangan Merdeka, dulunya ada jalan bernama Schoolweg (jalan sekolah)—ini bisa menjadi petunjuk dimana dulu pernah ada sekolah didaerah itu dan bukan tidak mungkin sekolah disitu adalah sekolah elit karena Lapangan Merdeka sejak dulu adalah daerah strategis namun relatif tenang dan nyaman untuk siswa belajar.
Sekolah elit itu memeberi pelajaran kepada siswa jauh lebih baik daripada di Volkschool dan lanjutannya, Vervolgschool. Populasi penduduk dengan penghasilan tinggi yang masih jarang untuk kota sekecil Balikpapan, maka sangat tidak memenuhi syarat untuk mendirikan sekolah menengah karena kekuarangan murid. Jadi pada awal abad XX, sekolah menengah modern hanya disediakan MULO (Meer Uitgebried Lager Onderwijs: setaraf SMP masa sekarang) oleh pemerintah kolonial di Banjarmasin.
Kebiasaan orang-orang Belanda di Indonesia pada zaman Hindia Belanda adalah menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah menengah yang ada di Jawa seperti Semarang, bandung, Surabaya, atau Jakarta dan setelah lulus, anak-anak itu akan dibayai kuliahnya di Negeri Belanda. Sekolah menengah terbaik kala itu hanya terkonsentrasi di pulau Jawa saja—seperti masih terjadi sampai sekarang.
Sebagian dari Komplek Pertamina adalah daerah pertama di Balikpapan yang mendapat pengaruh barat. Didaerah ini, dulunya adalah pemukiman pegawai BPM bangsa Eropa. Hingga saat ini daerah daerah itu masih merupakan daerah yang cukup sejak dibanding sudut-sudut lain di kota Balikpapan.
Sekitar tahun 1939, beberapa daerah ramai yang sudah berbentuk perkampungan selain komplek Pertamina yang sekarang adalah daerah Klandasan—yang sekarang ini menjadi daerah perkantoran dan perniagaan di kota Balikpapan.
Ukuran lebar jalan raya disekitar klandasan sekitar 3 meter. Pola jalan ini memanjang seperti jalan Jenderal Sudirman, Jalan Yos Sudarso (Jalan Minyak), dan jalan Ahmad Yani yang sekarang. Sekitar tahun 1939, Jalan Ahmad Yani, daerah Gunung Sari masih sepi. Perkampungan Karang Bugis sudah ada saat itu. Pemukiman penduduk lokal non Belanda dan non pegawai BPM biasanya berada disekitar tanah-tanah BPM—yang sekarang dikuasai Pertamina.
Somber, setidaknya sejak 1939, sudah menjadi salah satu pemasok air bagi kota Balikpapan. Hingga saat ini, melalui ‘pipa tiga’—satu jalur air dengan 3 pipa terbujur dari sober sampai komplek perumahan Pertamina Balikpapan. Panjangnya sekitar 15 km dengan mengitari perbukitan di daerah Somber, Telindung, juga Kampung Baru.
Lapangan Merdeka sejak dulu sudah menjadi alun-alun kota Balikpapan. Garnisun KNIL Balikpapan sering melakukan upacara militer di lapangan ini. Sejak 1939, lapangan Merdeka sudah ada. Lapangan ini menjadi saksi penting dalam sejarah kota Balikpapan. Sebuah tugu memperingati pendaratan Tentara Australia untuk mengalahkan Tentara Jepang masih berdiri hingga saat ini. Beberapa tahun belakangan, lapangan merdeka semakin ramai pada sabtu malam. Keramaian ini memanjang sampai Melawai. Lapangan Merdeka juga dijadikan pusat keramaian pada pagi tertentu. Setiap sore atau pagi pada hari libur, lapangan merdeka selau dijadikan tempat berolehraga, mulai dari sekedar jojing sampai sepak bola.
Disepanjang Erakan Straat (kini Jalan Ahmad Yani yang sekarang begitu ramai), dulunya masih belum banyak terdapat bangunan penting. Arus perniagaan Balikpapan, ditahun 1939, masih terpusat di daerah Klandasan. Keramaian di daerah Pasar kampung Baru masih kalah, begitu halnya jalan Ahmad Yani yang dulunya disebit Erakan-Straat. Jalan ini dibangun oleh para pekerja yang tidak mampu membayar pajak kepada pemerintah.
Erakan Straat tidak selebar jalan besar di Klandasan. Di daerah itu dulunya hanya berupa perkampungan dengan lebar jalan tidak sebesar sekarang. Jalan itu rintisan dimana di kanan kiri jalan masih sepi karena baru ada sedikit kampung saja, kampung Gunung Sari.
Adanya perkampungan tak lepas urusan dari instansi pemerintah yang mengurusi pertanahan. Pada 12 November 1913, Pemerintah Negeri di Balikpapan diberi kewenangan oleh pemerintah pusat dalam urusan hak tanah partikelir. Pejabat terkait di Balikpapan diberi kuasa pemerintah pusat untuk menyetujui atau mengalihkan permohonan hak pengelolaan tanah yang diajukan pihak partikelir. Begitulah akhirnya sebagia orang bisa punya rumah di kampung-kampung.
Balikpapan dan Pergerakan Nasional
Gemerlap kota Balikpapan akan tampak meriah bila dipandang dari laut atau dari seberang kota Balikpapan, Penajam. Lampu-lampu kota, lampu-lampu dikilang pertamina juga lampu-lampu dari rumah penduduk diperbukitan akan membuat Balikpapn terlihat seperti hamparan bintang yang bersinar.
Sebagai kota modern, Balikpapan punya warga kota yang bisa berorganisasi. Sejak 19 Februari 1911, telah ada organisasi Tjahaja Klandasan. Hanya bisa dipastikan ini organisasi kemasyarakatan. Pada 19 Februari 1931 mereka memperingati ulang tahunnya. Mohamad. Hasan mendapat penghargaan dari perhimpunannya, sebagai ketua ia telah banyak berjasa. Hal itu disampaikan pada perayaan peringatan 20 tahun berdirinya perhimpunan ”Tjahaja Kelandasan” bertepatan dengan hari raya 1 syawal yang dirayakan oleh anggota-anggota perkumpulan tersebut di atas dan penduduk Kelandasan, pusat kota Balikpapan.
Balikpapan sebagai kota diera 1930an telah menjadi perhatian surat kabar di Jawa. Salah satu surat kabar yang menulis tentang Balikpapan dan perkembangannya sebagai sebuah kota kecil yang terbilang maju, termasuk dalam hal dunia pergerakan nasionalnya adalah Bintang Timoer. Dalam sebuah edisinya, Bintang Timoer menulis:
“Balikpapan pada waktu yang terbelakang sekali ini memang betul-betul kelihatan maju, tanda-tanda pun bukan sedikit banyaknya, yaitu dari bangunnya perserikatan yang dikemudikan oleh bangsa Indonesia sendiri seumum-umumnya, lebih-lebih dalam hal sosial, onderwijs, ekonomi dan semuanya. Menilik sempitnya kota Balikpapan itu, maka kita boleh bilang bahwa tempat sekecil ini jadi rame.”
Kota Balikpapan tidak pernah terbuai dengan perkembangannya sebagai kota industri. Sebagian masyarakat Balikpapan juga memiliki kesadaran intelektual. Masyarakat Balikpapan juga terkena pengaruh dunia pergerakan yang ada di Jawa. Pada dekade 1930an, Balikpapan setidaknya telah ada beberapa organisasi sosial yang berusaha memajukan kehidupan masyarakat di kota Balikpapan.
“Perhimpunan-perhimpunan yang sekarang berdiri tegak di gelombang penghidupan yaitu Setia Bangsa, Boedia Setia, Perserikatan Minahasa, Taman Pembatjaan Balikpapan, Perkoempoelan Kaoem Poetri yang baru saja muncul, dan bukan main aktifnya. Pada waktu comite PHIS yang mana akan dibubarkan dan akan direorganisasikan dalam perhimpunan dan namanya nanti kira-kira Balikpapan Onderwijsfonds menurut surat edaran dan lagi pula ada comite guna memberantas pengangguran di Indoensia yang mana pada saat ini baru ribut-ributnya mengumpulkan uang derma dan mengadakan toneelopreving dan mengiderakan lijst.
Seperti ditulis Bintang Timoer, Balikpapan juga memiliki beberapa Perhimpunan kecil. Diantara perkumpulan kecil itu terdapat perkumpulan musik dan olahraga yang tidak begitu dikenal. Dalam hal pendidikan, masih menurut Bintang Timoer, Balikpapan tidak mengecewakan untuk ukuran masa itu. Sebuah organisasi yang melakukan pengalangan dana untuk pendidikan juga sudah ada. Nama organisasi itu tidak lain adalah Balikpapan Onderwijsfonds. Sebagian masyarakat Balikpapan masa itu juga memiliki kepekaan yang tinggi terhadap masalah sosial yang terjadi. Masalah pengangguran yang terjadi pasca depresi ekonomi yang melanda dunia, malaise, juga menjadi perhatian penting—dimana pemberantasan pengangguran juga diupayakan oleh mereka.
Jauh sebelumnya, Cokroaminoto, pemimpin besar Sarekat Islam juga pernah berkunjung ke Balikpapan. Saat itu Cokroaminoto baru saja selesai menuntaskan urusannya di Samarinda, Corkoaminoto bertolak ke Balikpapan melalui jalan darat ke Balikpapan pada 25 Juni untuk bertemu dengan para perantau Jawa yang bekerja di maskapai minyak Belanda, BPM (Bataafsch Petroleum Maatschappij, perusahaan minyak milik Kerajaan Belanda yang beroperasi di Hindia Belanda) di Balikpapan. Pertemuan itu hanya berlangsung dua sampai tiga jam saja setelah itu Cokroaminoto akan naik kapal.
Di Balikpapan, seperti kota-kota lain di Indonesia terdapat cabang Parindra. Pada 23 Februari 1937, tepat di hari raya Idul Adha tahun 1937, sebagian anggota Parindra (Partai Indonesia Raya) cabang Balikpapan mengadakan rapat pertemuan di gedung Pergoeroean Ra’jat Klandesanstraat 2 Balikpapan. Selain dihadiri oleh Soerja Wirawan kring (Ranting) Balikpapan, perhelatan ini mengundang perwakilan dari beberapa perhimpunan lainnya yang ada di wilayah Balikpapan dan sekitarnya, antara lain Moehammadijah Groep Balikpapan, Cooperatie Insjaf Balikpapan, M.Th. Cabang Balikpapan, STMK Balikpapan, serta beberapa undangan lainnya. Rapat dibuka olesh A. Wirjowinoto—ketua komite penyelenggara, yang setelah memberikan pidato sambutan yang singkat menyerahkan kendali acara kepada A.N. Hadjarati—Ketua Parindra cabang Balikpapan. Agenda yang dibahas pada pertemuan ini merupakan upaya koordinasi dan konsolidasi organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Balikpapan dan sekitarnya.
Warta Oemoem, dianggap sebagai media penting di Balikpapan. Warta Oemoem pernah mengangkat masalah perburuhan di Balikpapan. Nasib pegawai rendahan BPM yang bergaji rendah menjadi perhatian mereka dengan mengangkat artikel di halaman muka. Edisi Sabtu 12 Juni 1937, Warta Oemoem mengangkat artikel berjudul: Sengadja Dikemoekakan, Oentoek Diperhatikan Soal Gadjih Kaoem Boeroeh BPM. Banyak pembaca Warta Oemoem yang terbit setiap hari sabtu adalah para buruh BPM juga. Pimpinan Redaktur Warta Oemoem adalah R Siregar.
Warta Oemoem kadang bicara soal perekonomian yang mungkin akan memiliki manfaat penting bagi orang-orang Balikpapan. Edisi 17 Juli 1937, Warta Oemoem mengangkat artikel: Memindjam dan Memindjamkan: Bank Sebagai Poesat Peredaran Oeang dan Ekonomi. Pentingnya peredaran uang sebagai modal usaha sangat penting untung mengekang lintah darat dalam masyarakat.
Warta Oemoem menjadi tempat iklan bagi usaha-usaha kaum Indonesia. Ini mungkin bisa menjadi bukti bahwa mental wirausaha orang Indonesia terbilang mulai maju. Majunya usaha kaum Indonesia sedianya bisa menyokong kaum pergerakan nasional juga. Banyak pedagang Indonesia sebenarya juga berjiwa nasional.
Garnisun KNIL Balikpapan
Sebagai kota penting, sangat perlu sebuah pasukan untuk menjaga kota. Apalagi Balikpapan memiliki banyak instalasi minyak yang memang harus dijaga. Balikpapan pun menjadi kota dimana tentara Belanda, dalam hal ini KNIL, sering keluar masuk. Di tahun 1937, jumlah KNIL konon bertambah lagi.
Buku Gedenschriften Koninklijk Nederlandsch Indische Leger 1830-1950, memberi sedikit tulisan tentang KNIL. Ada sebuah Batalyon Infanteri KNIL, yakni Batalyon Infanteri VI di tahun 1935. Di tahun, 1935 itu, mereka melakukan upacara kemiliteran di sebuah lapangan di Balikpapan. tak disebutkan lapangan mana. Ada dua kemungkinan: pertama di lapangan depan tangsi mereka di pertigaan Balikpapan Plaza sekarang; kedua di Lapangan BPM (yang sekarang bernama Lapangan Merdeka). Dua lapangan itu terhitung tak begitu jauh dari tangsi mereka. Tak diketahui ada berapa lapangan di Balikpapan pada tahun 1930an.
Tak ada jejak jelas yang bisa mudah diingat orang dimanakah letak markas atau tangsi KNIL di Balikpapan. Ada beberapa lokasi letak tangsi atau markas KNIL Balikpapan, kemungkinan lokasi adalah Klandasan dan Kampung Baru.
Di tahun 1940, setelah Negeri Belanda diduduki Jerman dan bahaya semakin mengancam di Hindia Belanda, balikpapan menjadi kota penting yang harus dilindungi. Banyak pengamat sejarah mengatakan pentingnya balikpapan yang merupakan kota minyak. Sebagai kota minyak, Balikpapan menyediakan banyak minyak untuk menjalankan mesin, termasuk mesin kendaraan militer. Balikpapan jelas bisa menjadi pintu masuk bagi balatentara Jepang untuk menduduki Jawa dan selatan Indonesia lainya. Ketika Armada Selatan kedua Angkatan Laut Jepang menduduki Balikpapan dan sekitarnya, maka posisi Hindia Belanda terjepit dan Angkatan Darat Jepang bisa lebih aman bergerak ke Jawa dan daerah selatan lainnya. Karenanya balikpapan benar-benar dijaga.
Perlawanan serdadu-serdadu KNIL betul-betul bisa dikalahkan oleh tentara Jepang. Banyak anggota tentara Belanda jadi tahanan, beberapa diantaranya juga dibunuh di pesisir pantai dekat pelabuhan. Ada juga yang dibunuh setelah dilibatkan dalam sebuah kerja paksa di lapangan udara. Banyak yang meninggal selama menjadi tawanan.
Ketika KNIL dikalahkan Tentara Jepang, banyak diantara mereka yang jadi tahanan. Beberapa diantara mereka terbunuh. Seorang Letnan KNIL pribumi di Balikpapan adalah Hamid Algadrie alias Max. Dia keturunan Kesultanan Pontianak. Max lulusan Akademi Militer Breda. Istrinya kala itu adalah wanita Belanda. Di Balikapapan, Max berdinas di sana dengan ditemani istrinya. Kemungkinan mereka tak tinggal jauh dari tangsi KNIL di Klandasan. Max beruntung, dia selamat dari keganasan Jepang. Belakangan diangkat menjadi Sultan Pontianak dengan gelar Sultan Hamid II. Dia bahkan diberi pangkat Kolonel kehormatan dengan jabatan Ajudan istimewa Ratu Belanda.
Kekuatan KNIL bangkit lagi setelah tahun 1945. DI Balikpapan sendiri kemudian dibentuk lagi Batalyon Infanteri II KNIL. Batalyon ini diperkuat lagi di Jakarta kemudian. Anggota batalyon kemungkinan juga berasal dari bekas tawanan perang, yang diantaranya mantan KNIL. Ada kalanya, KNIL juga rekrut orang pribumi lagi yang dilatih dari nol. September 1946, di Balikpapan dibentuk lagi Batalyon Infanteri XIV KNIL. Mereka kemungkinan beroperasi di sekitaran Kalimantan Timur, begitu yang disebut dalam Gedenschriften Koninklijk Nederlandsch Indische Leger 1830-1950 halaman 56.
Setelah itu Batalyon Infanteri XIV pindah dari Balikpapan. Pasukan di Balikpapan diganti pada akhir 1949. Pasukan Batalyon Infanteri V Andjing NICA mendarat di Balikpapan. Pasukan ini berpusat di Balikpapan sebagai markas Batalyonnya. Tak semua pasukan di Balikpapan: Kompi Pertama disebar ke Sanga-sanga dan Anggana; Kompi kedua: ditempatkan di Sepinggan, dekat dengan lapangan udara; Kompi Ketiga di Samboja; Kompi keempat dan kelima berangkat ke Tarakan dan sekitarnya. Batalyon ini terbilang ganas semasa di Jawa. Mereka itu menyerang sekitar Jogja dari arah barat. batalyon ini tak lama di balikpapan. Mereka lalu bubar. Sebagian anggotanya ada yang bergabung dengan TNI pada 1950. Letnan Smit adalah salah satu perwira yang bergabung dengan TNI.
Gambar: Konon ini adalah Jembatan Stal Kuda tempo dulu, sekitar 1940, yang masih sangat sepi dan masih dipenuhi pepohinan lebat. Semak belukar itu kini telah dipenuhi banyak bangunan dan sekarang telah menjadi pemukiman dan salah satu tempat teramai di kota Balikpapan.
