Rabu, 06 Maret 2013

Beranda » » Tan Malaka: Sang Revolusioner yang Legendaris Harus Takluk Pada Revolusi di Republik yang Dia Cita-Citakan

Tan Malaka: Sang Revolusioner yang Legendaris Harus Takluk Pada Revolusi di Republik yang Dia Cita-Citakan

1362486546942950513
ABSTRAK: Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka atau Tan Malaka adalah pejuang yang militant, radikal dan revolusioner. Dia telah banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang orsinil, brilian dan berbobot. Dikenal sebagai sosok pejuang yang misterius dan seorang revolusioner yang legendaris membuat nama dari seorang Tan Malaka pada masa perjuangan kemerdekaan begitu flamboyan, hingga tokoh-tokoh pejuang nasional seperti Soekarno, Hatta maupun M. Yamin mengamini pernyataan tersebut. Sepanjang hidup Tan Malaka sebelum masa revolusi dia habiskan di Luar Negeri sebagai buronan politik karena agitasinya yang dianggap berbahaya, menjadi seorang buronan Intelejen Belanda, Amerika, Inggris bahkan Jepang sepertinya sudah menjadi makanan yang harus ditelan mentah-mentah oleh Tan Malaka. Hingga masa revolusi di Indonesia di mulai barulah Tan Malaka kembali ke pangkuan ibu pertiwi untuk sama-sama berjuang demi cita-cita bersama “Republik Indonesia”.
KATA KUNCI: Tan Malaka, Republik, PKI, Pemberontak, Revolusi, sang revolusioner Legendaris, komunis
Nama Tan Malaka di kalangan akademisi mungkin terdengar tidak aneh namun apa yang terjadi pada kalangan masyarakat awan hasilnya lain, mereka seolah tidak mengenal seorang sosok yang sangat fenomenal saat perjuangan kemerdekan Republik Indonesia. Memang, rezim orde baru telah beberapa kali menenggelamkan namanya pada daftar para pahlawan Indonesia yang memang pada saat itu rezim orde baru merupakan pihak yang anti-komunis. Mendengar hal ini menjadi tidak mengherankan kenapa sosok Tan Malaka begitu ciut perannya pada Republik ini, pencitraan Tan Malaka pun semakin Hari setelah jatuhnya rezim orde baru semakin baik dan mulai dikenal oleh masyarakat umum meski tidak sefenomenal founding father Republik Indonesia Soekarno ataupun Muhammad Hatta.
Setengah dari sepanjang umurnya dia habiskan di luar Indonesia entah itu untuk menimba ilmu ataupun sekedar menjadi seorang buronan Politik yang terus diburu oleh Intelejen Belanda, Inggris, Amerika maupun jepang. Ide yang revolusioner dengan dasar cita-cita kemerdekaan Indonesialah yang membuat dia menjadi buronan politik dan harus berpindah-pindah tempat ke berbagai Negara demi menyelamatkan diri. Dalam pelariannya di luar negeri dia banyak membuahkan tulisan-tulisan yang mempunyai cita-cita sangat tinggi seperti yang diatulis di Canton yang berjudul “naar de Republiek Indonesia”(menuju Republik Indonesia) yang merupakan sebuah cita-cita Indonesia merdeka dengan konsep republic (Susilo, 2008: 5), karya ini berisi konsep tentang negara Indonesia yang tengah diperjuangkan. Lebih dulu dari pleidoi Mohammad Hatta didepan pengadilan Belanda di Den Haag yang berjudul “Indonesia Vrije” (Indonesia Merdeka) (1928) atau tulisan Soekarno yang berjudul “Menuju Indonesia Merdeka” (1933). Karya lain Tan Malaka yang berjudul Massa Actie “aksi Massa” (1926) berhasil menyulut semangat para pemuda dan tokoh pergerakan untuk memperjuangakan kemerdekaan 100% dari segala bentuk penjajahan. Seteha itu bahkan Muhamad Yamin menjulukinya “Bapak Republik Indonesia” dan Soekarno pun menjulukinya “orang yang mahir dalam Revolusi”.
13624866061746555397
TAN MALAKA, PARTAI KOMUNIS INDONESIA (PKI) DAN REVOLUSI
Pemikiran-pemikiran Tan Malaka memang sangat condong pada komunis, bahkan saat pelarian pun Tan malaka sempat bergabung dengan Komintern (komunis Internasional) untuk mewakili komunis Asia Tenggara termasuk Indonesia. Disana dia bertemu dengan tokoh-tokoh komunis Dunia seperti Ho Chi Minh dan tokoh terkenal seperti Lenin, Stalin dan Trotsky (Susilo, 2008: 18). Kedekatan dengan pemikiran-pemikiran Komunis sudah tercium sejak dia mulai belajar di Belanda dan membaca tentang teori-teori Marxis dan komunis disana. Pada tahun 1921 sepulang perguruannya di luar negeri Tan Malaka sempat terpilih menjadi ketua PKI, namun karena dasar pondasi yang berbeda antara Tan Malaka dengan PKI akhirnya pada tahun 1927 PKI dan Tan Malaka bercerai dan mencari jalannya masing-masing, sebelum itu pemberontakan PKI di madiun tahun1926 sempat di kritik pedas oleh Tan Malaka (Kahin, 1995).
