Injil Matius menempati urutan pertama dalam Perjanjian Baru. Penempatan yang tentunya sengaja dilakukan untuk memenuhi asumsi-asumsi tertentu. Salah satunya, untuk sesegera mungkin menempatkan silsilah Yesus yang bernuansa Yahudi, tepat setelah Perjanjian Lama rampung. Karena dalam perbandingan dengan kedua Injil sesudahnya, Matius dianggap paling bernuansa Yahudi (konon terdapat 65 rujukan terhadap Perjanjian Lama).
Cocok dengan anggapan tradisional bahwa Mathius adalah seorang Yahudi. Dalam hal lain dikatakan Matius adalah seorang Yahudi tulen, tetapi ia bekerja untuk kepentingan bangsa Romawi yang justru menjajah bangsa Yahudi. Mengenai Injil Mathius ini, A. Tricot menulis:
"Injil Mathius adalah suatu buku Yahudi dalam bentuk dan jiwanya. Walaupun ditutup dengan pakaian Yunani, buku itu tetap berbau Yahudi dan menunjukkan ciri-ciri Yahudi."
Berbeda dengan penulis Perjanjian Baru lainnya, Penulis Injil Mathius melakukan pendekatan dan penafsiran yang cukup unik terhadap Perjanjian Lama. Ia begitu tertarik terhadap kisah-kisah Perjanjian Lama yang disulap menjadi nubuat bagi Yesus, kadang Mathius terlalu bersemangat dalam melakukannya sehingga kadang ia menghasilkan berbagai kesalahan.
Terdapat keunikan dalam cara Matius menuliskan nama-nama murid Yesus Lihatlah kalimat Mathius Pemungut Cukai dan Simon Orang Zelot. Begitu kontras. Petugas pajak tidak hanya instrumen penindasan Romawi, mereka juga memperkaya diri dengan mengorbankan rakyat. Jadi, Mathius adalah orang Yahudi yang mengambil keuntungan dari orang Yahudi lainnya. Seorang Yahudi yang bekerja untuk pemerintah Roma yang dianggap sebagai pengkhianat.
Dr. Maurice Bucaille menyatakan bahwa yang menjadi ciri-ciri Injil Mathius adalah bahwa ia merupakan Injil kelompok Yahudi Kristen yang sedang memutuskan hubungannya dengan agama Yahudi, tetapi tetap dalam garis Perjanjian Lama. Injil Matihus ini mempunyai arti yang sangat penting jika di pandang dari segi sejarah agama Yahudi Kristen.
Namun ada yang menyatakan Mathius sendiri sebenarnya tidak menulis Injil ini, tapi ada beberapa orang tidak dikenal yang menulis injil ini. Misinya hampir mutlak ingin mewarisi ajaran-ajaran Yahudi paganis dan membelokkan ajaran orisinal Yesus.
Ketidakjelasan bahwa memang Matius menulis injil ini dikuatkan pada Matius 9:9-10 yang berbunyi:
“Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: ‘Ikutlah Aku.’ Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya."
Ada yang janggal disini, karena jika memang Matius yang menulis injil tersebut, seharunya Matius memakai kata ganti aku, sehingga redaksinya akan menjadi seperti dibawah ini:
"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat aku sedang duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepada aku: ‘Ikutlah Aku.’ Maka berdirilah aku lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah aku, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan aku beserta teman-teman aku."
Lalu kejanggalan yang kedua adalah bahwa bahasa yang digunakan dalam penulisan Injil Matius adalah bahasa Yunani. Padahal Matius sendiri adalah seorang Yahudi yang seumur hidupnya tinggal di Palestina. Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh Matius pun adalah bahasa Ibrani, bukan Yunani.
Jadi, kalau memang kitab injil ini saja tidak jelas dan sangat terkait misi Yahudi paganis untuk membelokkan ajaran Yesus, kenapa kita malah mengutipnya ditambah embel-embel Islam Rahmatan Lil Alamin lagi. (pz/dari berbagai sumber)