Gambar: Sekitar Pelabuhan Semayang yang masih sederhana ditahun 1940. Wilayah pelabuahan ini masih menjadi wilayah penting bagi Balikpapan. Pelabuhan ini sekarang semakin besar .
Gambar: Tepian Melawai tempo dulu. Tempat anak muda Balikpapan plesir.
Gambar: Kemungkinan ini adalah tikungan dari arah Jalan Minyak dekat Melawai (1940) daerah mengalami banyak perubahan. Pelabuhan Semayang yang semakin besar pula.
4. Bau Mesiu dan Berebut Minyak
Balikpapan memiliki instalasi militernya sendiri sejak zaman kolonial. ini dikarenakan adanya ladang dan pengilangan minyak. Berdasar peta balikpapan yang diterbitkan BPM tahun 1939, terdapat sebuah tangsi militer KNIL disini—namun tidak diketahui secara pasti berapa kekuatan personil militernya. Berdasarkan peta itul letak tangsi KNIL itu berada diantara bekas bisokop Antasari dan Asrama Polisi belakang Polres Balikpapan.
Antara dekade 1930-1940an, sumber-sumber minyak bumi yang ada di asia tenggara adalah bahan mentah yang sangat dibutuhan oleh negara-negara industrialis-kapitalis. Minyak menjadi menjadi pasokan bahan bakar untuk menjalankan mesin-mesin industri di negara-negara industri pada masa damai. Dimasa perang, minyak begitu dibutuhkan untuk menjalankan mesin-mesin perang. Seperti yang terjadi dalam perang Pasifik, dimana Balikpapan dan Tarakan adalah kota yang begitu diharapkan oleh pihak-pihak yang berperang. Kilang-kilang minyak menjadi rebutan sekaligus lautan api oleh Perang Pasifik.
Balikpapan dan Tarakan termasuk beberapa tempat di luar Jawa dengan kekuatan militer yang sengaja dilebihkan daripada daerah lain. Kekuatan militer Belanda ini bukanlah sebuah militer yang mampu menahan serangan pasukan asing dari luar. Padahal, di daerah lain diluar pulau Jawa hanya dijaga dengan beberapa pasukan dengan persenjataan ringan saja.
KNIL hanya dibentuk untuk meredam perlawan lokal yang dilakukan orang-orang pribumi yang menentang pemerintah kolonial. Minyak sangatlah penting diera moedern. Sejak penemuan mesin, hampir seluruh penjuru dunia, minyak adalah tenaga penggerak industri. Termasuk dalam masa perang, mesin mesin perang juga harus dijalankan dengan bantuan tenaga minyak juga.
Jepang Tergiur
Jepang yang berusaha menguasai Asia memulai usahanya sejak lama. Sejak tahun 1916, spionase Jepang sudah dimulai. Proses penaklukan Hindia Belanda dimulai sejak lama. Lirikan Jepang ke beberapa daerah penghasil minyak ditindaklanjuti dengan menguasai daerah-daerah itu, termasuk juga menguasai Balikpapan. Armada laut dan Balatentara Jepang bergerak dari arah utara, Davao di Filipina. Dari-sana Jepang menduduki Tarakan Sumber minyak lain di Kalimantan Timur—selesai mengahbisi kekuatan Belanda disana, Tentara Jepang bergerak ke selatan, menduduki Balikpapan.Pesawat-pesawat Belanda selain di Melak, Samarinda II, juga disiagakan di lapangan Terbang di Manggar, Balikpapan.
Keberadaan lapangan Udara di Melak jelas untuk memberi kejutan bagi armada jepang yang akan mendekati Balikpapan. Jarak melak Balikpapan sekitar 160 Km. nama sandi lapangan Terbang rahasia ini adalah Scheveningen. Lapangan ini tertutup hutan rimba Kalimantan dan untuk masuk ke lapangan tersebut hanya dengan melalui Sungai Mahakam. Serangan dadakan atas lapangan udara itu sangatlah mustahil dilakukan. Kerahasian lapangan udara rahasia ini hanya diketahui beberapa orang Pegawai Belanda saja.
kedudukan Balikpapan menjadi kritis bagi Belanda maupun Jepang. Bila Balikpapan jatuh ketangan Jepang, maka pintu bagi Jepang untuk merebut Pulau Jawa semakin lebar. Karenanya Laksamana Helfrich menerapkan strategi baru deangan taktik “menjadikan perebutan Balikpapan sedemikian berharga.”
Demi menjaga Balikpapan, Helfrich menempatkan satu Batalyon Infanteri KNIL yang didukung 5 kendaraan lapis baja dan kendaraan overvalk wagen. Untuk menjaga Balikpapan dari serangan udara, satu baterai meriam mobil 7,25 cm yang bisa berpindah; dua pucuk PSU 4 cm dan 3 seksi senapan mesin 12,7 cm. untuk pertahanan pantai telah disiagakan 3 baterai meriam pantai 7,5 cm dan 12 cm. sebuah pertahanan yang tidak memadai untuk mempertahankan sebuah kota penting dari serangan musuh dalam jumlah besar dan kuat.
Jatuhnya Tarakan ketangan Balatentara jepang, telah membuat batayon KNIL di Balikpapan meningkatkan kewaspadaanya. Beberapa pos pengintaian disebar di penjuru perbatasan kota untuk mengantisipasi penyusupan pasukan pengintai Jepang. Pasukan patroli juga telah disiagakan disekitar instalasi minyak Balikpapan untuk menghadapi serangan musuh dari luar. Milisi wajib militer dari pegawai BPM disiagakan di sekitar fasilitas penting milik Belanda. Mereka menunggu perintah bumi hangus.
Pertempuran di Laut Balikpapan
Pesawat-pesawat PBY Catalina telah disigakan di perairan Balikpapan. Pasukan itu berpatroli perairan Balikpapan, khususnya perairan ke arah kota Tarakan. Pada suatu pagi, sekitar pukul 07.30, sebuah pesawat yang melakukan patroli di selat Mkassar melihat sebuah kapal motor yang mencurigakan. Pesawat Catalina yang patroli itupun mendarat di air dekat dengan kapal yang mencurigakan itu. Rupanya itu kapal motor Jepang yang mengirim dua orang tawanan dari Tarakan—mereka adalah Kapten (KNIL) Reiderhoff dan kapten (KNIL) Colijn. Setelah dilepas oleh pengawal Jepang-nya, kedua perwira KNIL yang ditawan itu dipernbolehkan naik pesawat Catalina. Kedua perwira KNIl itu menyampaikan sebuah ultimatum dari Komandan Jepang yang telah menguasai Tarakan kepada pasuukan Belanda di Balikpapan. Isi ultimatum itu adalah: Jika Belanda melakukan kembali bumi hangus terhadap instalasi-instalasi penting dan fasilitas minyak di Balikpapan, maka semua bangsa Eropa yang tertangkap akan dieksekusi hukuman mati.
Jepang mengerahkan pasukannya untuk menguasai instalsi minyak jelas suatu keharusan bagi mereka. Menguasai Balikpapan, berarti akan membuka jalur untuk menguasai Jawa. Merebut Balikpapan bukan hal sulit bagi Jepang. Kekuatan militer cukup besar, baik dalam hal personil yang bersemangat juga peralatan Jepang yang mulai canggih. Ketegangan dimulai.
Serangan Balatetara Jepang di Balikpapan dimulai. Pada 12 Januari 1942, di Balikpapan, dikabarkan pula bahwa 30 orang militer Belanda terluka dan satu pesawat terbang Belanda rusak terkena bom dan Mitraliur (senjata api otomatis). Di Balikpapan, Jepang membombardir kapal Belanda yang merapat di pelabuhan. Tidak ada kerusakan dalam pemboman itu. Pasukan Belanda pun lalu membalas menyerang pasukan Jepang di Tarakan. Sebuah bom mengenai kruiser (penjelajah) Jepang. Serangan itu mengakibatkan semua tempat dan bengkel di lapangan Tarakan hancur.
Serangan Balatetara Jepang di Balikpapan juga pernah menghancurkan rumah-rumah warga di perkampungan. Suatu kali pernah ada serangan 9 pesawat Jepang mengakibatkan rumah rusak dan seorang penduduk tewas, 7 luka berat dan 3 luka ringan.
Armada Jepang, dalam jumlah besar, baru mencapai Balikpapan menjelang 23 Januari 1942. Pesawat Belanda yang berpangkalan di Melak memberikan aksi terbaiknya dengan menenggelamkan sebuah kapal angkut Jepang; satu kapal penjelajah; dua kapal penjelajah ringat. Helfrich merasa puas dengan aksi armada pesawatnya, walau dia harus kehilangan tiga pesawat dalam pertempuran udara itu. namun ia juga sadar bahwa laju gerak armada jepang merebut Balikpapan semakin sulit dibendung lagi.
Jepang mengangap Balikpapan penting bagi jalannya perang—karena cadangan minyak di Balikpapan yang begitu besar. Angkatan Perang Jepang berangkat dari Davao untuk merebut Tarakan. Setelah tarakan di Tarakan dengan susah payah, waktunya untuk merebut Balikpapan. Dengan kekuatan kapal pendarat pasukan yang dikawal kapal-kapal penjelajah (cruiser) dan kapal perusak (destroyer).
Perairan Balikpapan termasuk berada dibawah tangung-jawab armada laut Amerika yang berkedudukan di Kupang (Timor). Commander Paul Talbot memimpin empat kapal perusak model kuno (1910-1920an) bernama Ford, Pope, Parrott dan Paul Jones.. empat cerobong asap yang terlihat ketika meninggalkan Kupang, membuat mereka dijuluki four Pipers. Ereka melewati selat diantara Flores dan Sumabawa, lalu selat Makassar, lalu menuju Balikpapan. Tanggal 23 Januari 1942, pukul 19.30, kapal mendekati pantai Kalimanatan. Sementara itu, Balikpapan telah sepi dari Tentara Belanda. Sebelum sepi, Sekutu telah meerusak kilang minyak dan membomnya dari udara dengan pesawat Lockheed Hudsons dan Brewster model kuno—karenanya, dari kejauhan Balikpapan terlihat seperti api raksasa. Sementara itu, di sekitar Laut Balikpapan, telah siap kapal pengangkut pasukan Jepang untuk mendaratkan pasukan balatetara-nya. Pendaratan itu dilindungi kapal patroli dan satu squadron kapal perusak.
Kapal-kapal Jepang yang berada diantara api raksasa dengan kapal perusak Amerika, membuat kapal-kapal perusak memiliki peluang baik untuk melepaskan torpedo kearah kapal-kapal Jepang itu. Namun lima torpedo yang keluar dari parrott tidak satupun yang mengenai kapal-kapal Jepang itu—kapal-kapal Jepang itu dengan cepat melakukan manuver untuk menghindar dari tembakan torpedo. Pukul 03.00 tanggal 24 Januari 1942, setelah kapal Ford dan Paul Jones menyerang, akhirnya Sumanura Maru yang berbobot 3.500 meledak dan tenggelam. Tidak ada pesawat yang terlibat dalam perang laut itu. Pihak Jepang mengira, serangan torpedo itu berasal dari kapal selam. Kekeliruan ini berasal dari Laksamana Shoji Nishimura.
Kekeliruan Shoji Nishimura dilanjutkan dengan memerintahkan kapal-kapal perusaknya pergi dari sekitar teluk Balikpapan dan mecari kapal selam yang berada disekitar Selat Makassar untuk membantu melawan armada Sekutu. Artinya, sekarang kapal-kapal pengangkut itu tanpa kawalan lagi dan menjadi makan empuk bagi torpedo sekutu. Sayangnya sekutu tidak bisa menghabisi makanan empuk-nya. Sekitar pukul 04.00 pagi, kapal-kapal Amerika itu pergi dari Laut Balikpapan. Kapal-kapal Amerika kuno itu berhasil menengekamkan 1 kapal patroli, empat kapal pengangkut: Tsuruga Maru, Tatsukami Maru, Kuretaku Maru, Sumanura Maru, dan dan membakar satu kapal perusak Jepang.
Kesulitan Jepang untuk mengalahkan Tentara Belanda yang telah dibantu sekutu, lebih terletak di Pulau Jawa. Pulau dimana kekuatan militer Belanda dipusatkan jauh hari sebelum perang Dunia II. Hanya butuh waktu tidak lebih dari 2 minggu untuk membuat pasukan macam KNIL bertekut lutut dan bubar.
Pertahanan atas kota Balikpapan yang telah dilindungi batalyon KNIL yang berkedudukan di Klandasan. Pasukan KNIL yang profesional itu tidak mamapu menahan maju pasukan khusus Jepang, Katai. Pasukan itu beraksi seperti pasukan pendarat Marinir. Pasukan Katai itu berhasil menerobos pertahanan KNIL—mereka terlatih untuk melakukan infiltrasi ke pusat pertahanan lawan ditengah hujan tembakan dari musuh.
Pasukan Katai maju terlebih dahulu kedarat dan sebisa mungkin membangun kubu untuk menyerang. Tidak lama setelah pasukan Katai mendarat, pasukan dalam jumlah besar akan datang meyerbu. Pernah penyusupan pasukan Katai disekitar Sungai Wain dan Somber terindetifikasi patroli Belanda dan patroli itu melaporkan sambil meminta bantuan kepada Kompi II batalyon VI KNIL. Kendati teridentifikasi, tetap saja sudah terlambat, pasukan Katai dan pasukan Jepang lainnya sudah berdatangan dan siap menyerang. Kompi KNIL yang dikerahkan untuk menghambat pasukan Jepang itu hanya bisa menyelamatkan baterai Meriam sebelum pergi dari lokasi pendaratan pasukan Jepang yang terlanjur kuat itu.
Kompi II KNIL itu akhirnya menyusun kekuatan untuk menhambat Jepang di sisi selatan kali Somber. Pertahanan kali Somber sedianya adalah untuk menahan masuknya Jepang ke daerah pengunduran diri kekuatan Belanda di pedalaman karena posisi kota Balikpapan sudah nyaris jatuh ke tangan Jepang yang semakin maju. Rupanya, pasukan Jepang begitu memperhatikan posisi selatan kali Sumber itu. Serangan pasukan Jepang pun akhirnya semakin meluas hingga kearah selatan Balikpapan. Serdadu KNIL yang berusaha memeprtahankan Somber itu cukup berhasil awalnya untuk menbahan laju serbuan Jepang kearah Sungai Wain. Kekuatan militer Belanda yang tersisa lalu diusahakan untuk mengkonsentrasikan diri di Somber setelah mendengar informasi akan ada serangan Jepang ke arah Timur kota, kearah Somber. Sayangnya pasukan yang diharapkan tidak datang seperti yang diharapkan karena harus bertempur di Spinggan dan Klandasan untuk mempertahankan Balikpapan.
Pasukan Jepang disekitar Sungai Wain itu adalah pasukan penyerbu Jepang yang teridentifikasi oleh KNIL. Pasukan KNIL di Balikpapan, hampir tidak menyangka akan ada pasukan lain yang akan menyerbu mereka dari Klandasan dan Sepinggan. Konsentrasi KNIL yang semula diperuntukan untuk daerah Somber kemudianb terbagi dan semakin tidak jelas. Ketika pasukan cadangan akan diberangkatkan ke Somber, mereka harus menghadapi tentara Jepang yang muncul secara tiba-tiba di Klandasan. Ini sudah membuat repot KNIL. Setelah ada informasi, daerah Sepinggan telah jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pasukan cadangan tadi terpecah. Ada yang bertahan di Klandasan dan sebagian harus menahan gerak laju serdadu Jepang di Sepinggan agar tidak masuk terlalu banyak ke pusat kota. Di Sepinggan rupanya telah didarati pasukan Jepang dari 17 kapal angkut tentara. Keuntungan Jepang merebut Sepinggan menjadi kurang berarti karena lapangan terbang Sepinggan telah dibumihanguskan—karenanya pesawat tempur Jepang tidak bisa mendarat sehingga harus kembali ke Tarakan.Pecahan pasukan cadangan tentu saja tidak akan mampu menahan maju tentara Jepang yang jumlahnya banyak itu. Posisi pasukan KNIL dan milisi yang tersebar semakin mengacaukan pertahanan kota dan memperlemah detasemen KNIL dan para milisi. Karena Daerah Somber juga sudah tertutup sebagai tempat pengunduran diri maka pasukan Belanda tidak bisa mundur lagi sementara pasukan penyerbu Jepang hampir menyentuh pusat kota.
Pasukan penyerbu Jepang dalam jumlah besar dari Sepinggan bergerak ke barat untuk mencapai kota. Sementara itu, Klandasan yang sudah mendapat serangan lalu semakin lemah, apalagi pasukan Jepang yang menyerang bertambah banyak. Keadaan itu hanya memberi dua pilihan kepada komandan garnisun KNIL di Balikpapan. Pertama memperkuat pertahanan garnisun Balikpapan yang semakin lemah dengan pasukan-pasukan tersisa: satu peleton pasukan infanteri KNIL, satu peleton milisi cadangan dan satu seksi senapan mesin. Pilihan kedua adalah mengosongkan garis pertahanan Klandasan yang semakin rapuh dengan mundur kearah utara kota Balikpapan. Akhirnya pilihan kedua diambil dan melaporkan keputusan itu kepada petinggi militer di Bandung. Sebelum meninggalkan Klnadasan, segala macam kebutuhan perang yang sulit dibawa disingkarkan. Stasiun radio, lampu sorot, meriam dan amunisi yang tidak bisa dibawa kemudian dihancurkan agar tidak jatuh ketangan Jepang. Dari Klandasan, pasukan KNIL dan milisi pendukungnya menuju daerah Karang Anyar.
