Mengapa Musa sanggup menuliskan kronologis penciptaan dengan detail dan sangat tepat ?
Ketika saya mengamati sebuah lahan kosong yang sudah bersemak, dimana diatasnya sebuah balai desa pernah berdiri, saya mencoba membayangkan bagaimana bentuk dan posisi bangunan itu dulu ada.
Saya mencoba mengumpulkan keterangan dari beberapa warga khususnya orang tua yang sempat melihat dan menggunakan balai desa tersebut. Sambil saya berjalan diatas lahan tersebut, saya membayangkan dan mencoba melukiskan bagaimana balai desa tersebut dalam benak saya. Tapi saya tetap tidak yakin bisa membayangkannya dengan sempurna, apalagi untuk melukiskannya dalam bentuk gambar atau tulisan.
Saya kemudian menyimpulkan bahwa gambaran yang sempurna, utuh dan detail dengan ukuran-ukurannya akan saya dapatkan jika saja saya bisa bertemu dan berbicara langsung dengan arsiteknya, tukangnya atau “penciptanya”.
Betapa saya kemudian kagum dengan “tulisan-tulisan yang diilhamkan Allah” yang ada dihadapan saya. Musa yang “diilhami” menuliskan Kitab Kejadian tidak mereka-reka dengan akalnya mengenai penciptaan Dunia dan Manusia. Tapi Beliau bertemu muka dengan muka langsung dengan Arsiteknya, Penciptanya.
Musa, yang bukan hanya dituliskan keberadaanya oleh Alkitab, tapi juga oleh kitab suci umat Islam, dan tentu saja oleh kitab kaum sebangsanya secara jesmani yaitu bangsa Israel, telah memberikan satu rahasia untuk mendapatkan HATI YANG BIJAKSANA didalam Mazmur 90:12.
Didalam doanya beliau menyatakan “ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana “
Tidak dapat dipungkiri, bahwa untuk membebaskan suatu bangsa yang telah terbiasa hidup dalam penjajahan dan perbudakan bukanlah hal yang mudah. Musa bukan hanya berhadapan dengan Firaun dan kekuatan militer Mesir sebagai kaum penjajah bangsanya, tapi tantangan terhebat bagi Musa dalah “karakter TEGAR TENGKUK” dari bangsa Israel sendiri.
Untuk mengemban tugas ini, yang dibutuhkan tidak cukup hanya mujizat supranatural yang oleh kuasa Tuhan telah banyak diperbuat Musa dihadapan rakyatnya, juga tidak cukup hanya kepandaian dan keahlian yang telah lengkap dimiliki oleh Musa yang sejak mudanya dididik dan dipersiapkan sebagai Pangeran di istana Firaun. Juga tidak cukup hanya pengalaman, dimana Musa saat memimpin pembebasan sudah berumur 80 tahun, yang berarti sudah sarat dengan pengalaman hidup.
Tapi Musa tidak menganggap kedekatannya dengan Tuhan pencipta segala sesuatu, keahlian, kepandaian, gelar, dan pengalaman sudah cukup untuk menjadi pemimpin. Dia mencari hati yang bijaksana.
Ketika saya mengamati sebuah lahan kosong yang sudah bersemak, dimana diatasnya sebuah balai desa pernah berdiri, saya mencoba membayangkan bagaimana bentuk dan posisi bangunan itu dulu ada.
Saya mencoba mengumpulkan keterangan dari beberapa warga khususnya orang tua yang sempat melihat dan menggunakan balai desa tersebut. Sambil saya berjalan diatas lahan tersebut, saya membayangkan dan mencoba melukiskan bagaimana balai desa tersebut dalam benak saya. Tapi saya tetap tidak yakin bisa membayangkannya dengan sempurna, apalagi untuk melukiskannya dalam bentuk gambar atau tulisan.
Saya kemudian menyimpulkan bahwa gambaran yang sempurna, utuh dan detail dengan ukuran-ukurannya akan saya dapatkan jika saja saya bisa bertemu dan berbicara langsung dengan arsiteknya, tukangnya atau “penciptanya”.
Betapa saya kemudian kagum dengan “tulisan-tulisan yang diilhamkan Allah” yang ada dihadapan saya. Musa yang “diilhami” menuliskan Kitab Kejadian tidak mereka-reka dengan akalnya mengenai penciptaan Dunia dan Manusia. Tapi Beliau bertemu muka dengan muka langsung dengan Arsiteknya, Penciptanya.
