Masyithah terus di atas ketegarannya mengimani Allah. Setelah sang suami, giliran anak-anaknya. Satu per satu, mereka dipaksa masuk ke air mendidih yang apinya menjilat-jilat. Semuanya dilakukan dihadapan Masyithah.
Hingga tinggallah tersisa Masyithah dan seorang anaknya yang masih bayi. Ia menggendong bayi itu erat-erat. Hatinya masih di atas ketegaran agama Allah. Maka diseretlah ia dan bayinya mendekati air yang teramat sangat panas itu.
Ketika hampir memasuki kubangan air, tiba-tiba setan membisikkan keraguan di dalam hatinya. Keraguan dengan merasa sedih dan kasihan pada sang bayi yang belum sempat tumbuh dewasa melihat dunia, bayi yang baru lahir tanpa dosa.
Masyithah pun menghentikan langkahnya menuju ajal. Ia terus saja memandangi bayinya yang merah dengan perasaan sedih yang mendalam. Melihatnya, Hamman sempat berpikir Masyithah akan mencabut kata-katanya dan akan kembali menuhankan Firaun. Ia pun girang karena merasa ancamannya pada Masyithah berhasil.
Namun pikiran Hamman salah. Masyithah tak pernah sedikitpun melepaskan keimanannya pada Allah.
Lalu dengan kehendak Allah, sang bayi tiba-tiba berkata kepada ibunya, "Wahai ibu, jangan takut, sesungguhnya Surga menanti kita," ujar bayi yang digendongnya.
Mendengarnya, kembalilah ketegaran dan keberanian Masyithah. Ia pun mencium anaknya. Kemudian masuklah keduanya ke dalam air yang mendidih. Masyithah dan keluarganya mengakhiri hidup mereka dengan berpegang teguh pada akidah.
Afriza Hanifa Redaktur : Heri Ruslan |