Rencannya, sisa-sisa pasukan itu akan menuju Banjaramasin atau Samarinda II. Namun ini masih sulit karena pasukan Jepang telah menduduki jalan-jalan ke arah pedalaman di sekitar Sungai Wain. Akhirnya pasukan Kompi II mendapat tugas untuk menerobos jalan itu. Pukul 09.30 pasukan kompi II dengan truk Overvalkwagen yang dilengkapi senapan mesin membuka serangan. Prajurit Jepang terkejut ketika rentetam tembakan dari truk yang berusaha menerobos jalan-jalan yang dikuasai tentara Jepang. Serbuan kompi II itu berhenti di dekat stasiun pompa Sungai Wain, dimana pasukan Jepang yang menduduki stasiun pompa itu bersiaga. Akhirnya pasukan lain yang tidak menerobos bermanauver melambung menghindari pantauan serdadu Jepang untuk menuju Sungai Wain—dimana telah terdapat sebuah gudang perlengkapan milik Belanda.
Melihat pasukannya kehabisan tenaga karena hampir dua hari bertempur dan nayaris tanpa istirahat, maka komandan KNIL yang memimpin itu diputuskan untuk pergi saja ke Banjarmasin. Tujuan ke Banjarmasin itu akhirnya dibatalkan karena jalan-jalan kecil Semoi dan Tanah Grogot telah dikuasai Tentara Jepang. Akhirnya pasukan-pasukan itu memutuskan untuk pergi ke Samarinda II—dimana terdapat pangkalan rahasia Belanda. Pasukan Belanda yang lolos itu setidaknya terdiri dari 200 orang serdadu KNIL.
Dari satu batalyon yang jumlahnya mungkin lebih dari 500 orang serdadu KNIL, hanya 200 orang saja yang berhasil dari tangan Jepang di Balikpapan. Diantara sekian ratus serdadu KNIL dan milisi dari kalangan sipil itu, telah menjadi tawanan Jepang di dalam kota Balikpapan. Sebagian besar dari mereka nasibnya tidak jelas setelah perang berakhir. Bisa dipastikan orang-orang sipil Belanda yang tersisa merasakan hidup sebagai tawanan perang di kamp internir. Mereka baru bebas setelah pendaratan sekutu pada pertengahan tahun 1945 di Balikpapan. Orang-orang Belanda yang sebelumnya menjadi tuan di kota Balikpapan itu kini menjadi orang-orang sipil kelas 2—orang-orang pribumi yang sebelumnya menjadi suruhan kini menjadi orang-orang sipil kelas 1 sedang serdadu Jepang tentu bukan orang sipil, mereka hanya sebagai penguasa militer.
5. Dalam Ganasnya Perang Pasifik
Jepang mendarat di Balikpapan pada 23 Januari 1942, dibawah pimpinan Shizuo Sakaguchi. Pasukan sekutu, termasuk pasukan KNIL Belanda berhasil dikalahkan. Tentara Jepang dan Armada lautnya berhasil menguasai kota Balikpapan pada 24 Januari 1942. Hari itu Jepang sudah mulai mengkonsolidasikan kekuasaannya atas kota Balikpapan. Pendudukan bagi kota Balikpapan berarti pintu merebut Jawa semakin lebar.
Hari baru bagi kota Balikpapan, dibawah Tentara kekaisaran Teino Heika dimulai. Hindia Belanda bukan lagi sebagai sesuatu yang harus dihormati. Seikerei tiap pagi sebelum Taiso mulai dilakukan anak-anak sekolah di Balikpapan. Rakyat pribumi Balikpapan bukan lagi warga negara kelas 3 setelah orang Eropa dan Timur jauh. Tidak ada sistem kelas dalam kewarganegaraan, kecuali masyarakat yang akan dijadikan pendukung fasis Jepang dalam perang Pasifik untuk membangun Asia Timur Raya—Asia untuk Asia dibawah Jepang.
Setelah menguasai Balikpapan, orang-orang Eropa tentu ditahan—kecuali Jerman yang lolos dari tangkapan Belanda. Jerman adalah sekutu fasis Jepang selama PD II. Paling berat adalah nasib para tentara Hindia Belanda. Tentara Hindia Pribumi, banyak yang dibebaskan setelah ditahan selama beberapa bulan, namun bagi yang Eropa akan dimasukan ke Kamp interniran.
Satu dari sekian banyak perwira KNIL pribumi, yang paling populer, adalah Syarif Hamid Algadrie yang kemudian menjadi Sultan Pontianak dengan gelar Sultan Hamid II—putra Sultan Pontianak yang dibunuh Balatentara Jepang dan lulusan KMA Breda. Ketika ditawan di Balikpapan, Sultan Hamid masih berpangkat Letnan Satu KNIL.
Seluruh serdadu KNIL yang tertangkap oleh Tentara Jepang dibariskan—dimana senjata mereka masih disandang dengan arah moncong senapan kebawah dan sebuah kain putih tanda menyerah. Barisan itu melewati jalan besar menuju kantor markas Jepang yang disebut kantor seribu. Menjelang siang, barisan KNIL itu dibawa ke pantai. Di tepi pantai dekat pusat kota Balikpapan itu lalu terjadi peristiwa pembantaian orang-orang Belanda di pesisir pantai—diskitar Melawai. Orang-orang Belanda yang diantaranya serdadu KNIL, itu disuruh berjalan kearah laut hingga posisi air setinggi dada dan serdadu jepang menembaki mereka dengan senapan mesin Tentu saja aksi Jepang ini dijadikan tontonan, dimana banyak orang-orang pribumi yang melihat.
Dalam hal ini, Jepang akan berlaku kejam. Wilayah Balikpapan termasuk dibawah kekuasaan Angkatan laut Jepang yang dikenal kejam. Jepang pernah melakukan pembersihan terhadap kalangan intelektual pribumi di Kalimanatan dan Sulawesi. Akhirnya beberapa orang dokter, pegawai dan lainnya banyak yang lari mencari selamat di Pulau Jawa.
Kehadiran Balatentara Jepang di kota Balikpapan didahului oleh orang-orang sipil Jepang yang mengadu peruntungan di kota Balikpapn. Mereka adalah mata-mata Jepang yang akan memberikan data-data intelejen kepada tentara yang akan menyerbu Balikpapan. Mereka biasa menyamar menjadi pedagang-pedagang yang menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari. Hal semacam ini tidak hanya dilakukan Jepang di Balikpapan saja, melainkan juga dibeberapa tempat lain di Kalimantan Timur seperti di Sanga-sanga atau Tarakan.
Pada 4 Juni 1943, bertepatan dengan Hari Besar Angkatan Laut ke-38, 68 orang tawanan perang bangsa Indonesia di Balikpapan telah dimerdekakan oleh pembesar-pembesar Nippon (Jepang). Sebagai tanda terima kasihnya atas tindakan pembesar-pembesar Nippon yang bijaksana itu, mereka bersumpah akan bekerja dengan pemerintah Nippon untuk meruntuhkan Inggris-Amerika, seraya menyusun masyarakat baru. Keluarga para tawanan sangat merasa berterima kasih atas kebaikan pemerintah balatentara Nippon.
Selama Pendudukan Jepang, Balikpapan yang strategis dijadikan pusat kedudukan pemerintahan militer Jepang di Kalimantan Timur. Tentu saja Jepang mengambil minyak-minyak dari Balikpapan untuk keperluan perang. Sebelumnya, Jepang harus memperbaiki instalsi minyak yang sudah dibumihanguskan oleh Belanda. Perbaikan itu memakan waktu tiga bulan.
Pada 20 Juni 1942, ada laporan dari Balikpapan bahwa keadaan di daerah itu aman. Menurut koresponden suratkabar, suara gemuruh bom dan peluru senapan mesin tidak lagi terdengar di Balikpapan sebaliknya diganti oleh suara palu dan motor pertanda dibangunkannya kembali kota Balikpapan. Perbaikan itu dikerjakan oleh penduduk pribumi dan Tionghoa. Perbaikan itu meliputi listrik dan pengairan. Perbaikan itu juga terlihat dari aktivitas di bisokop kota yang sudah mulai sesak oleh serdadu Nippon (Jepang) dan penduduk Indonesia. Kemajuan itu ditambah pula dengan adanya perkembangan yang baik mengenai penutur bahasa Nippon. Bahasa itu telah membaur dan dianggap tidak asing lagi oleh masyarakat. Singkat kata, menurut koresponden itu, fasilitas-fasilitas penting yang hancur akibat perang dan praktik bumi hangus oleh pemerintah Hindia Belanda, sudah diperbaiki kembali, dan keadaan sudah kembali normal. Kota Balikpapan direbut Jepang pada 24 Januari 1942.
Kekejaman Jepang selama perang pasifik bukan cerita baru. Balikpapan juga menjadi arena kekejaman Jepang. Disekitar gunung Balikpapan pernah diajadikan areal tempat pemuasan nafsu tentara Jepang di Balikpapan. Masa pendudukan Balikpapan hanya seumur jagung. Usaha besar menghancurkan Tentara Jepang di Pasifik diupayakan oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Pada 26 Maret 1943, dikabarkan bahwa sesuai rencana pembangunan Sulawesi pada 20 Maret pemerintah Balatentara Dai Nippon (Jepang) telah mengumumkan undang-undang baru yang mengubah undang-undang tanggal 19 Mei 1942, yang memberi kesempatan kepada penduduk untuk memberi, memakai, menjual atau menyerahkan barang-barang bergerak kepada orang lain, urusan tersebut dibatasi baik jenis dan barang maupun daerahnya. Daerah yang ditetapkan ialah Makasar, Manado, Ambon, Banjarmasin dan Balikpapan. Perusahaan-perusahaan serta barang-barang yang ditetapkan ialah alat pengangkutan, perusahaan listrik, perusahaan veem, perusahaan pembuatan kapal, minyak yang dibutuhkan oleh penduduk dan alat-alat pembuat bangunan, perusahaan tambang, perusahaan mobil, perusahaan legar, makanan, kulit, dan kapas. Undang-undang ini bermaksud untuk menjaga perekonomian di daerah-daerah tersebut, dan memajukan industri.
Pemerintah balatentara Jepang tampak naif ingin memperbaiki perekonomian di masa perang yang sulit membaik. Gairah menabung di masa perang yang penuh ketidakpastian tetap berjalan. Pada 4 Desember 1943, di kantor pos Samarinda dan Balikpapan diadakan kesempatan menabung, maka semangat menabung di antara penduduk asli di Balikpapan dan sekitarnya sungguh nampak sekali. Perserikatan penabung banyak di mana-mana didirikan. Di Balikpapan saja jumlahnya sudah mencapai sekitar 3.700 anggota, yang kebanyakan terdiri dari pegawai-pegawai pemerintah. Pada akhir bulan ini jumlah tabungan ditaksir ada f. 50.000.
Rencana Pembebasan oleh Sekutu
Kota Tarakan akhirnya jatuh ke tangan sekutu pada 1 Mei 1945. Banyak kapal-kapal sekutu dari berbagai jenis mulai dari kapal patroli, kapal perusak, kapal angkut sampai kapal induk milik Armada ke-7 berkeliaran di sekitar utara Selat Makassar. Kapal-kapal itu bersiap dari Tarakan untuk merebut Balikpapan—karena instalasi dan cadangan minyak penting di kota itu. Pasukan sekutu rupanya belum mengerti seci geografis dan topografis Balikpapan yang akan direbut itu. Sebelum pasukan besar mendaarat, sebuah satuan intelejen bernama SAD Force (Z Force) dikirim menyusup ke Balikpapan untuk mengumpulkan informasi intelejen.`
Pesawat mata-mata sekutu tidak berhasil menemukan pos pertahanan Jepang karena Prajurit Jepang lebih banyak bertahan di gua-gua atau bunker-bunker tersembunyi seperti yang terdapat di beberapa penjuru kota Balikpapan. Beberapa orang Australia yang pernah tinggal di Balikpapan sebelum perang tidak bisa memberikan informasi tentang pertahanan Jepang beserta topografis Balikpapan secara pasti. Misi intelejen sangat penting untuk memecahkan masalah informasi pertahanan Jepang ini. SAD Force adalah regu intelejen yang berpangkalan di Morotai.
Regu ini berjumlah 14 orang tentara sekutu yang dipimpin oleh William C. Dwyer, salah satunya adalah orang Melayu. dengan kapal selam regu ini berangkat dari Morotai dan mendarat ditepi pantai Sigaku, Samboja. Mereka mendapat bantuan dari penduduk setempat. Tidak semua penduduk bersimpati pada mereka karena ada salah satu penduduk yang melapor pada Kempeitai Jepang di Balikpapan mengenai keberadaan penyusup itu di Samboja. Atas laporan itu Jepang segera bertindak dengan mengirim sekompi pasukan untuk memburu para penyusup itu.
Ketika pasukan Jepang berusaha menangkap mereka, penyusup SAD Force itu berlari kearah hutan Sigaku yang lebat. Dua anggota SAD Force tertangkap Jepang ketika merusak sarana komunikasi milik Jepang di Sungai Tiram. Dengan menambah jumlah pasukan, para penyusup itu terus diburu tentara Jepang. Akhirnya, hutan itu dipagar betis oleh pasukan Jepang agar para penyusup tidak bisa lolos lagi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit antar pasukan itu. Pasukan khusus SAD Force tidak mau menyerah dan terus mealwan pasukan Jepang yang jumlahnya lebih dari satu kompi itu.
Penyusup SAD Force terus membobol kepungan pasukan Jepang yang sudah rapat itu. Penyusup itu berhasil membedah kepungan pasukan Jepang yang dianggap lemah dengan tembakan bertubi-tubi sehingga prajurit yang mengepung itu tewas. Kecuali seorang petugas radio yang ditangkap, penyusup SAD Force berhasil meloloskan diri dari kepungan Jepang itu.
Misi ini seolah tanpa hasil karena belum cukup memperoleh data. Mereka kembali ke pangkalan mereka di kepulauan Morotai dengan dijemput oleh pesawat Catalina—bersama penyusup SAD Force terdapat empat orang penduduk setempat yang kemudian dimintai keterangan mengenai posisi Jepang di Balikpapan. Tetap saja belum ada informasi intelejen yang layak yang digunakan untuk merencanakan penyerbuan ke Balikpapan. Setelah penyusupan itu gagal, Penjawat (camat) Samboja A.R. Ariomidjoyo, Mantri Polisi H. Anwar, dan Kepala kampung H. Arief ditangkap dari rumahnya. Atas tuduhan membantu penyusup SAD Force ketiga orang itu dieksekusi tanpa diadili terlebih dahulu.
Pasukan Sekutu terus mencari data intelejen dengan berbagai cara termasuk dengan pemotretan udara oleh pesawat B-29 dari Mariana dan pesawat P-38 dari Morotai. Rombongan pesawat itu juga melakukan serangan pendahuluan pada bulain Mei 1945 dengan pemboman udara di balikpapan dan Sanga-sanga.
Perlahan-lahan peta pertahanan Jepang, hasil pemotretan udara, bisa dijadikan pedoman untuk menghancurkan kedudukan pasukan Jepang di Balikpapan. Tentu saja gambaran pasukan sekutu atas instalasi Jepang yang akan diserang semakin hari semakin jelas. Pos pertahanan Jepang lebih mirip seperti WC umum yang tersebar melingkar di Gunung Dubbs—sebuah perbukitan kearah laut diatas kota Balikpapan. Rupanya, pasukan Jepang yang disiagakan di Balikpapan semakin ditambah dengan adanya prajurit dari Banjarmasin dan pelarian dari Tarakan yang kalah bertempur melawan sekutu. Mereka semua datang dengan jalur darat. Pasukan Jepang dari Kaigun Konkyochitai—bagian dari pasukan khusus Armada ke-22 mulai membangun garis pertahanan di perbukitan yang tersebar di kota Balikpapan.
Keadaan pertahanan Jepang di Balikpapan ternyata membuat sekutu berpikir ulang untuk bertempur merebut Balikpapan. Diperkirakan korban yang akan tewas dalam serangan itu mencapai empat kalilipat dari jumlah korban saat menyerang kota Tarakan. Muncul banyolan dikalangan perwira sekutu, lebih baik kota Balikpapan “ditenggelamkan dari muka bumi”. Seperti halnya Jerman, Jepang sering membuat tipuan yang mengecoh pilot pesawat pengintai maupun pemburu dengan membuat sebuah pangkalan yang terlihat besar dan kuat padahal palsu. Tentu saja ini melahirkan sebuah kecemasan yang berlebihan.
Bagi seradu Jepang, Balikpapan adalah benteng alami paling ideal. Tidak perlu membangun jaring anti kapal selam maupun jaring anti kapal seperti yang dilakukan Jepang di Tarakan. Perairan Teluk Balikpapan tergolong dangkal. Sangat tidak mungkin bagi sebuah kapal selam untuk menyerang langsung pangkalan ditepi pantai Balikpapan. Alur teluk Balikpapan yang sempit sangat erfektif bagi pemasangan ranjau laut di mulut Teluk Balikpapan dimana kapal-kapal sekutu akan masuk dari situ.
Terlepas kecemasan pasukan sekutu betapa kuatnya Balikpapan, rupanya Angkatan laut Jepang tidak beraksi di sekitar teluk Balikpapan. Kapal-kapal perusak ringan dan torpedo hanya ada beberapa unit dan tidak sepenuhnya layak untuk bertempur di Pelabuhan Semayang. Kali ini Jepang hanya berkonsentrasi bertempur di darat. Beberapa kapal Kaigun Jepang yang layak tempur banyak disebar dan bersembunyi di teluk-teluk dangkal atau di muara sungai Mahakam. Maksudnya untuk menghindari torpedo sekutu. Kekuatan laut Jepang mulai melemah di daerah yang didibawah wewenang Angkatan laut Jepang itu. Kekuatan udara Jepang di lapangan Sepinggan juga semakin lemah, hanya ada beberapa jenis pesawat yang sudah ketinggalan zaman—sementara pesawat sekutu semakin diperbarui dan sudah dirancang untuk menghadapi pesawat Jepang yang kelemahannya sudah dikaetahui sekutu. Selain pesawat kuno, yang lain hanya pesawat rongsokan tidak layak terbang. Pesawat-pesawat Jepang itu sudah habis untuk mempertahankan pulau Luzon. Pasukan darat Jepang juga kalah jumlah dari pasukan sekutu. Jepang hanya memiliki 10.000 pasukan khusus Armada ke-22 Konkyochitai dibawah komando Laksamana Muda Kamada. Sejak serbuan Jepang ke Filipina, pasukan Jepang di Indonesia—termasuk di balikpapan—telah kehilangan kontak dengan Markas Besar militer Jepang di Tokyo sehingga pasukan Jepang di Indonesia bertindak mandiri. Sementara itu, jumlah pasukan sekutu sendiri sudah mencapai 21.000 personil. Itupun baru yang berasal dari Divisi ke-7 Tentara Australia.