Sejak tahun 1922 Tan Malaka tidak lagi berada di Indonesia, dan selama bertahun-tahun menjadi buronan politik Intelejen Anglo Saxon karena pemikiran-pemikiran tentang Indonesia yang dianggap sangat berbahaya, baru pada kependudukan jepang tahun 1942 Tan malaka kembali ke Indonesia karena merasa kondisi di Indonesia saat itu aman. Ide, gagasan, pemikiran Tan Malaka terus terasah dan mengeluarkan karya-karya terkenal seperti Madilog, serta menularkan pengetahuannya dengan pemuda-pemuda lain di sekitarnya.
Pada tahun 1946, Tan Malaka merasakan penjara di Negeri sendiri, bersama pemimpin persatuan perjuangan lainnya tan malaka dijebloskan ke penjara karena peristiwa 3 juli. Tan Malaka dengan pemimpin persatuan Perjuangan lainnya melakukan pemberontakan terhadap Kabinet Sjahrir II karena ketidak pasan terhadap pemerintahan yang dilakukan Sjahrir dan mencoba mengkudeta kekuasaannya. (Poesponegoro, 1984). Hal ini mengisyaratkan bahwa harus digarisbawahi betapa ketatnya persaingan dalam negeri, dan betapa dekatnya mereka pada persaingan antar saudara dan ini adalah percik-percik api dalam perang saudara seperti yang terjadi di Jawa (Ricklefs, 2008: 470). Tan Malaka sebagai seorang yang ahli revolusi harus bertekuk lutut dihadapan para pemimpin bangsa Indonesia waktu itu, daya dan upaya dari seorang Tan Malaka rupanya belum mampu merubah pandangan rakyat Indonesia ke pangkuannya sehingga masih banyak dari rakyat yang tidak mendukung Tan Malaka.
Tahun 1948 adalah tahun dimana dia di keluarkan dari penjara yang tidak pernah ada pengadilan sebelumnya. Dalam tahun 1948 dia terus melakukan agitasi politiknya ia mendirikan partai Murba dan memproklamirkan diri sebagai presiden Republik Rakyat Indonesia setelah mengetahui presiden Soekarno dan Hatta sedang detawan oleh Belanda. Berbekal testamen Politik dari Presiden Soekarno, Tan Malaka berhak memimpin Revolusi Indonesia yang saat itu ada kekosongan pemimpin. Tan Malaka juga tidak mengakui adanya pemerintahan darurat di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara (Susilo, 2008: 161). Dengan agitasi politiknya itu menjadikan boomerang bagi Tan Malaka sendiri, sehingga dia sangat diburu oleh Tentara Republik sebagai penjahat Republik dan pemberontak terhadap Republik. Akhirnya setelah diburu selama beberapa hari Tan Malaka ditangkap oleh TNI di daerah Gringging, Kediri. Dalam laporan resmi TNI oleh Lettu Soekadji kepada Letkol Soerachman menyatakan bahwa Tan Malaka sudah diadili dilapangan karena berpacu pada aturan Hukum darurat militer.
Kematian Tan Malaka di pucuk senapan tentara Republik dinilai oleh oleh Harry A. Poeze , tak lepas dari perintah yang tak jelas dari Soengkono sebagai Panglima Divisi Jawa Timur. Tragedi kematian Tan Malaka pun membuat Soengkono diberhentikan sebangai Panglima Divisi Jatim oleh Hatta. Dan pada 28 Maret 1963 Soekarno memasukan nama Tan Malaka sebagai pahlawan nasional (Poeze, 1988). Selopanggung diyakini sebagai tempat eksekusi TNI terhadap Tan Malaka, kini selopanggung yang diyakini tempat pemakaman Tan Malaka terus diidentifikasi untuk mencari kebenarannya.
Kehidupan Tan Malaka sebagai seorang pejuang Kemerdekaan dan Revolusi Indonesia begitu misterius, hingga ajal menjemputnya misteri tentang dirinya masih banyak yang menjadi teka-teki. Memang kematian Tan Malaka di Pucuk senjata Tentara Republik Indonesia memang sangat disayangkan, tentara dari Republik Indonesia yang dia cita-citakan lah yang harus mengakhiri hidupnya sebagai seorang yag ahli dalam revolusi. Bagaimanapun juga Tan Malaka adalah bagian dari potongan-potongan sejarah negeri ini, Tan Malaka bersama tokoh-tokoh perjuangan lain bersama-sama menjadikan negeri ini bernama Republik Indonesia. Hasih dari buah kerja mereka selama ini terbayar dengan berdirinya sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jasa-jasa mereka untuk Republik tidak akan pernah terbayar oleh generasi selanjutnya, mungkin bila mereka para pejuang Republik ini dapt berkata pada kita selaku generasi muda mereka akan berkata “jagalah Republik ini, nak”. Pesan yang tidak akan pernah tersampaikan oleh para pejuang, namun kita harus tahu, kerja keras mereka dalam membangun negeri ini menjadikan isyarat tersendiri bagi kita yang meneruskan cita-cita mereka yang telah mendahului kita.
Salam, HISTORIA…!!
Referensi:
Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Surakarta: UNS Press
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
Poeze, Harry A. 1988. Tan Malaka: pergulatan Menuju Republik 1897-1925. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Ricklefs, M C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Susilo, Taufik Adi. 2008. Tan Malaka Biografi Singkat. Jogjakarta: Garasi



Sigit P P