Kisah Masyithah disebut dalam sebagian hadit Rasulullah tentang Isra Mikaj yang diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani.
Dalam perjalanan Isra Mikraj Rasulullah ke Masjidil Al-Aqsa, beliau melewati sebuah daerah yang aromanya sangat harum semerbak seperti harum kasturi. Rasulullah pun bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, aroma harum apakah ini?".
Jibril pun menjawab, “Ini adalah harum Masyithah, tukang sisir putri Firaun.”
Rasulullah pun kembali bertanya, “Apa gerangan kelebihan Masyithah?”. Jibril pun mengabarkan kisah Masyithah kepada Rasulullah..
Derajat hadis tersebut masih diperdebatkan di kalangan ahli hadis. Pasalnya, rawi 'Atha dikenal lemah hafalan sehingga menurunkan derajat shahih hadits. Kendati demikian, terlepas dari keshahihan hadits, kisah Masyithah sangat populer dan menjadi pelajaran bagi muslimin hingga abad modern ini.
Beberapa ahli tafsir pun merujuk hadis tersebut. Sebagian mereka bahkan mengatakan keimanan Masyithah telah membawa hidayah bagi istri Firaun Asiyah yang kemudian mengimani Allah dan menjadi salah satu wanita utama penghuni surga. Ibnu katsir pun mengatakan tak mengapa sanad hadits tersebut.
Dari kisah di atas dapat dipetik hikmah tentang ketegaran Masyithah di atas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Ia amat sabar menghadapi cobaan keimanan meski maut mengancamnya. Maka ia pun enggan menjual belikan keimanan karena takut mati apalagi hanya karena urusan duniawi.
Masyithah yakin bahwa keimanan dan ketakwaan yang dijaga hingga akhir hayat, maka balasannya adalah surga.
“Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang Muslim." (QS Ali ‘Imran: 102.
“Keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian.” (QS Ar Ra’d: 24).
Afriza Hanifa Redaktur : Heri Ruslan |