Pengalaman menyerbu Tarakan yang dirasa pahit, pasukan sekutu berusaha untuk menekan jumlah korban seperti yang terjadi di Tarakan—karena gempuran Laut dan udara sekutu tidak berhasil menghancurkan artileri Jepang maka banyak tentara Australia yang menjadi korban ketika mendarat di Tarakan. Taktik sekutu adalah dengan melakukan pemboman terlebih dahulu terhadap Balikpapan selama 20 hari—sebuah pemboman terlama oleh sekutu selama perang Pasifik. Menurut rencana panglima tertinggi komando sekutu di Pasifik, Jenderal Douglas MacArthur dan Panglima Tentara Asutralia, Jenderal Thomas Albert Blamey beseryta staf bawahan mereka akan meyaksikan jalannya pernyerbuan. Para perwira tertinggi itu ingin melihat taktik baru tentara Jepang ketika wilayah penting mereka diserbu.
Sang Pembebas dari Australia
Suatu hari yang cerah, 21.000 prajurit dari divisi ke-7 Australia yang bersiap menuju Balikpapan, terlihat berdesakan diatas kapal angkut prajurit. Kapal itu bersiaga sekitar 15 KM dilepas pantai Balikpapan. Pukul 08.00 kapal-kapal sekutu dari berbagai jenis bergerak mendekati Balikpapan dengan membentuk formasi kipas.
Mereka dalam posisi siap tembak dan hanya menunggu perintah dari radio untuk menembak. Ketika aba-aba yang ditunggu tiba, maka secara serentak tembakan sekutu dari laut mulai menghantam kota Balikpapan. Pagi itu, ledakan menggelegar terjadi dipesisir pantai Balikpapan. Asap pekat lalu menutupi pemandangan kota Balikpapan dari laut. Tentu saja kabut asap itu menutupi pandangan kapal-kapal sekutu tadi oleh tembakan peluru mereka sebelumnya.
Setelah kabut-kabut asap itu reda, maka giliran pesawat-pesawat dari kapal induk sekutu melakukan pemboman terhadap Balikpapan—tidak lupa mencari dan menggempur pos pertahanan Jepang. Pesawat F6F Hellcat melakukanan pemboman terhadap Lapangan Terbang Sepinggan lalu ke Parramatta Ridge (Pasir Ridge sekarang. Semetara itu, pesawat pembok penukik SB2C Haldiver menghancurkan baterai Meriam milik Jepang disekuitar Gunung Dubbs. Sementara itu, pesawat pembom torpedo TBM Gruman Avanger terbang mengitari teluk Balikpapan yang dangkal sereta mengitari muara sungai untuk menghancurkan kapal Jepang yang bersembunyi. Tetap saja perang udara terjadi, beberapa pesawat Jepang sempat terbang dan memberi perlawanan, namun berhasil dirontokan oleh pesawat Hellcat. Sementara itu pesawat Haldiver juga mendapat perlawanan dari baterai meriam anti serangan udara. Di tempat lain, pesawat pembom torpedo berhasil melakukan tugasnya dengan baik.
Di Muara Jawa, sebuah kapal penjelajah kuno milik Jepang berhasil di tenggelamkan. Di Muara Pegah, dua kapal Jepang juga dihancurkan. Begitun di Muara Pantuan. Satu persatu kapal Jepang itu ditenggelamkan sebelum melakukan perlawanan. Setalah pesawat-pesawat tadi beraksi, maka pesawat sekutu yang lain datang dari Morortai. Rombongan pesawat ini terdiri atas P-38 Lighning; B-24 Liberator; B-25 Fortress; pembom Corsair; pembom Duntless (Amerika); pesawat pemburu Beaufighter . pesawat-pesawat itu menyerang secara serempak. Tentu saja kota Balikpapan yang menjadi pertahanan Jepang menajdi porak-poranda. Selama 20 hari Balikpapan menjadi sasaran bom sekutu dari udara dan laut.
Tentu saja Balikpapan harus menanggung kehancuran dari peluru-peluru sekutu. Tidak hanya berupa bangunan tetapiu juga tumbahan pantai yang membuat pantai-pantai Balikpapan botak. Kota Balikpapan, terutama diantara daerah Kilang Minyak dan Klandasan benar-benar habis tinggal puing. Porak porandanya Balikpapan bukan berarti tamatnya pasukan Jepang—yang kebanyakan bertahan diatas gua-gua seperti di Manggar yang nyaris tidak tersentuh bom sekutu. Pemboman hanya membuat prajurit Jepang itu masuksemakin dalam kedalam gua. Setiap ada kesempatan pasukan Jepang itu berusaha memasang meriam dimulut gua untuk menembaki sekutu yang mulai mendarat.
Perwira sekutu nampak puas meilihat Balikpapan hancur walaupun belum yakin kekuatan pasukan Jepang di kota itu benar-benar habis. Posisi meriam Jepang di gua Manggar yang mengarah laut di perbukitan tidak mampu dihancurkan dari kapal-kapal sekutu di Teluk Balikpapan. Perwira teringgi komando sekutu lalau sepakat untuk menjatuhkan bom Napalm pada pertahanan Jepang yang berada di pesisir pantai. Untuk pemboman ini akan dilakukan oleh puluhan pesawat B-29 Super Fortress yang berpangkalan di Lapangan Easley Mariana.
Bisa dibayangkan betapa hancurnya Balikpapan bila tiap bom yang dijatuhkan memiliki daya hancur besar. Hampir 90% kota Balikpapan saat itu menjadi tempat kremasi bagi prajurit Jepang oleh bom-bom bakar sekutu dari udara, karena bom-bom bakar itu pula Balikpapan menjadi lautan api lalu menjadi puing-puing dan kota mati.
Tentara sekutu, Australia, mendarat pada 1 Juli 1945 di Balikpapan. Usaha pendaratan sekutu ke Balikpapan dimulai dari serangan laut sejak 26 Juni dan selesai pada 15 Juli 1945, dengan didudukinya Balikpapan oleh sekutu maka, Balikpapan terbebas dari tangan Jepang. Kondisi kota Balikpapan setelah pendaratan sekutu bisa dibilang hancur karena serangan meriam sekutu dari laut. Minyak menjadi berkah sekaligus petaka bagi Balikpapan—karenanya Balikpapan ikut terseret dalam kejamnya arus Perang Dunia, dimana Balikpapan dipaksa menjadi bagian sejarah perebutan atas hegemoni blok fasis melawan kapitalis dan komunis dunia.
Pasukan Jepang yang terdesak di Balikpapan berusaha melarikan diri ke Samarinda—seperti yang dilakukan oleh pasukan Kamada. Mereka berlari menghundari bayaqngan kekalahan yang ada didepan mata mereka. Kendaraan mereka akhirnya berhenti setelah 48 km berjalan karena kendaraan mereka aus dan bensin yang habis. Akhirnya pasukan Jepang berjalan kaki bersama penduduk sipil yang mengunmgsi karena Balikpapan yang menjadi lautan api karena hujan bom bakar sekutu dari udara. Mereka melewati jalan setapak untuk menghiundari buruan pesawat sekutu. Mereka berjalan melewati daerah sekitar Loa Janan, perbatasan Kutai dan Samarinda sekarang. Pasukan Jepang itu melewati hutan rimba dengan melawan penyakit dan lapar. Beberapa prajurit Jepang harus menemui ajal dalam perjalan menuju Samarinda itu. Karena diserang malaria, beri-beri dan kelaparan. Tercatat sekitar 4.000 prajurit tewas selama pelarian.
Setelah pemboman selama 20 hari itu, akhirnya 21.000 prajurit Australia dari Divisi 7 mendarat juga setelah menunggu lama diatas kapal pendarat pasukan. Mereka, dengan memakai topi rimba mendarati pantai Balikpapan. Pasukan mendarat tanpa pewrlawanan berarti dari tentara Jepang yang sebagian tewas dan sebagian lagi mundur ke Samarinda. Prajurit Australia itu hanya mendapati tentara-tentara jepang yang tewas dianatara puing-puing akibat hujanan bom bakar dari sekutu. Tentara Jepang yang tewas itu tewas terkubur di lubang perlindungan, terkurung di terowongan, terapung di sungai atau parit perlindungan. Hanya 10 orang serdadu Jepang yang berhasil ditawan hidup-hidup. Beberapa prajurit Jepang yang tidak mau menyerah juga melakukan harakiri ala ksatria Jepang kuno. Mereka ditemukan berbaring penuh luka dan ketakutan setelah pemboman selesai dan prajurit Australia mendarat.
Setelah pasukan Australia mendarat di pantai Balikpapan, Jenderal Dauglas MacArthur bersikeras untuk ikut mendarat ke Balikpapan. Awalnya, Barley, seorang juru sinyal memberi isyarat agr menunda dulu rencana pendaratan sang Jenderal karena mortir Jepang masih melawan. Tetap saja sang Jnederal bersikeras untuk mendarat—dengan terpaksa sebuah sekoci dipersiapkan. Bersama perwira staf dan wartawan perang, sang jenderal kemudian mendarat di pantai. Tanpa rasa takut, sang Jenderal ikut menaiki bukit Balikpapan setinggi 200 yard, dekat dengan garis pertahanan Jepang. Diatas, sang Jenderal meminjam peta dari seorang Brigadir Jenderal Australia untuk mempejari posisi musuh ditengah hujanan peluru Jepang yang nyaris mengenai kepala MacArthur.
Tiba-tiba seorang Mayor Australia datang memberi tahu diatas bukit ada senapan mesin Jepang yang masih aktif. Belum selesai mayor itu melapor, peluru senapan mesin itu merentetkan pelurunya kerah rombongan Jenderal itu. Semua anggota rombongan, kecuali MacArthur tiarap. MacArthur tetap mengamati peta tanpa peduli dengan tembakan senapan mesin Jepang itu. Selesai dengan peta itu, MacArthur langsung mengembalikannya pada Brigadir Jenderal Australia itu. Kepada Brigjen tadi MacArthur berkata:”Ayo kita pergi kesana dan melihat apa yang sedang terjadi. Tapi ngomong-ngomong Brigadir, saya kira merupakan satu ide yang baik jika serdadu patroli mengambil terlebih dahulu senapan mesin itu sebelum ia menghajar kita.”
Setelah Balikpapan dikuasai sekutu pada 1 Juli 1945, tercatat 5.700 serdadu Jepang tewas terpanggang oleh bom bakar sekutu dari pesawat pembom B-29. ditambah lagi 4.000 tentara Jepang yang tewas dalam pelarian ke Samarinda. Penyerbuan sekutu ke Balikpapan tidak memberi manfaat karena segala fasilitas telah hancur oleh bom sekutu. Kilang minyak yang mereka temui juga tinggal puing saja. Instalasi minyak itu sebelum dibom sekutu juga telah dibumihanguskan Jepang. Pasukan sekutu boleh tidak mendapat minyak, namun mereka bisa menghabisi kekuatan Jepang yang tidak kenal ampun dan menyerah ketika mereka sedang diambang kekalahan sekalipun. Kali ini minyak bisa diacuhkan, yang terpenting adalah merebut Balikpapan yang menjadi kunci untuk mengalahkan kekuatan Jepang di Indonesia—terutama pasukan Jepang yang ada di pulau Jawa.
Kekalahan Jepang di Tarakan dan Balikpapan menjadi awal kekalahan Jepang di Indonesia sebelum sekutu menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hirosima—yang membuat Jepang menyerah tanpa syarat di kapal USS Missouri pada 14 Agustus 1945. pembebasan Balikpapan adalah juga salah satu pembebasan Indonesia dari cengkraman fasisme Jepang di Asia.
Gmbar: Balikpapan, dalam foto yang diambil dari udara, menjadi medan perang ketika pasukan sekutu mendarat ke Balikpapan dan mengalahkan Jepang.
Gambar: Pasukan Australia yang bersiap mendarat dan melucuti Tentara Jepang yang kalah setelah pemboman udara atas Balikpapan selama 20 hari.
Gambar: Pasukan Australia baru mendarat di pantai Balikpapan. Tampak daratan Balikpapan yang hangus terbakar oleh bom sekutu.
Gambar: Pasukan infanteri bersiap mendarat di pantai. Tampak kepulan asap dikota yang telah dibom dari udara. Pasukan ini adalah bagian dari operasi pendaratan Pasukan Divisi 7 Australia di Balikpapan.
Gambar: Aksi prajurit Baterai Meriam Australia yang berusaha membungkam perlawanan Jepang pasca 20 hari pengeboman Balikpapan oleh sekutu.
2
Balikpapan Merdeka dan Membangun
Tahun 1945, adalah zaman baru bagi jutaan orang-orang Indonesia. Kehancuran pasca perang dunia membuat banyak orang bangkit kembali menjalani hidup. Balikpapan pun bangkit dari itu semua.
Balikpapan berbenah lagi dari puing-puing perang. Kembali lagi menjadi daerah kaya minyak kata banyak orang diseberang lautan. Sebenarnya, Balikpapan hanya persingggahan minyak saja hingga orang bilang Balikpapan kaya minyak. Minyak-minyak dari perut bumi Kesultanan Kutai Kertanegara itu harus mengalir panjang melewati pipa-pipa besi yang besar yang berkilo-kilo panjangnya. BPM bangun pipa-pipa itu. Ada juga minyak yang diangkut dengan tong-tong besar dari luar Balikpapan. Minyak-minyak BPM itu, sebelumnya ikut mempertebal kantong Wangsa Orange di Holland sana. Karenanya, ribuan nyawa melayang demi tetesan minyak yang terus mengalir di Balikpapan.
Sementara itu, pasar-pasar pun mulai ramai. Klandasan jadi pusat kota lagi. Kebun Sayur tetap ramai. Orang-orang Bugis-Makassar yang raja lautan itu masih berjualan ikan hingga puluhan tahun sesudahnya. Orang-orang Banjar jual pakaiaan, emas dan juga makanan. Orang-orang Jawa yang tidak sudi jadi kuli pilih dagang sayur. Balikpapan tidak punya sawah. Hingga beras harus menunggu kapal dari Sulawesi dan daerah lain.
Hujan jarang datang di musim kemarau. Orang-orang hanya berharap air dari sumur-sumur yang tidak terlalu banyaknya. Ada sedikit sungai di Balikpapan. Airnya pun tidak bisa diharapkan. Orang-orang Jawa biasanya tinggal di dekat aliran sungai yang jauh di pinggir kota dan laut. Musim hujan jadi musim yang ditunggu-tunggu.
Selama tentara Australia menguasai Balikpapan, mereka tidak mengganggu gerakan kemerdekaan pro Republik Indonesia. Tidak ada masalah bagi para Republiken di Kalimantan Timur, termasuk Balikpapan. Ketika NICA berkuasa, terjadi penahanan atas orang-orang Republiken oleh NICA. Kebanyakan mereka dipenjara di Balikpapan. NICA memiliki polisi tersendiri untuk memusuhi kaum republiken.
Melawan Kembalinya Tentara Belanda
Setelah pendaratan sekutu, keadaan dianggap aman. Semasa Revolusi kemerdekaan RI, Balikpapan sebagai kota penting dikuasai oleh Belanda. Dari kota ini, NICA beserta pasukan KNIL dan KL dipersiapkan untuk membungkam perlawanan pendukung RI yang berada diluar Balikpapan seperti di Sanga-sanga, Samboja maupun daerah lain yang posisinya agak kedalam. Tentu saja Balikpapan menjadi konsentrasi pasukan KNIL dan KL. Kendati bekerja untuk NICA, sebagian pasukan KNIL pribumi banyak yang menaruh simpati pada kemerdekaan Republik.`
Balikpapan setelah PD II adalah tumpukan puing-puing dari keganasan perang Pasifik. Bom-bom sekutu membabi buta menghancurkan Balikpapan yang dikuasai Tentara Jepang. Setelah Jepang menyerah dan Balikpapan diduduki Tentara Australia yang mewakili Sekutu, sebelum bulan Agustus 1945, mulailah NICA masuk ke kota Balikpapan. NICA mulai membangun kembali bangunan-bangunan kecil untuk kepentingan tugas mereka di Balikpapan—menjadikan Balikpapan sebagi bagian dari koloni Belanda seperti sebelum PD II.
Pendudukan Jepang dan Perang Dunia tentu saja menjadi tonggak semakin memanasnya semangat anti kolonialisme bagi rakyat Asia Tenggara. Sebagian orang-orang Balikpapan ada yang dengan berani mengambil sikap untuk melawan kehadiran kembali kolonilis Belanda dalam wujud baru bernama NICA. Pada 13 Januari 1946, di Balikpapan, lahir semacam gerakan anti kolonialis-imperialis yang dipimpin oleh Kasmani dan Suganda Cs. Mereka melawan tentara NICA yang ada di Balikpapan. Beberapa prajurit Australia bersimpati pada gerakan rakyat merdeka itu. Orang-orang pro republik yang berjuang mengusir Belanda itu tidak pernah berhenti melawan. Hingga Mei 1946 mereka masih menyerang kedudukan NICA di Balikpapan.