Musa, yang bukan hanya dituliskan keberadaanya oleh Alkitab, tapi juga oleh kitab suci umat Islam, dan tentu saja oleh kitab kaum sebangsanya secara jesmani yaitu bangsa Israel, telah memberikan satu rahasia untuk mendapatkan HATI YANG BIJAKSANA didalam Mazmur 90:12.
Didalam doanya beliau menyatakan “ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana “
Tidak dapat dipungkiri, bahwa untuk membebaskan suatu bangsa yang telah terbiasa hidup dalam penjajahan dan perbudakan bukanlah hal yang mudah. Musa bukan hanya berhadapan dengan Firaun dan kekuatan militer Mesir sebagai kaum penjajah bangsanya, tapi tantangan terhebat bagi Musa dalah “karakter TEGAR TENGKUK” dari bangsa Israel sendiri.
Untuk mengemban tugas ini, yang dibutuhkan tidak cukup hanya mujizat supranatural yang oleh kuasa Tuhan telah banyak diperbuat Musa dihadapan rakyatnya, juga tidak cukup hanya kepandaian dan keahlian yang telah lengkap dimiliki oleh Musa yang sejak mudanya dididik dan dipersiapkan sebagai Pangeran di istana Firaun. Juga tidak cukup hanya pengalaman, dimana Musa saat memimpin pembebasan sudah berumur 80 tahun, yang berarti sudah sarat dengan pengalaman hidup.
Tapi Musa tidak menganggap kedekatannya dengan Tuhan pencipta segala sesuatu, keahlian, kepandaian, gelar, dan pengalaman sudah cukup untuk menjadi pemimpin. Dia mencari hati yang bijaksana.
Bahkan disamping itu semua, musa telah mendapatkan sebuah pengakuan dunia yang sulit dicari saat ini. Bilangan 12:3 (BIS) Musa adalah orang yang sangat rendah hati, melebihi semua orang yang hidup di bumi ini
Tapi dengan semuanya itupun Musa masih bergumul untuk mendapatkan HATI YANG BIJAKSANA.
Musa bergumul untuk mendapatkan hati yang bijaksana. Apakah dia sempat sampai mendapatkanya ? Pembaca bisa menjawabnya.
Dan di akhir zaman hanya yang memiliki hati yang bijaksana saja yang bisa tetap bertahan Dan 12:3
dan hanya orang bijaksanalah yang tidak akan gagal paham saat terjadi PEMURNIAN, PENYUCIAN DAN UJIAN.(Dan 12:10)
Dan yang lolos masuk didalam pesta sang Mempelai adalah 5 GADIS BIJAKSANA (Matius 25 :1-13) Gambaran pribadi umatNya atau Gereja yang siap sedia (dewasa ).
Ini AKHIR ZAMAN, mengapa kita tidak siuman dan mulai bersiap sedia ?
Tidak salah mencari MUJIZAT, GELAR, KEPANDAIAN, PENGALAMAN DAN PENGAKUAN DUNIA. Semua itu telah dimiliki Musa. Tapi dia masih terus bergumul untuk yang terpenting yaitu mendapatkan HATI YANG BUJAKSANA.
Salah satu cara kita melatih hati bijaksana adalah dengan mengarahkan kecondongannya. Pemazmur lain berdoa : Condongkanlah hatikau kepada peringatan-peringatanMu, dan jangan kepada LABA (Mzm 119 : 36)
Kita tidak bicara soal laba haram atau keuntungan gelap. Itu jelas-jelas bukan bagian kita. Tapi disini berbicara tentang keuntunganku yang wajar, laba bersih telah potong pajak, he he . Jangan condonglkan hatiku kepada laba / keuntungan, tapi kepada peringatan-peringatanMu.
Jika kita berhasil menjaga kecondongan hati kepada Firman dan KebenaranNya, dan bukan lagi kepada keuntungan dan laba, maka kita sudah memudahkan hati kita untuk belajar bijaksana.
Tapi sebaliknya jika fokus utama kita adalah “keuntunganku”, apa untungnya bagiku, aku tidak mau dirugikan dst, maka kita sedang mempertebal kebodohan. Lihat saja.
Khusus Akhir Zaman : Mari kita sama-sama berjuang. Dapatkanlah ini: HATI YANG BIJAKSANA
Pelayan Biasa