Dibawah kuasa NICA, berdasar Staatblad no 64 tahun 1946, Balikpapan dimasukan sebagai bagian dari Residentie Oost-Borneo. Status ini tidak bertahan lama, tidak lebih dari 4 tahun, karena penandatanganan Konferensi Meja Budar yang disusul Pengembalian Kedaulatan 1949 dan kemudian Balikpapan menjadi salah satu kota yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat—yang kemudian berubah lagi menjadi Republik Indonesia.
Berita proklamsi Republik Indonesia datang terlambat di Balikpapan. Antara 1945-1946, adalah masa berbenah kota Balikpapan. Salah satunya adalah merehabilitasi Kilang Minyak yang masih berstatus milik BPM. Tidak heran bila para pekerja BPM yang pribumi—terutama yang berasal dari Jawa atau yang memiliki jiwa merdeka—lebih disibukan oleh kerja mereka di Kilang Minyak yang dihancurkan oleh Jepang ketika mereka akan kalah dalam Perang Pasifik.
Melalui para pekerja BPM dari Jawa itulah berita proklamasi akhirnya tersampaikan di Balikpapan. Berita itu ditindaklanjuti dengan sebuah rapat raksasa di Lapangan Foni—di daerah Kampung Baru—dimana lahir pernyataan sikap rakyat Balikpapan tentang dukungan mereka pada Republik Indonesia yang baru lahir. Kendati masih ada usaha dan kekuasaan Belanda di Balikpapan, tetap saja keinginan untuk tidak tunduk pada kekuasaan kolonial adalah keinginan rakyat Balikpapan juga. Rakyat Balikpapan begitu berharap akan datangnya zaman baru yang damai, zaman dimana tidak dikuasai oleh orang asing.
Pada 13 November 1945: Demonstrasi rakyat Balikpapan di Karang Anyar, mengibarkan bendera merah putih. Demonstrasi ini dipelopori oleh rakyat Komite Indonesia Merdeka (KIM) pimpinan Abdul Mutalib. Mereka menuntut, agar Belanda angkat kaki dari Indonesia. Pidato Abdul Mutalib yang berapi-api soal penolakan terhadap Belanda di Indonesia yang baru merdeka itu membuat dirinya ditangkap. Akhirnya, Husein Yusuf membubarkan demonstrasi itu menghindari kerusuhan yang dirasa akan merugikan semangat perlawanan terhadap Belanda. Demonstrasi bubar teratur tanpa kekacauan. Sorenya, Abdul Mutalib yang ditangkap pihak berwenang pun dibebaskan, lalu di buang ke pulau Jawa.
Sesekali terjadi aksi berani terhadap Belanda. Pada 18 November 1945, terjadi pelemparan granat di sentral NICA, Kampung Baru, Balikpapan. Dilakukan oleh Misbach dan Sabrie.
Kaum pendukung kemerdekaan terus memperkuat diri. Pada 29 November 1945, Fonds Nasional Indonesia (Foni) didirikan, dipimpin Aminuddin Nata, Mas Saraman, dan S. Mawengkang.
NICA yang mulai menguasai Kalimantan Timur. Pengibaran bendera merah putih dilarang. Konferensi tentang kerajaan Kutai diadakan pada 17 Desember 1945. Dimana dibahas jika Kutai dibagi 5 Kepatihan: Kutai Selatan berpusat di balikpapan; Kutai Timur berpusat di Samarinda; Kutai Barat berpusat di Tenggarong; Kutai Tengah berpusat di Muara Muntai; Kutai Ulu berpusat di Long Iram. Keputusan ini baru diwujudkan tahun 1946.
Kaum pro kemerdekaan pun menjadi bahan pengawasan bagi aparat NICA. Di Samboja seorang mantan Gerindo bernama Djohan ditangkap NICA atas tuduhan kepemilikan senjata api. Di Balikpapan, Hasan Yusuf, yang juga mantan Gerindo, ditangkap NICA juga. Keduanya dulu aggota Gerindo.
Senjata api, sering dijual Tentara Australia yang berhasil merebut Balikpapan. Tentara Australia, sebelum meninggalkan Balikpapan sering menjual apa saja yang bisa mereka jual kepada warga Balikpapan yang kurang sandang, pangan, bahkan kelambu, pasca Perang Pasifik. Pakaian militer Australia pun tak ada masalah ketika dipakai orang sipil di Balikpapan selama tidak mengenakan tanda pangkat.
Pada 6 Mei 1946, Kubu pertahanan Belanda Bronbeek (RSU Balikpapan, lahan Puskib) digempur pasukan Abdurrahman Muhidin dan Limpat (HA Talib). Sebulan kemudian, 5 Juni 1946, Partai Ikatan Nasional Indonesia didirikan di Balikpapan. Ketuanya Aminuddin Nata. Sebulan kemudian, pada 6 Juli 1946, Pasukan Limpat di Tanjung Batu, Balikpapan, diserang patroli BElanda. Pada 11 Juli 1946, Di Kampung Sepaku (PPU) pasukan Limpat dan pasukan Abdurrahman Muhididn diserang tentara Belanda. Pada 16 Juli 1946 Pasukan pecahan dari Muhidin/Limpat diserang di Kampung Riko (PPU) dan mundur ke Paser. Pada 14 Agustus 1946, Pasukan Limpat dan Abdurrahman Muhidin diserang di Paser. Sejumlah pejuang gugur. di Balikpapan, JF Sitohang dan Ny Suwito membakar gudang NIGIO yang berisi hasil bumi untuk diekspor. Keduanya ditangkap di balikpapan. Pada 7 November 1946, Pasukan Anang Acil dkk menyerang Kamp Werk Kompie di Jembatan Bungkuk. Pada 11 November 1946, Markas Anang Acil di Kampung Damai, Balikpapan, diserang BElanda. Empat pejuang dan tujuh penduduk tewas.
Aksi-aksi terus berlanjut, pada 30 November 1946, terjadi Pelemparan granat di Manila Club di Muara Rapak yang epnuh tentara Belanda. Granat tidak meledak, tapi banyak yang tewas terinjak-injak. Kemudian, pada 1 Desember 1946, Seorang mata-mata Belanda mati dalam penyerbuan di Gunung Air Terjun. Polisi rupanya menyelidiki pelemparan granat di Manila Club.
Tanggal, 4 Desember 1946, Herman Rutambi berhasil melucuti patroli polisi di Sungai Wain, Balikpapan. Herman bergabung dengan pasukan Kasmani di Gunung Samarinda. Essok harinya, 5 Desember 1946, Penguasa militer Belanda melarang orang berjalan bergerombol lebih dari lima orang.
Tanggal 10 Desember 1946, Tangsi Loc di Pandasari dan tangsi polisi NICA di Gunung Pipa, Balikpapan, diserang pasukan merah putih. Tanggal 11 Desember 1946, Bentrokan pasukan merah putih dengan serdadu Belanda di Muara Rapak. Tiga penduduk terkena peluru nyasar.
NICA tentu bertindak keras kemudian, pada 12 Desember 1946, Polisi NICA dibantu militer menyerang pasukan merah putih di Gunung Samarinda, Balikpapan. Seorang polisi NICA ditawan. Tanggal 14 Desember 1946, dengan senjata berta dan empat truk pasukan, Belanda menyerang pasukan Merah Putih di Gunung Samarinda. Pejuang mundur ke Kampung Damai.
Tanggal 15 Desember 1946, Markas pejuang di Kampung Damai, Balikpapan. Puluhan pejuang Republik ditangkap. Esoknya, 16 Desember 1946: Pasukan Herman Ruturambi dan kawan-kawan yang lolos dari Kampung Damai kembali diserang di Gunung Bakaran, Balikpapan. Hingga tersisa lima pejuang, termasuk Herman, mereka mundur ke Handil Dua.
Tanggal 20 Desember 1946, Jip militer Belanda menggeledah rumah penduduk di Samboja termasuk kepala penjawat (camat) Abdul Gani. Ketika pulang ke Markoni, jip disergap pejuang. Seorang militer Belanda berpangkat vaandrig tewas.
Kedua ada Jembatan Merah di Balikpapan, masih di zaman perjuangan kemerdekaan sekitar tahun 1945-1947, Jembatan Merah ini juga menjadi saksi bisu pertempuran para pejuang Balikpapan.
Saat itu para pejuang Balikpapan menggunakan taktik gerilya untuk melawan Belanda yang mencoba menguasai kembali Balikpapan. Nah, di jembatan ini kerap kali pecah pertempuran antara pejuang dan tentara Belanda. Tak pelak, jatuh korban dari pihak pejuang yang gugur dalam pertempuran dengan tentara Belanda di jembatan ini.
Setiap usai pertempuran, jembatan ini selalu penuh dangan bercak darah dari tentara Belanda dan pejuang yang terluka. Karena itu oleh para pejuang jembatan ini dikenal dengan nama Jembatan Merah. Jembatan Merah tersebut kini masih ada. Dan setiap harinya dilewati kendaraan yang melintas dari dan ke kebon sayur.
Semasa Revolusi, di sekitar Balikpapan juga terdapat Barisan Pemberontak Republik Indonesia. Sebuah laskar perjuangan yang pimpinannya adalah Sutomo alias Bung Tomo. Laskar ini adalah yang terlibat di Pertempuran 10 November di Surabaya. Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, di Balikpapan tidak didirikan tentara reguler seperti di Jawa. Hanya ada laskar-laskar perjuangan yang bergerilya layaknya gerilyawan di hutan-hutan Kalimantan.
Gerilyawan di Kalimantan tentu tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya bisa lakukan gangguan kecil lalu menghilang dalam waktu cukup lama. Posisi tentara Belanda di Balikpapan cukup kuat. Terdapat sekitar satu Batalyon KNIL di Balikpapan. Tujuannya adalah menjaga kilang minyak. Sulit bagi gerilyawan melawan Batalyon KNIL itu.
Gerilyawan sulit sekali mendapatkan senjata. Sebisa mungkin mereka merampas senjata musuh. Yang tidak punya senjata api harus puas dengan senjata tajam biasa. Yang punya senjata api juga punya peluru yang sangat terbatas. Melawan serdadu KNIL yang bersenjata lengkap jelas mustahil buat mereka.
Gerakan gerilyawan di Kalimantan Timur lebih sering berada di hutan-hutan yang jauh dari kota. Hal paling hebat yang dilakukan gerilyawan di Kalimantan Timur adalah perlawanan mereka di kota Sanga-sanga pada 27 Januari 1947. Tetapi, perlawanan itu dengan cepat dihabisi tentara Belanda.
Artinya, gerakan gerilyawan pro republik sangat terbatas. Selain karena koordinasi yang kurang dengan tentara republik di Jawa, gerilyawan Kalimantan juga kekuarangan senjata pastinya. Para gerilyawan itu dilindungi oleh hutan belukar kalimantan yang sulit ditembus KNIL atau KL. Tentara Belanda, baik KL maupun KNIL lebih banyak hanya bertahan di daerah perkotaan.
Kehadiran TNI sebagai tentara reguler Republik di Balikpapan terjadi belakangan. Ketika Belanda mengembalikan kedaulatan Republik dan tentara Belanda mulai angkat kaki dari Indonesia.
Meski Balikpapan menjadi kota pendudukan Tentara Belanda, tak berarti rakyat Balikpapan diam saja. Gerakan melawan tentara Belanda tetap berjalan di dalam kota. Di tahun 1947, ketika posisi tentara Belanda begitu kuat dan banyak pemimpin pro Republik ditangkap, tetap saja sebuah surat kabar bernama Soeara FONI terus melawan dengan tulisan. Soeara FONI adalah media pro Republik di Balikpapan yan tetap terbit menentang Belanda di Balikpapan.
Masa-masa itu beberapa pemimpin, termasuk Aminoedin, ketua Ikatan Nasional Indonesia, masih ditahan NICA. Dalam sebuah edisi, Soeara FONI menulis, “sekali Repoeblikan, tetap Repoeblikan. Penangkapan oleh tentara atau polisi atas suruhan NICA adalah hal biasa. Pada 29 Mei 1947, Alie Effendi pengurus Panggoeng Selamat Datang (Taman Keramaian FONI). Alie ditangkap bersama Ponidin. Lalu ditahan selama beberapa bulan. Ada yang ditangkap lalu ada yang bebas. Atas kebebasan Alie, Soeara FONI berharap akan dibebaskan pula rekan-rekan mereka yang lain. Pada 30 Mei 1947, Thayeb Kusuma (seorang pengasuh Soeara FONI) ditahan Oditur Militer Balikpapan. Dia dituduh berkolaborasi dengan Balatentara Jepang di masa pendudukan Jepang.
Akhir Riwayat Andjing NICA
Balikpapan adalah kota penting dengan instalasi minyak. Tidak heran jika KNIL ditempatkan di Balikpapan. Kehadiran Andjing NICA juga cukup penting di kota itu. Setidaknya hanya menjaga kota dan instalasinya. Perlawanan bersenjata di Kalimantan timur tidak separah di Jawa. Andjing NICA tidak terlalu banyak musuh berat di Balikpapan. Perlawanan bersenjata dari pihak RI lebih banyak terjadi diluar kota balikapapan. Pemerintah NICA tentunya telah memperkuat militernya di kota balikapapan. Hingga angguan keamanan cukup minim. Dalam sebuah tulisan Bambang Sadaryanto Santoso di multiply.com:
Meskipun di Balikpapan masih ada sebahagian pasukan dari Yon Anjing NICA yang merupakan seteru lama (yang mundur dari Jawa Tengah) dan KMK hanya membawahi empat orang TNI saja, tampaknya tantangan itu dapat dilewati.
Dari buku Anjing NICA terbaca bahwa Yon V (Anjing NICA) / KNIL tsb. diangkut mundur dengan kapal laut, diantaranya adalah kapal Waibalong, pada bulan Desember 1949 dari Semarang dalam suasana hati depresi. Letkol Van Santen yg telah menjadi komandan Batalyon selama 4 tahun baru diganti dengan Letkol Van Loon. Pada pagi hari sebelum Waibalong bongkar sauh, Van Loon cedera akibat kecelakaan (jip nya menabrak pohon) sehingga pimpinan batalyon diserahkan kepada perwira paling senior, yaitu Kapten Schlosmacher. Sementara loading barang2 ke kapal cukup rumit sehingga banyak yang rusak. Setelah mendarat di Kalimantan, staf dan kompi staf nya ditempatkan di Balikpapan. Kompi-kompi lainnya ditempatkan di Samarinda, Samboja dan Sepinggan. Letnan Toorop yang saat itu menjabat Komandan Kompi dari Yon XIV/KNIL dan sudah beberapa lama bertugas di Balikpapan menulis: Karena jumlah perwira sangat minim, terjadilah situasi-situasi aneh. Saya Komandan Kompi 3 / Yon XIV, tetapi hrs merangkap komandan kompi staf / Yon XIV. Betul2 gila (helemal te gek) ketika saya harus juga mengurus kompi staf / Yon V (Anjing NICA) yang baru mendarat.
Ketika Batalyon Andjing NICA ditempatkan di Balikpapan, sebagian besar serdadu KNIL sebenarnya dalam kondisi terpuruk. KNIL yang dalam proses pembubaran. Seorang perwira KNIL di Balikpapan merasa mengalami situasi yang unik. Dimana dirinya harus sekaligus memimpin tiga kompi dari dua batalyon berbeda.
Semua anggota KNIL yang berminat beralih ke APRIS ditempatkan di Batalyon XIV. Sisanya ditempatkan di batalyon V yg kemudian akan dibubarkan. Si perwira ini, secara resmi pada tanggal 16 Mei 1950 juga dipindah dari Batalyon XIV ke Batalyon V. Namun dia tetap di batalyon sebelumnya juga sampai hari pembubarannya.
Aksi APRA (Westerling) di Bandung dan Jakarta. Juga Peristiwa Andi Azis di Makasar juga mempengaruhi anggota KNIL di Balikpapan. Nyaris saja aksi seperti itu terjadi di Balikpapan. Hal ini mungkin saja terjadi di kalangan KNIL yang sebagian besar temperamental. Schlosmacher menulis:
“Pemberontakan telah dilakukan di Balikpapan oleh anggota KNIL terutama yang asal Ambon, yang antara lain kecewa karena tidak diperbolehkan kembali ke Ambon. Mereka mengancam untuk membakar kilang minyak BPM. Mereka menduduki tangsi, menguasai gudang senjata dan amunisi serta menyekap beberapa perwira dan tidak mengijinkan seorang pun masuk tangsi. Untunglah situasi ini diselamatkan oleh Jenderal Scheffelaar, yang pernah jadi komandan Anjing NICA. Ia memerintahkan agar kapal Waterman - yg berisi ex KNIL (kebanyakan asal Ambon) yg baru dikalahkan APRIS di Makasar - singgah di Balikpapan. Lalu pimpinan pemberontak KNIL di Balikpapan yg asal Ambon dibiarkan berbicara dgn konco (teman2) nya di kapal. Pendekatan ini berhasil. Pemberontakan di Balikpapan diakhiri dan pemberontak setuju menyerahkan senjatanya bila mendapat perlindungan KL. Hal ini berlangsung dan orang-orang asal Ambon yg tidak mau beralih ke APRIS itu diberangkatkan dengan kapal ke Jakarta dan kemudian ke Negeri Belanda.”
Kondisi di Balikpapan mungkin berbeda dengan KNIL di Bandung,Jakarta, Malang, maupun di makassar. Dimana bekas KNIL itu harus menentukan pilihan yang keduanya tidak menyenangkan. Mereka terkalahkan secara politis. Diplomasi Belanda harus kalah dengan diplomasi Republik, walau secara militer, Belanda lebih unggul. Sebagian KNIL diberi pilihan juga untuk bergabung dengan tentara Republik. Soal ini Toorop juga menulis:
“Serah terima resmi dari pasukan KNIL (yang mau beralih ke APRIS) dilakukan melalui suatu upacara militer. Mayor Wiluyo (Puspoyudo), otoritas militer APRIS tertinggi setempat, menerima pasukan itu. Sisa pasukan KNIL (yg tidak mau beralih ke APRIS) secara resmi dibubarkan melalui surat Ratu Belanda tanggal 20 Juli 1950. Kelak Balikpapan (dan Dewan Kalimantan Timur) ikut mendukung peleburan RIS menjadi RI (NKRI) pada tanggal. 17 Agustus 1950.”
Bubarnya KNIL, berarti bubarnya Andjing NICA. Riwayat mereka tamat bersama riwayat NICA selaku pemegang kuasa atas daerah pendudukan Belanda di Indonesia semasa revolusi. Hingga bubarnya KNIL pada Juli 1950, beberapa Andjing NICA bertahan di Balikpapan. Sebelum KNIL dibubarkan, pada 20 Juli 1950, beberapa bekas anggota batalyon Andjing NICA bergabung dengan TNI. Letnan Smit adalah salah satu dari mereka. Bergabungnya beberapa Andjing NICA ke TNI tidak banyak ditulis oleh sejarawan Indonesia. Balikpapan adalah saksi dari bergabungnya beberapa anggota Batalyon Infanteri V bernama Andjing NICA itu.
Jadi Kota Minyak Lagi
Tentara Belanda boleh bubar, tapi Balikpapan masih dirasa belum aman. Pertengahan tahun 1950, ketika pergolakan daerah di bermunculan di beberapa daerah, seperti di Bandung, Jakarta, Makassar, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kaliantan Selatan dan lainnya, maka petinggi militer berwenang sangat berhati-hati. Daerah perairan pun diamankan.
Pada 12 Juni 1950, Komandan Brigade “C” merangkap Kom. STM IV mengumumkan larangan belajar dengan perahu, sekoci dan kapal di Teluk Balikpapan dan tepi-tepi pantai termasuk pantai Panajam Seberang. Pelarangan ini mulai berlaku sejak pukul 18.00 hingga pukul 05.00 pagi.. Maksudnya jelas menghindari adanya infiltrasi dari berbagai bahaya ancaman keamanan. Jam malam diberlakukan juga. Pelanggar jam malam akan ditangkap. Pada 11 November 1950, Komando Militer Kota (KMK) di Balikpapan mulai mengadakan jam malam, sejak pukul 24.00 menjadi jam 22.00.
Keesokan harinya pihak tentara mengadakan razia di kampung-kampung dan menggeledah rumah-rumah serta beberapa orang yang dicurigainya dibawa ke markas militer oleh tentara. Di antara orang-orang yang ditangkap terdapat Sastrosujitno, wakil ketua cabang Partai Murba merangkap ketua panitia anti-swapradja dan Hardjono, sekretaris Persatuan Tani Indonesia, buku-buku dan beberapa dokumen dari kedua orang tersebut turut disita.
Balikpapan tetap menjadi bagian dari industri minyak besar di Indonesia. Kilang-kilang minyak yang sudah ada sejak zaman kolonial, masih begitu berharga dimasa pemerintahan Sukarno. Balikpapan kemudian berkembang menjadi kota Bandar. Dimana terdapat lapangan terbang dan pelabuhan laut yang cukup ramai.
Balikpapan pun mulai jadi kota tangsi setelah tentara Belanda pergi. Mayor Waluyo Puspoyudo adalah komandan militer RI pertama yang sampai Balikpapan. Setelah tentara Belanda pergi Balikpapan mulai dibangun banyak instalasi militer. Entah berupa kantor, gudang amunisi, tempat latihan tentara atau perumahan bagi tentara.
Balikpapan kemudian menjadi pusat atau markas dari apa yang disebut Komando Daerah Militer (KODAM). Mulai dari KODAM Mulawarman yang hanya membawahi Kalimantan Timur dan terakhir adalah KODAM Tanjungpura yang menaungi keamanan seluruh Kalimantan. Banyak instalasi militer TNI di Balikpapan. Bekas tangsi KNIL sudah tidak ada lagi. Markas besar tentara (MAKODAM) lalu dibangun di sekitar Klandasan, tidak jauh dari Lapangan Merdeka dan Rumahsakit Pertamina.
Semasa Jenderal Hartoyo menjadi Panglima KODAM Mulawarman, BPM Shell sedang membangun pipa sepanjang kurang lebih 300KM dari Tanjung ke Balikpapan. Tenaga kerja yang dipakai adalah para transmigran yanG didatangkan oleh Jawatan Transmigrasi dari Jawa Tengah. Ketika mereka berangkat, mereka dijanjikan lahan (tanah). Sialnya, pejabat-pejabat korup Jawatan Transmigrasi kemudian menelantarkan mereka. Selesai proyek, pekerja yang tinggal di kamp Petung itu. Jumlahnya hampir seribuan. Keterlantaran membuat mereka jadi pengemis dan membanjiri kota Balikpapan. Mereka disebut Pengemis Petung. Fenomena ini terjadi sekitar tahun 1950an.
Semasa Kecik, seorang Insinyur Belanda yang mengajar di ITB, pernah akan menuju ke Balikpapan untuk menyelidiki kemungkinan pengeboran airtawar untuk kebutuhan air bersih kota Balikpapan. Kecik menyetujui rencana itu. Insinyur itu menumpang sebuah pesawat Garuda dari Jakarta ke Balikpapan. Sayangnya pesawat garuda itu kemudian tak pernah sampai Balikpapan. Pesawat itu kemudian hilang. Beberapa perwira TNI, kepala percetakan Negara Balikpapan dan orang sipil lainnya pun hilang dalam pesawat itu. Hario Kecik yang semula akan menumpang pesawat itu membatalkannya. Dia naik mobil ke Surabaya lalu naik pesawat ke Balikpapan.
Balikpapan menjadi daerah operasi perusahaan minyak asing. Kota Balikpapan pun menjadi kota penting lagi. Mengenai komplek perusahaan minyak asing di Balikpapan, Kecik menulis:
“Suatu masyarakat tersendiri dengan fasilitas-fasilitas mewah seperti klub, bioskop, kolam renang, lapangan golf, toserba, dan lain-lainnya. Dalam masyarakat seperti itu para pegawai menengah dan tinggi, asing maupun pribumi, hidup dalam suasana istimewa terlepas dari masyarakat biasa yang mengelilinginya.”
Pernah terjadi kematian pekerja karena terlindas mobil pengendara bule, tapi orang bule itu bebas dari tuntutan hukum karena masih orang perusahaan asing.
Ada toko Centraal inkoop & verkoop Organisasaties yang menjual barang-barang impor untuk keperluan pegaawai tinggi perusahaan. Barang-barang import ini masuk tanpa pajak.
Setelah Hario Kecik, posisi Panglima KODAM Mulawarman, dijabat oleh Soemitro. Kepada Brigadir Jenderal Soemitro—yang baru ditunjuk sebagai Panglima KODAM Mulawarman—Sukarno berujar: “Generaal Mitro, saya titip reffinaderij (kilang minyak) yang ada disana. Jagalah baik-baik!” Sumitro, dengan sepenuh hati lalu menjawab: “Baik, pak. Akan saya perhatikan.” Amanah Sukarno itu dijalankan Sumitro dengan menjaga stabilitas kota Balikpapan ditengah pusaran politik nasional yang kian memanas pada dekade 1960an itu. Soemitro juga tidak ragu untuk turun langsung berpatroli menjaga kilang minyak yang diamanahkan Panglima besar Revolusi kepadanya. Soemitro sendiri sering berkeliling di sekitar kilang minyak pada malam hari. Soemitro menjaga agar panas-nya situasi politik nasional tidak sampai membakar Balikpapan.
Atas usaha Sumitro, kota Balikpapan masih dianggap nyaman pada pertengahan dekade 1960an yang kacau. Balikpapan terhindar untuk menjadi ladang pembantaian orang-orang Komunis seperti yang terjadi di Jawa dan Bali—dimana telah memakan banyak korban yang mencapai angka ratusan ribu. Orang-orang Komunis, oleh Sumitro ditahan sebelum meletus G 30 S di Jakarta. Orang-orang Komunis itu banyak yang dilokalisasikan di Samboja dalam di dekat pantai.
Balikpapan dalam Orde Pembangunan
Sementara kota Balikpapan pelan-pelan berkembang. Kebutuhan masyarakat pun berkembang pula.
Warga kota Balikpapan di masa awal kemerdekaan pernah merasakan jalanan di kota Balikpapan begitu kecil dan tak banyak kendaraan. Dahulu, jarak antara rumah satu dengan rumah yang lain berjauhan. Bahkan banyak rumah yang jauh dari pusat kota dan sekolah. Sehingga banyak anak sekolah harus jauh berjalan kaki di tahun 1950. Sekolah menengah milik pemerintah di kala itu hanya ada di Gunung Pasir. Murid-murid yang rumahnya jauh dari gunung pasir pun banyak yang jalan kaki jarak jauh.
Di masa lalu, setelah kemerdekaan Indonesia, orang Balikpapan mengenal pernah merasakan nikmatnya naik taksi jamban. Kendaraan angkutan seperti oplet yang berasal dari jeep yang ditambah penutup papan. Banyak orang tua yang sejak sebelum tahun 1970an di Balikpapan pernah merasakannya, bahkan ingat. Di kemudian hari taksi jamban menghilang.
Balikpapan, menghadapi masalah air bersih bagi warga kotanya. Balikpapan pernah mendapat bantuan yang berupa kredit lunak dari Belanda yang diberikan pada beberapa kota di Indonesia.
Pada 20 Juli 1977, diresmian penggunaan jalan negara Balikpapan-Samarinda di Kalimantan Timur hari ini, Presiden Soeharto mengatakan bahwa pemerintah menyadari kencenderungan masyarakat untuk melakukan kegiatan di daerah yang mudah memenuhi berbagai kebutuhannya. Sehingga daerah tersebut akan lebih cepat berkembang dari daerah yang tidak mudah memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah akan mengusahakan keseimbangan pertumbuhan daerah.
Setelah tahun 1980, jalan di dalam kota Balikpapan diperlebar dan diperbanyak. Kualitas jalan raya menjadi perhatian. Usaha ini setidaknya telah dimulai di masa Syarifudin Yoes menjabat sebagai walikota. Usaha pelebaran dan penambahan jalan itu banyak memiliki keuntungan bagi warga yang merelakan tanahnya, karena jalan bertambah ramai.
Sejak 1984, jalur penyebrangan antara Balikpapan dengan Penajam sudah diusahakan. Jalur penyebrangan ini tak hanya menghubungkan Balikpapan Panajam saja, tapi juga menjadi penghubung penting antara Provinsi Kalimantan Timur dengan Kalimantan Selatan.
Sebagai kotamadya Balikpapan tak bisa dibiang ketinggalan dengan kota-kota Lain di Indonesia. Pada 6 Juni 1994, Balikpapan dapat Adipura bersama beberapa kota lainnya. Balikpapan menjadi kota bersih dan rapi. Balikpapan juga meraih Trofi Wahana Tata Nugraha Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto.
Sebagai kota yang menarik bagi pendatang yang ingin mengadu nasib, Balikpapan pun berkembang juga penduduknya. Banyak lahan kosong pun berubah jadi rumah atau ladang. Termasuk kawasan yag terhitung jauh dari kota. Pada 1997 Desember 12, diperkirakan sepanjang Balikpapan-Samarinda pada km 15-30 yang merupakan kawasan Hutan Lindung Sungai Wein, hampir 50% atau sedikitnya 4.995,46 hektar dari 10.025 hektar hutan sudah berubah jadi perladangan penduduk. Hal serupa juga terjadi di Taman Nasional Kutai (TNK)-Kaltim, yang hutannya terus bertambah dengan “jalan” bekas lalu lalang ratusan kendaraan truk angkutan kayu hasil tebangan liar. Balikpapan pun tak lepas dari ancaman banjir. Hal ini dikarenakan semakin gundulnya hutan.
Gambar: Sebuah jalan di sekitar lapangan Merdeka 1950 yang sampai sekarang masih rindang.
Gambar: Pulau Tukung (1950) yang begitu akrab bagi warga kota Balikpapan.
Gambar: Pabrik bata Karang Anyar 1950
Gambar: Rel trem yang terlihat di foto sudah tidak adalagi jejaknya sekarang.
Gambar: Areal Gelora Patra tahun 1950. Bangunan ini tampak baru dibangun setelah perang selesai.
Gambar: Benua Patra pada tahun 1950 yang sekarang berubah. Sebelumnya Gelora patra maupun Benua Patra adalah areal Societet tempat orang-orang Eropa berkumpul.
Gambar: Pasar Rapak pada tahun 1969) yang sekarang banyak berubah menjadi tempat perbelanjaan modern. Sebelumnya tempat ini pernah menjadi pasar rakyat.
Gmbar: Taksi Jamban (1970) angkutan model ini sekarang sudah tidak ada lagi dengan kendaraan angkutan sejenis mikrolet dimana orang Balikpapan sekarang biasa menyebutnya taksi.
Manuntung
Balikpapan, sebagai kota modern punya media massa sejak jaman colonial. Pernah ada De Balikpapan, sebuah surat kabar kecil berbahasa Belanda. Sepertinya Koran ini hanya dinikmati orang-orang yang bisa berbahasa Belanda saja. Kebanyakan pembaca adalah orang Belanda saja.
Koran terbesar di Balikpapan baru muncul akhir ekade 1980an. Pemerintah Kota Balikpapan turut serta dalam membidani kelahiran surat kabar yang awalnya bernama Manuntung itu. Suratkabar ini adalah cikal-bakal Kaltim Post. Ketika itu, Jawa Post yang berpusat di Surabaya sudah diambil alih pimpinannya Dahlan Iskan.
Koran ini juga bermula Aan, mantan Wartawan Tempo dan Sinar Harapan, punya gagasan menerbitkan harian di Kaltim. Sekitar petengahan 1987, Dahlan sepakat dengan gagasan Aan itu. Rizal Effendy SE menemui Aan dan mengatakan bahwa mingguan Manuntung milik Yayasan Pemda Balikpapan akan diterbitkan sebagai harian. Rizal, atas pemintaan Aan diminta menindaklanjuti rencana itu.
Kerjasama dengan Manuntung berjalan lancar. Pemimpin Perusahaan, H. Istiah Achmad dan Pemimpin Redaksi H. Mas Sulaieman kemudian menyiapkan beberapa persyaratan yang dibutuhkan. Rapat calon wartawan pun digelar di kediaman Aan di Jl. Lambung Mangkurat sebanyak 2 kali. Manuntung menyewa kantor di Jl Bhayangkara, dan sebuah bangunan disiapkan untuk menempatkan mesin cetak. Mesin cetak dan komputer yang akan digunakan untuk operasional Koran itu adalah mesin cetak eks Jawa Post. 5 Januari 1988, Manuntung pertama kali terbit sebagai Koran harian.
Pada tahun 1997 ManuntunG kemudian berubah nama menjadi Kaltim Post. Tercatat sebagai perintis adalah Dahlan Iskan (CEO Jawa Post Grup), Syafruddin Yoes (ketika itu walikota Balikpapan), dan Djok Mentaya (pendiri Banjarmasin Post). Dalam perjalanannya kemudian Dahlan Iskan melebur Kaltim Post dalam satu ikatan keluarga besar Jawa Post News Network (JPNN) yang secara total memiliki jaringan 80 suratkabar dan majalah dan 40 percetakan. Pertama terbit, Kaltim Post bermarkas di Jl. Wiluyo Puspo Yudo Balikpapan, lalu pindah ke Jl. A Yani no. 82 dan sekarang menempati Gedung Biru Kaltim Post Jl. Soekarno-Hatta Km 3,5 Balikpapan. Dalam perjalanannya, Kaltim Post terus eksis hingga menjadi koran terbesar di Kalimantan Timur dengan jumlah oplah rata-rata 40.000 eksemplar per hari.
Terus melebarkan sayapnya, kini Kaltim Post memiliki 7 group anak perusahaan, yaitu Post Metro Balikpapan yang merupakan koran harian kriminal terbit di Balikpapan, Samarinda Post koran harian kriminal terbit di Samarinda, Radar Tarakan koran harian umum terbit di Tarakan, Kalteng Post Koran harian umum di Palangkaraya-Kalteng, Radar Banjar Koran harian umum terbit di Banjarmasin-Kalsel, Radar Sulteng koran harian terbit di Palu, dan Radar Sampit Koran harian terbit di Sampit-Kalteng. Mengusung jargon Harian Pagi Pertama dan Terbesar di Kalimantan Timur, saban hari Kaltim Post muncul menyapa pembaca dengan 36 halaman, menyajikan pelbagai informasi untuk masyarakat Kalimantan.
Saat ini sudah ada beberapa media cetak yang terbit di Balikpapan. Keberadaan media massa di Balikpapan penting sekali untuk terus mencerdaskan warga kota dan juga menggerakan roda perekonomian warga kota Balikpapan.
Balikpapan Beriman
Sudah pasti wajah Balikpapan banyak berubah. Banyak bangunan baru. Juga banyak pendatang dan modal masuk ke Balikpapan. Balikpapan berkembang. Sebagai kota, Balikpapan punya banyak fasilitas kota bagi warganya, mulai dari pusat kesehatan, perbelanjaan dan juga pendidikan. Balikpapan berusaha menjadi kota bermasa depan.
Kota ini sekarang berusaha memperlihatkan wajahnya yang bersih, indah, aman dan nyaman seperti mottonya. Serta berusaha menjadi kota Beriman—seperti jargonnya Balikpapan Beriman. Motto kota ini adalah Gawi Manuntung Waja Sampai Kaputing—artinya apabila memulai suatu pekerjaan maka harus diselesaikan sampai tuntas. Beberapa banguan penting yang menjadi bagian dari pembangunan nasional terdapat di kota ini. Sepinggan yang telah menjadi bandara internasional, telah menjadikan Balikpapan sebagai gerbang Kalimantan Timur. Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (POLDA Kal-Tim) berkantor di kota ini. Begitu juga Markas Komando Daerah Militer (KODAM) VI Tanjung-Pura berada di kota ini.
Balikpapan pernah tidak menjadi markas KODAM selama beberapa tahun, ketika KODAM Mulawarman disatukan dalam KODAM Tanjungpura. Sebelumnya, markas KODAM Tanjung-Pura berada di Banjarmasin. Kepindahan markas KODAM itu terjadi sekitar tahun 1985,ketika Panglima KODAM dijabat oleh Mayor Jenderal Faizal Tanjung. Tentang Markas KODAM, Hario Kecik pernah menulis:
“Kantor besar perusahaan (minyak asing) raksasa internasional ini terletak di Balikpapan, meradiasikan pengaruh besar kepada kehidupan sosial ekonomi dan politik dari masyarakat Kalimantan timur. Markas KODAM IX Mulawarman juga berada di Balikpapan dan berdasarkan prinsip militer, sebuah markas komando harus ditempatkan di lokasi yang aman, agar dapat efisien dipertahankan dan memenuhi tuntutan lain bersifat militer. Markas KODAM tidak dapat dipindahkan ke tempat lain, bukan hanya karena masalah kesulitan teknis dan keuangan tetapi juga karena pertimbangan strategis, politis dan psikologis. Jadi harus dicari alternative tindakan yang dapat menjamin tuntutan tersebut di atas.”
Keberadaan instalasi kepolisian dan pertahanan di Balikpapan tentunya ikut menghindarkan Balikpapan dari kerusuhan. Hingga saat ini, diluar kasus kriminal biasa, Balikpapan jauh dari kerusuhan berbau SARA—meski banyak etnis menetap kota ini. Etnis paling dominan, seperti Bugis. Perkampungan yang cenderung bersifat kesukuan ada di kota Balikpapan. Orang-orang Bugis lebih banyak tinggal di daerah Kampung Baru, Manggar. Karang Jawa, Karang Bugis dan Karang Anyar banyak di huni orang-orang Bugis Banjar dan Jawa. Suku Jawa banyak bermukim didaerah Karang rejo dan Sumberejo. Walau begitu, paling sedikit telah terjadi pembauran diantara penduduk Balikpapan dan semakin menjadikan kota ini heterogen. Beberapa perkampungan banyak yang penduduknya adalah campuran seperti di daerah Gunung Sari, Gunung Malang dan Gunung Pasir.
Bertambahnya Balikpapan tentu saja akan membawa masalah baru dalam hal kependudukan. Kendati ledakan penduduk tidak besar, namun arus pendatang dari luar Balikpapan semakin besar. Mereka berasal dari Jawa dan pulau lain di Indonesia dan berbagai etnis. Pertumbuhan ekonomi Balikpapan menarik mereka untuk mengadu nasib di kota Balikpapan.
Hal ini sudah menjadi perhatian Imdad Hamid—walikota Balikpapan sekarang—sejak tahun 2001. Akhirnya jumlah pendatang yang masuk di kota Balikpapan dibatasi. Hal ini pastinya menimbulkan kesan “Balikpapan mengisolasi diri”—sebenarnya tidak, Balikpapan hanya ingin meredam masalah sosial pasti akan timbul oleh banyaknya penduduk dengan lahan ekonomi yang suatu saat semakin sempit.
Mata pencaharian orang Balikpapan seperti ada pengkaplingan—khususnya dalam hal perdagangan. Perdagangan sayur dan makanan biasa didominasi oleh orang-orang Jawa. Perdagangan kayu dilakukan oleh orang-orang Madura, perdagangan ikan dilakukan oleh orang-orang Bugis, perdagangan pakaian atau penjahit biasa dilakukan oleh orang-orang Banjar. Sementara untuk posisi pegawai pemerintahan maupun perusahaan swasta umumnya campuran. Tidak ada dominasi etnis didalam instansi manapun di kota Balikpapan.
Pusat keramaian kota ini masih tetap sama sebenarnya, walau saat ini pusat keramaian mulai disebar, ke daerah Balikpapan Baru (Ring Road). Sepanjang Jalan Jenderal Sudirman (Klandasan) adalah daerah yang masih ramai seperti dulu. Banyak pusat perbelanjaan dan perkantoran di sepanjang jalan itu. Angkutan umum dan kendaraan pribadi banyak melintasi jalan itu sepanjang hari. Keramaian Balikpapan mulai hilang setelah pukul 21.00 waktu setempat. Pukul 21.00 hingga pagi hari adalah waktu istirahat bagi seluruh kota Balikpapan.
Instalasi minyak yang sudah ada sejak dulu tentu saja masih ada di Balikpapan. Beberapa perusahaan minyak asing masih memiliki kantor di Balikpapan. Beberapa perusahaan alat berat juga terdapat di kota Balikpapan. Sebuah bandara bertaraf internasional juga berdiri di Balikpapan. Hal ini menjadikan Balikpapan sebagai pintu gerbang Kalimantan Timur.
Bandara yang besar dulu itunya pernah menjadi tonggak kelahiran maskapai penerbangan swasta bernama Bouraq Airline—yang didirikan oleh J.A. Sumandep. Maskapai itu bermula dari pesawat-pesawat yang memfasilitasi transportasi pegawai di Balikpapan. Kala itu Sepinggan masih berupa lapangan rumput yang semakin hari lapangan rumput itu berubah menjadi lapangan besar. Bouraq mulai beroperasi tahun 1970 dengan menghubungkan Jakarta, Balikpapan, Kalimantan dan Surabaya. Armada Bouraq adalah pesawat Douglas DC-3. buatan Amerika.
Balikpapan semakin terlihat maju sekarang. Orang-orang menilai dengan bertambahnya mall di Balikpapan adalah barometer kemajuan itu. Bandar udara Sepinggam juga menjadi alasan mengapa Balikpapan menjadi kota pelabuhan teramai di Kalimantan Timur. Balikpapan adalah kota terbuka yang bisa dimasuki dari banyak arah. Sebagai kota pelabuhan, orang dan barang yang memasuki Kalimantan Timur selalu melewati kota ini.
Kondisi Balikpapan yang menjadi gerbang Kalimantan Timur itu membuat Pemerintah Kota Balikpapan merasa perlu untuk selalu berbenah diri. Wajah Balikpapan haruslah lebih tertata, bersih dan nyaman dipandang oleh orang-orang yang melewati Balikpapan.
Kemudian muncullah jargon: Balikpapan Bersih, Indah, Aman dan Nyaman yang disingkat Balikpapan Beriman. Jargon ini sudah ada sejak zaman Syarifudin Yoes sebagai walikota. Setelahnya, Tjutjup Suparna meneruskannya. Tidak hanya meneruskan jargonnya saja tapi juga menuruskan program Syarifudin Yoes untuk menata kota Balikpapan seperti tertuang dalam jargon.
Untuk mendekatkan Balikpapan kepada wargakota Balikpapan, lagu Hymne Balikpapan diciptakan oleh Sam Bimbo. Lagu itu tercipta setelah adanya diskusi antara Sam Bimbo yang relijius dengan Tjutjup Suparna. Tjutjup Suparna menginginkan adanya gambaran tentang alam Balikpapan yang indah, juga usaha warga kota Balikpapan untuk menjaga kota agar bersih, indah, aman dan nyaman dalam lagu itu. Hingga kini Balikpapan Beriman terus menjadi usaha warga kota.
Balikpapan Terus Melangkah
Balikpapan masih menyisakan istilah asing yang mungkin saja berasal dari bahasa Belanda, ada beberapa jalan yang kendati sudah diberi nama yang berasal dari nama pahlawan masih saja orang-orang disekitar situ menyebutnya dengan nama sebelumnya. Seperti Straat I (Jalan DI Panjaitan) atau Straat III (Jalan Indrakila). Sebuah daerah Dam (dari bahasa Belanda artinya bendungan). Di komplek Pertamina juga terdapat sebuah pertigaan yang disebut Volker. Pengaruh bahasa kolonial itu menjadi penanda bahwa Balikpapan kota yang pernah dibangun oleh kaum kolonial Belanda.
Ada sebuah bukit yang sekarang menajdi kuburan orang-orang Cina dan Kristen. Namun orang-orang disekitar situ lebih sering menyebut “Kuburan Cina”. Untuk menyebut bukit di dekat kuburan itu orang-orang biasa menyebut Gunung Sentiling. Kata sentiling mungkin berasal dari kata steling (bahasa Belanda) yang artinya bersiaga.
Tempat lain dengan nama yang cukup unik adalah Stal Kuda di sepenajang Jalan Karel Satsuit Tubun. Stal mungkin berasal dari kata istal, tempat penangkaran kuda. Disana terdapat sekolah Kepolisian Bumi Tarungga. Bumi Tarungga berarti bumi kuda. Artinya di jalan-jalan di kota Balikpapan pernah diinjak lebih satu kuda. Sekarang ini, sulit ditemui ada kuda di dalam kota Balikpapan. Kuda-kuda itu mungkin di bawa dari luar Balikpapan untuk dipergunakan sebagai angkutan yang berhubungan dengan pengeboran minyak di Balikpapan. Kuda-kuda itu menghilang setelah munculnya teknologi kendaraan bermesin pada awal abad XX yang juga masuk ke Balikpapan. Selain kuda, alat transportasi lain yang sudah hilang adalah trem. Kota Balikpapan tidak sedikit-pun menyisakan bekas jalur-jalur trem itu.
Sepinggan, ini nama bandar udara bertaraf internasional di kota ini. Dari mana nama Sepinggan berasal. Mungkinkah daerah sepinggan dulunya pernah dilanda banjir yang tingginya sepinggang orang dewasa. Keseleo lidah orang-orang disana mungkin merubah kata sepinggang menjadi sepinggan. Ini hanya interpretasi penulis yang lemah saja dan masih harus dikaji lebih dalam setelahnya.
Ada juga sebuah bernama Prapatan—sebuah perkampungan penduduk yang cukup rapat. Apakah karena jarak rumah penduduk disini cukup rapat. Dahulu memang ada sebuah perusahaan pertambangan Batubara bernama Steepkolan Maatschappij Prapatan—perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di daerah Teluk Bayur (Kabupaten Berau). Perusahaan ini tidak meninggalkan apapun di Balikpapan kecuali nama Prapatan sendiri sebagai sebuah nama kampung yang cukup padat dan ramai didalam kota Balikpapan sendiri. Hampir tidak terlacak lagi bagaimana SMP sebagai perusahaan batubara yang mungkin saja memiliki kantor perwakilan di Balikpapan pada masa kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda..
BPM masih meninggalkan nama mereka pada sebuah meriam yang terdapat di Gunung Seteleng, Penajam. Arah meriam ini tepat kearah kota Balikpapan. Kemungkinan meriam ini dipergunakan oleh Belanda dan sekutu untuk menembaki Tentara Jepang yang telah menduduki kota Balikpapan.
Hingga hari ini, Balikpapan masih menjadi kota buruh. Banyak buruh minyak bekerja. Sirine atau suling selalu berbunyi setiap pagi sebagai waktu dimulainya waktu bekerja. Kota ini kemudian baru menjadi kota dagang atau kota jasa yang lebih ramai. Balikpapan semakin ramai dan hiburan semakin ramai. Balikpapan yang sudah menjadi kota industri pelan-pelan mengarah pada pariwisata.
Balikpapan, dalam perkembangannya, Balikpapan menjadi kota bagi banyak pendatang. Pemimpin kota sepakat menganggap Balikpapan sebagai “kampung pendatang.” Karenanya, konflik harus diredam dengan menciptakan kebersamaan dan keadilan sosial untuk semua. Ini menjadi modal dan ciri khas dalam perjalanan sejarah kota Balikapan.
Balikpapan merupakan kota yang tergolong unik di Kalimantan Timur. Kota ini punya latar-belakang yang berbeda dengan Samarinda—yang merupakan ibukota Kalimantan Timur. Dengan cepat masyarakat Balikpapan menjadi masyarakat modern. Dimana segala isu perubahan diterima dengan cepat. Kota Balikpapan yang luasnya tak terlalu besar, keteraturan lebih tercipta. Termasuk di jalan raya, dimana budaya mengalah di jalan raya masih terpelihara. Pejabat berusaha memberi contoh di jalan raya untuk itu.
Penamaan tempat yang menjadi bagian dari sejarah Balikpapan itu harus terlupakan dengan semakin sibuknya warga Balikpapan dengan perubahan. Balikpapan bisa jadi bukan kampung halaman beberapa orang tua yang datang dari luar Balikpapan, namun bagi anak-anak mereka yang lahir dan besar di Balikpapan, sudah menjadi sebuah kebanggaan untuk menjawab pertanyaan dari mana meraka berasal. Anak-anak itu dengan bangga bilang: Balikpapan. Pada stiker yang ditempel di sepeda motor mahasiswa asal Balikpapan di Yogyakarta, terdapat tulisan: Cah Balikpapan.
Kata-kata itu yang seolah membanggakan diri sebagai putra kelahiran Balikpapan. Artinya Balikpapan bukan sebuah daerah yang memalukan dan tidak akan merasa kalah dengan Jakarta yang metropolis. Mereka, naka-anaka Balikpapan di kampung orang itu merasa Balikpapan adalah kota metropolitan juga. Kota dengan keanekaragaman suku, bahasa dan kebudayaan yang saling berbeda.
Sebagai orang yang lahir, besar atau sekedar numpang hidup saja di Balikpapan, tak ada salahnya kita semua mengaku sebagai Balikpapaner
Anugerah yang Engkau berikan
Pada kami Kota Balikpapan
Terbentang Indah dan menawan
Antara hutan bukit dan lautan
Rasa syukur kami panjatkan
UntukMu Tuhan Yang Maha Esa
Membangun kota tercinta
Bersih Indah Aman dan Nyaman
Balikpapan Balikpapan
Kubangun kujaga kubela
Balikpapan Balikpapan
Terima kasih Tuhan Tercinta
(Hymne Balikpapan)
Referensi
Buku:
Abdul Gani (1993) Kronik Perjoangan Rakyat Kalimantan Timur, Samarinda&Jakarta, Jakarta Kaltim Group.
Abdul Haris Nasution (1977) Sekitar Perang Kemerdekaan II, Jakarta & Bandung, Angkasa.
Abdulrahman Karim (1956) Kalimantan Berdjuang, Jakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka.
Argo Wikanjati (2010) Kumpulan Kisah Nyata Hantu di 13 Kota, Yogyakarta, Narasi.
Agus Suprapto (1996) Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, Samarinda, Lembaga Pariwara kalimantan Timur.
Amiruddin Maula (1994) Cerita Rakyat Dari Kalimantan Timur, Jakarta, Grasindo.
Buku Kenang-Kenangan Alumni KMA Breda; Yayasan Wira Bakti. Tanpa kota dan tahun.
Iwan Santoso (2004) Tarakan “Pearl Harbour” Indonesia (1942-1945), Jakarta, Primamedia Pustaka.
Kementerian Penerangan (1955) Republik Indonesia: Kalimantan, Jakarta, Kementrian Penerangan.
Lapre, S.A. (1987) Het Andjing NICA Bataljon (KNIL) in Nederlandsche-Indie (1945-1950), Ermelo.
Meel, P. Van (ed) (1990) Gedenkschrift Koninklijk Nederlandsche Indische Leger, Dorddrecht: Stichting Hardenskring Oud-KNIL Artilleristen Stabelan.
Ong Hok Ham (1989) Runtuhnya Hindia Belanda, Jakarta, Gramedia.
Palagan Perebutan Kota Minyak Sanga-sanga (1982) Balikpapan, Yayasan 27 Januari,
Persatuan Djaksa-djaksa Seluruh Indonesia (1955) Peristiwa Sultan Hamid II,Jakarta, Fasco Jakarta.
Petrus Kanisius Ojong (2005). Perang Pasifik, Jakarta, Kompas
Poeze, Harry Albert (2008) In Het Land van de Overheerser: Indonesier in Nederland 1600-1950, ab. Hazil Tanzil & Koesallah Toer, Di Negeri Penjajah: Orang-orang Indonesia di Negeri Belanda (1600-1950), Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
R.P. Suyono (2003) Peperangan Kerajaan Di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah, Jakarta, Grasindo.
Ramadhan K.H (1994) Soemitro(Mantan Pangkopkamtib): Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkopkamtib,Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
Sudibjo dkk (1979), Indonesia dan Dunia Internasional 1978, CSIS.
Staatsblad van Nederlandsch Indie Over Het Jaar 1913 (1914) Batavia, Landsdrukkerij.
Tjilik Riwut (1979) Kalimanatan Membangun, Palangkaraya.
Tim Penyusun (1994) Kalimanatan Timur: Profil Provinsi Republik Indonesia. Yayasan bakti Nusantara.
Tim penyusun (1978) Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Valentijn, François (1724) François Valentijn’s oud en nieuw Oost-Indien Volume 3, sGravenhage, HC Sassen.
Wilson (2008) Orang dan Partai NAZI di Indonesia, Jakarta, Komunitas Bambu
Film:
Moeder Dao (1994) karya Vincent Mannikendam (Film Dokumenter tentang Hindia Belanda 1912-1930)
Saksi Mata: Jugun Ianfu (Ditayangkan Trans7, 22 Desember 2007, pukul 21.30 malam)
Koran:
Andalas edisi: 22 April 1924
Antara edisi: 20 Juli 1977
Bintang Soerabaia edisi: 14 Mei 1911: 27 Juni 1911
Djawi Kondo edisi: 18 Mei 1919
Kompas edisi: 20 Juni 1977;7 JUni 1994: 22 September 1994: 13 Desember 1997: 25 Agustus 2003
Pandji Poestaka edisi: 10 Maret 1931; 23 Juli 1935; 15 Februari 1939
Pedoman edisi: 19 Juni 1950
Pewarta Perniagaan edisi: 23 Juni 1942
Semangat Baroe edisi: 17 Januari 1942; 24 Januari 1942
Sinar Baroe edisi: 26 Maret 1943; 4 Juni 1943; 4 Desember 1943
Sinar Djawa edisi: 7 Juli 1914
Sinar Harapan edisi: 8 November 1984
Soeara Parindra edisi: Maret 1937)
Tjaja Soematra edisi: 24 Oktober 1932
Utusan Indonesia edisi: 14 November 1950
Warta Oemoem edisi: 19 April 1937; 12 Juni 1937; 17 Juli 1937; 7 Agustus 1937.
Peta:
Peta terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)
Peta Kota Balikpapan (Terbitan CV Indo Prima Sarana)
Wawancara:
Asmarani Dinata (Balikpapan, 10 Desember 2012)
Tjutjup Suparna (Balikpapan, 11 Desember 2012)
Imdaad Hamid (Balikpapan, 15 Desember 2012)



Balikpapaner bukan saya yang pertama kali pakai, alias sudah ada orang lain, tapi saya lupa siapa.
Ada yang menyatakan bahwa suku Pasir Balik sebagai suku asli Balikpapan. Mereka adalah keturunan kakek dan nenek bernama Kayun Kuleng dan Papan Ayun. Sehingga oleh keturunan dari kakek-nenek tadi, daerah sepanjang Teluk Balikpapan sdisebut Kuleng-Papan, yang artinya sama saja dengan Balikpapan. Dalam bahasa Pasir, kuleng berarti balik. ()
 http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah
Argo Wikanjati, Kumpulan Kisah Nyata Hantu di 13 Kota, Yogyakarta, Narasa, 2010, hlm. 115-116.
Amiruddin Maula, Cerita Rakyat Dari Kalimantan Timur, Jakarta, Grasindo, 1994, hlm. 7-11: Francois Valentijn, François Valentijn’s oud en nieuw Oost-Indien, Volume 3, hlm. 227; 90 Tahun Kota Balikpapan, sGravenhage, HC Sassen, hlm. 227 : Argo Wikanjati, Kumpulan Kisah Nyata Hantu di 13 Kota, hlm. 116-117.
Argo Wikanjati, Kumpulan Kisah Nyata Hantu di 13 Kota, hlm. 116-117
Argo Wikanjati, Kumpulan Kisah Nyata Hantu di 13 Kota, hlm. 116-117
François Valentijn, François Valentijn’s oud en nieuw Oost-Indien Volume 3, sGravenhage, HC Sassen, 1724, hlm. 227.
Letaknya masih berada di komplek kilang Pertamina Jalan Yos Sudarso sekarang. (http://www.balikpapan.go.id/index.php?option=com_balikpapan&task=sejarah: http://id.wikipedia.org/wiki/balikpapan
Kementerian Penerangan (1955) Republik Indonesia: Kalimantan, Jakarta, Kementrian Penerangan. h. 223
Ibid.
Sebelumnya, Asiatic Petroleum Company Limited yang kemudian berganti nama menjadi Shell Petroleum Company. Dimana perusahaan ini dibantu oleh perusahaan-perusahaan dari Rothschild. Shell kemudian identik dengan Rockfellor, raja minyak dari Amerika keturunan Yahudi. (Republik Indonesia: Kalimantan terbitan Kementrian Penerangan, 1955. h. 222.) Dalam dunia perminyakan, ini kapitalis berlatar belakang Yahudi macam Rothschild dan Rockfellor juga ikut bermain.
Republik Indonesia: Kalimantan, h. 223.
Ibid.
Ibid.
Moeder Dao adalah film dokumenter Hindia Belanda antara tahun 1912 sampai 1936. beberapa kondisi Hindia Belanda selama 24 tahun itu, awalnya adalah film-film dokumenter terpisah-pisah. Semua film yang terpisah-pisah itu dikumpulkan Vincent Mannikendam, sang sutradara lalu lahirlah film Moeder Dao ini.
Kalimanatan Timur: Profil Provinsi Republik Indonesia. Yayasan Bakti Nusantara. h. 55-56.
Sejarah Pelayaran Niaga Di Indonesia , Indonesia, Yayasan Pusat Studi Pelayaran Niaga, 2002. h. 117-119.
Sejarah Pelayaran Nusantara, op. Cit., h. 147.
Andalas, 22 April 1924
Pandji Poestaka edisi 10 Mei 1927
Bintang Soerabaia, 27 Juni 1911
Ibid., h. 120-125.
Warta Oemoem, 12 Juni 1937
Berita ini dikawatkan residen Oosterborneo afdeling di Banjarmasin kepada pemerintah pusat di Jakarta. (Djawi Kondo, 18 Mei 1919)
Republik Indonesia: Kalimantan, op. cit., h. 223.
Lihat harian Tjaja Soematra, 24 Oktober 1932.
Catatan J.A Ogier ini awalnya tulisan tangan dalam bahasa Belanda yang kemudian diterjemahkan oleh Pastor H. v. Kleijnenbreugel MSF dalam bahasa Indonesia dan dimuat dalam  dengan judul Sejarah Singkat Stasi Balikpapan (1930-1946).
Warta Oemoem, 29 Mei 1937.
Warta Oemoem, 7 Agustus 1937
Pandji Poestaka, 23 Juli 1935
Kalimanatan Timur: Profil Provinsi Republik Indonesia, Yayasan bakti Nusantara, h. 23.
Keresidenan Kalimanatan Barat itu membawahi 4 afdeling: Pontianak; Singkawang; Sintang; Ketapang. (Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979, h. 33.
Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1978.
Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141). Walau peta ini hanya memfokuskan pada daerah instalasi BPM saja, beberapa. Daerah seperti daerah Klandasan 1939 telah dideteksi oleh peta ini.
Pandji Poestaka, 15 Februari 1939
Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
Bintang Soerabaia, 14 Mei 1911
Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, op.cit., h. 21-24.
Warta Oemoem, 17 Juli 1937.
Warta Oemoem, 7 Agustus 1937
Warta Oemoem, 19 April 1937.
Warta Oemoem, 19 April 1937.
Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, op.cit., h. 21-24.
Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141).
Lihat foto pada buku tentang sejarah KNIL dalam buku Gedenkschrift Koninklijk Nederlandsche Indische Leger, terbitan Dorddrecht: Stichting Hardenskring Oud-KNIL Artilleristen Stabelan, 1990. h. 64.
Tugu Australia, begitu orang Balikpapan menamai tugu ini, pernah ditutup oleh para mahasiswa yang terpengaruh sentimen anti Autsralia—ketika hubungan RI-Australia memburuk diakhir dekade 1990an. Mahasiswa itu seperti tidak mengerti sejarah dan hanya didorong oleh nasionalisme buta dengan menutup tugu peringatan bagi orang-orang Australia yang membebaskan Balikpapan dari belenggu Jepang.
Dari namanya, Erakan berarti kerja yang dilakukan sebagai pengganti pajak bagi yang tidak mampu membayar. (Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, h. 30.)
(Staatsblad van Nederlandsch Indie Over Het Jaar 1913, Batavia: Landsdrukkerij, 1914)
Pandji Poestaka, 10 Maret 1931
Dikutip dari artikel yang dimuat dalam koran Bintang Timoer, 11 Mei 1932 koleksi Perpusnas lantai 4 dalam format mikrofilm. Ejaan dalam kutipan sudah agak siseuaikan dengan ejaan sekarang, namun susunan bahasanya masih asli.
Ibid.
Ibid.
Cokroaminoto waktu itu sedang mengadakan perjalanan ke Kalimantan Selatan dan Timur selama beberapa minggu untuk membuka cabang baru Sarekat Islam di Kalimantan Selatan. Cokroaminoto juga mengunjungi Samarinda. Dimana SI Samarinda sedang mengalami masalah, sebuah kebakaran menimpa Naamlooze Vennotschap Maatschappij Al Moeslimin Tjahaja Boemipoetra milik SI Cokroaminoto dalam kesempatan itu memberikan masukan moralnya agar umat muslim yang mengelola usaha itu tidak berkecil hati dan Cokroaminoto berharap agar anggota SI tetap bersenangat dalam menjaolankan badan usaha milik SI itu. (Sinar Djawa: 7 Juli 1914)
Soeara Parindra, Maret 1937
Warta Oemoem 12 Juni 1937.
Warta Oemoem 17 Juli 1937
P van Meel, Gedenschriften Koninklijk Nederlandsch Indische Leger 1830-1950, 1990, Dorddrecht: Stichting Hardenskring Oud-KNIL Artilleristen Stabelan, hlm. 64,
Buku Kenang-Kenangan Alumni KMA Breda; Yayasan Wira Bakti. Tanpa kota dan tahun. hlm 82; Harry Albert Poeze, In Het Land van de Overheerser: Indonesier in Nederland 1600-1950, ab. Hazil Tanzil & Koesallah Toer, Di Negeri Penjajah: Orang-orang Indonesia di Negeri Belanda (1600-1950), Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 2008, hlm. 369
P van Meel, op. cit., hlm. 56.
Lihat Peta Balikpapan terbitan dinas topografi BPM skala 1:5.000 tahun 1939 (koleksi Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta. Nomor panggil: KI br/col 6 n 2 (104-141)
Iwan Santoso, Tarakan “Pearl Harbour” Indonesia (1942-1945), Jakarta, Primamedia Pustaka, 2004. h. 11
R.P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah, Jakarta, Grasindo. 2003. h. 340.
Jepang melakukan spionase sejak 1916. Hal ini membuat pemerintah kolonial membangun PID untuk melakukan kontraspionase. Wilson, Orang dan Partai NAZI di Indonesia, Jakarta, Komunitas Bambu, 2008, hlm. 34.
Iwan Santoso, op. cit.,. h. 31.
Agus Suprapto, Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, Samarinda, Lembaga Pariwara kalimantan Timur, 1996, h. 64: Palagan Perebutan Kota Minyak Sanga-sanga, Balikpapan, Yayasan 27 Januari, 1982. h. 61-64.
ibid., hlm. 62.
Ong Hok Ham, Runtuhnya Hindia Belanda, Jakarta, Gramedia, 1989. h. 233.
Agus Suprapto, op. Cit., h. 61-64.
Ibid., h. 65.
Semangat Baroe, 17 Januari 1942
Semangat Baroe, 24 Januari 1942
Agus Suprapto, op. cit., h. 67-68.
P.K. Ojong. Perang Pasifik, Jakarta, Kompas, 2005. h. 6-8.
Ibid., h. 8-9.
R.P. Suyono,op.cit., h. 340.
Agus Suprapto, op. cit., h. 69-71.
Ibid., h. 72-73.
Ibid., h. 73-74..
Pasukan Belanda di sekitar stasiun pompa itu sempat bertemu dengan petugas telegrafis Belanda yang berhasil melarikan diri dari tentara Jepang. Pukul 12.00 tanggal 23 januari, satu hari sebelum bertemu pasukan itu, petugas telegrafis itu ditangkap oleh serdadu Jepang. Rencananya, petugas telegrafis itu akan dibawa ke kota Balikpapan. Ketika pasukan Jepang yang menawannya menjadap serangan dari peleton KNIL. Petusa itu melarikan diri. Kebenaranan cerita petugas telegrafis itu dibenarkan oleh pasukan KNIL yang berusaha mengintai stasiun pompa air Sungai Wain (Agus Suprapto, op. cit., h. 74-75).
Di Tarakan, pada bulan April 1942, bekas serdadu KNIL disana sudah dibebaskan. Mereka hanya dianggap sebagai korban kolonialisme Belanda di Indonesia.( Iwan Santoso, Tarakan “Pearl Harbour” Indonesia (1942-1945), Jakarta, Primamedia Pustaka, 2004. h. 28.)
Persatuan Djaksa-djaksa Seluaruh Indonesia, Peristiwa Sultan Hamid II,Jakarta, Fasco Jakarta, 1955, hlm. 1-10. Sultan Hamid diawal kemerdekaan RI pernah menjadi Menteri Negara (tanpa portofolio) RIS yang terlibat dalam kudeta Westerling di Bandung dan Jakarta—setelah kudeta itu gagal, Sultan Hamid di adili dan dipenjara selama 10 tahun.
Agus Suprapto, Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak Kalimanatan Timur dalam Perang Asia Pasifik 1942-1945, Samarinda, Lembaga Pariwara kalimantan Timur, 1996, h. 75-76.
Sinar Baroe, 4 Juni 1943
Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Timur, terbitan Proyek Penelitian Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1978. h. 76.
Agus Suprapto, op. cit., h. 199.
Pewarta Perniagaan, 23 Juni 1942
Pengakuan seorang wanita tua yang semasa perang pasifik dipaksa menjadi pemuas nafsu serdadu Jepang di Balikpapan dalam acara televisi Saksi Mata, edisi Jugun Ianfu yang ditayangkan di TV 7 pada 22 Desember 2007 pukul 21.30 malam.
Sinar Baroe, 26 Maret 1943).
Sinar Baroe, 4 Desember 1943
Agus Suprapto, op. cit., h.197-199.
Agus Suprapto, op. cit., hlm. 200-202: Palagan Perebutan Kota Minyak Sanga-Sanga, h. 61-66.
Agus Suprapto, op. cit., hlm. 204.
Ibid., hlm. 205.
Ibid., hlm. 206
Ibid., hlm. 207.
Ibid., hlm. 208-210.
Ibid., hlm. 210-212.
Ibid., hlm. 212-214.
Ibid., hlm. 213-215.
Napalm adalah bom berbentuk jenang dari bensin dengan hulu ledak 22×50 meter. Squadron B-29 Superfortress soditempatkan di Mariana untuk menyerang Jepang. Pelepasan bom itu dari pesawat bersifat otomatis dengan pengaturan waktu yang disebut intervalometer—dimana bom akan jatuh dari pesawat berdasarkan kecepatan relatif pesawat di udara. Bom berbobot 225 kg akan jatuh tiap jarak 15 meter. Sementara itu tiap pesawat membopong 180 bom dengan total berat 5,5 ton.(Agus Suprapto, op. cit., hlm. 216-217)
Agus Suprapto, op. cit., hlm. 224.
Menurut veteran perang yang dulunya prajurit Jepang bernama Yamaoko, sekitar 2.000 prajurit Jepang tewas di sekitar tepi Mahakam karena serangan penyaakit kolera, amalaria, dan demam berdarah. Mereka sempat mendapat pertolongan dari rakyat sipil di sekitar situ yang merasa iba pada prajurit yang pernah dianggap kejam itu. (Agus Suprapto, op. cit., hlm. 224-228.)
Agus Suprapto, op. cit., hlm. 229-230.
Ibid., hlm. 230-232.
Abdul Haris Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan II, Jakarta & Bandung, Angkasa, 1977, hlm. 477-478.
Adulrahman Karim, Kalimantan Berdjuang, Jakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1956. hlm. 35.
Tjilik Riwut, Kalimanatan Membangun, Palangkaraya, 1979. hlm. 106.
Ibid., hlm. 106-107.
Ibid., hlm. 33.
Abdul Gani, Kronik Perjoangan Rakyat Kalimantan Timur, Samarinda&Jakarta, Jakarta Kaltim Group, 1993, hlm. 17.
Ibid., hlm. 19.
Ibid.
Ibid., hlm. 20-30.
Ibid., hlm. 20-30.
Ibid., hlm. 20-30.
Ibid., hlm. 20-30.
Kaltim Post Balikpapan - 14 Agustus 2012
Abdul Gani, op. cit., hlm. 20-30.
SOEARA FONI, 21 Juni 1947
SOEARA FONI, 7 Juni 1947. Alamat redaksi Kampung Baru
: S.A. Lapre, Het Andjing NICA Bataljon (KNIL) in Nederlandsche-Indie (1945-1950), Ermelo, 1987, hlm. 262-264.
 S.A. Lapre, loc. cit.
 S.A. Lapre, loc. cit.
S.A. Lapre, loc. cit.
Pedoman, 19 Juni 1950
Utusan Indonesia, 14 November 1950
Gubernur Pranoto dan Jenderal Hartoyo adalah orang yang bertanggungjawab dalam hal ini. Mereka dianggap bekerjasama dengan SHELL dan BPM. (Hario Kecik, Pemikiran Militer 2: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2009, hlm. 188-189).
Hario Kecik, Pemikiran Militer 2: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2009, hlm. 266-267.
Ibid., hlm.564.
Ibid.
Ramadhan K.H, Soemitro (Mantan Pangkopkamtib): Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkopkamtib, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994. hlm. 22-23.
Wawancara dengan Asmarani Dinata (Balikpapan, 10 Desember 2012).
Kompas, 20 Juni 1977
Antara : 20 Juli 1977, dikutip oleh, Sudibjo (ed), Indonesia dan Dunia Internasional 1978, CSIS, 1979, hlm. 152
Wawancara dengan Tjutjup Suparna (Balikpapan, 11 Desember 2012).
Sinar Harapan, 8 November 1984.
Kompas, 7 JUni 1994
Kompas, 22 September 1994.
Kompas, 13 Desember 1997.
Kompas, 25 Agustus 2003
Taufik Rahzen dkk, Seabad Pers Kebangsaan, Jakarta, Indonesia Boekoe, 2007,hlm. 1013.
Lihat Data Penerbitan Pers Indonesia 2006, Dewan Pers, 2006, hlm. 207.
Taufik Rahzen dkk, op.cit., hlm. 1014.
Wawancara dengan Tjutjup Suparna (Balikpapan, 11 Desember 2012).
Hario Kecik, op. cit., hlm. 563.

Wawancara dengan Tjutjup Suparna (Balikpapan, 11 Desember 2012).
Ibid.
Ibid.
Wawancara dengan Imdaad Hamid (Balikpapan, 15 Desember 2012)
Ibid.
Ibid.

Petrik matanasi