Rabu, 13 Maret 2013

Beranda » » Supersemar Dogma yang Mengakar di Otak Bangsa Sejak Sekolah Dasar

Supersemar Dogma yang Mengakar di Otak Bangsa Sejak Sekolah Dasar

Rentetan peristiwa politik akibat pergulan kekuasaan yang hadir di Indonesia, sejak jaman invansi bangsa kulit putih (Kolonial) ketanah air, merupakan teka-teki mutlak yang sampai saat ini hanya menjadi dogma dimasyarakat. Ya bangsa ini seharusnya sudah kenyang dengan berbagai serangan kolonial yang berbentuk politik “devide et impera” atau adu domba, tetapi kenapa serangan politik kolonial seperti itu malah mengakar pada pikiran-pikiran anak bangsa?? Perlu kekritisan individu untuk melihat kabut hitam yang timbul dari rentetan peristiwa-peristiwa politik tersebut.
Saya pernah membaca sebuah buku yang berjudul “Di Balik Tragedi 1965”, yang ditulis saksi hidup yang bernama Sulastomo (salah satu pendiri HMI dan sekarang anggota Dewan Pers) , yang menuliskan sekilas tentang pergolakan politik di era 1945 sampai dengan 1965. Diantaranya, apa yang sebenarnya terjadi diwaktu itu? Teori lama, bahwa peristiwa itu adalah sebuah kudeta PKI (Partai Komunis Indonesia), sudah mulai dipersoalkan. Bukankah PKI tengah menguasai isu politik nasional? Buat apa mereka melakukan kudeta? Apakah peristiwa itu bukan peristiwa intern Angkatan Darat? Bukankah konflik interen TNI/Angkatan Darat juga sedang merebak? Atau, apakah bukan rekayasa CIA, KGB atau Intelejen asing lainnya, mengingat persaingan global antara Blok Barat dan Blok Timur diwaktu itu? Bahkan, apakah peristiwa itu bukan sebuah kudeta Soeharto pada Bung Karno? Bukankah memang Pak Harto yang kemudian tampil sebagai penguasa baru negeri ini? Atau, apakah bukan justru rekayasa Bung Karno untuk menyingkirkan pimpinan TNI/Angkatan Darat yang sering membandel terhadap kepemimpinan Presiden/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno? Ya, dari beberapa pertanyaan diatas, saya menyimpulkan klimaks dari teka-teki tersebut bermuara pada munculnya surat sakti alih kekuasaan yang kerap sebut “SUPERSEMAR” (Surat Perintah Sebelas Maret), yang ditanda tangani Bung Karno pada tanggal 11 Maret 1966.
Menjelang peristiwa politik ditahun 1965, berbagai isu telah berkembang dimasyarakat, yang mengindikasikan akan terjadi peristiwa politik yang besar. Aksi-aksi sepihak terjadi dimana-mana, dari pulau Jawa sampai Sumatera berupa perebutan hak atas tanah, yang dinilai terlalu besar dan dimiliki oleh orang-perorangan. Karena rentetan peristiwa seperti itu, Angkatan Darat yang kontra revolusioner terlihat reaktif seperti kebakaran jenggot. Tidak bisa dipungkiri saat itu, Bung Karno sebagi pimpinan tertinggi memiliki hubungan dekat dengan PKI, hal tersebut tidak hanya membuat para jajaran Angkatan Darat putar cemburu, bahkan hal tersebut membuat gerah bangsa Kolonial yang lebih dikenal dengan sebutan Blok Barat saat itu. Lalu muncul bagaikan bom besar, peristiwa yang kita kenal sebagai GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh), yang dilakukan PKI terhadap pimpinan-pimpinan Angkatan Darat saat itu.
Disini seharusnya kita melihat SEBAB peristiwa yang disebut G30SPKI itu muncul, baru kita melihat akibat ditimbulkan. Perdebatan yang hanya berputar pada sebuah lingkaran ketakutan bangsa, yang menjadi celah akan kelemahan bangsa dimata internasional yang dapat menjadi boomerang untuk di provokasi oleh dogma yang sistematis turun temurun, dan di dialektikakan sejak kita mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar. Sebuah patron pemikiran, bahwa saat itu yang wajib bertanggung jawab dalam kejadian besar tersebut adalah PKI, atas penculikan 9 Dewan Jendral yang dibantai secara sporadis dan dibuang di kawasan Lubang Buaya. Jika ditelaah, apakah hal tersebut murni gerakan kudeta yang dilakukan PKI? Karena ditahun pasca kemerdekaan Republik Indonesia, PKI merupakan partai yang masuk didalam 5 besar partai yang turut serta dalam ajang demokrasi Indonesia. Jelas pamor PKI tidak kalah menarik simpatik kelompok masyarakat termarjinalkan (proletariat), apakah mungkin PKI secara murni melakukan hal bodoh seperti itu? Seperti memasang bom waktu bagi diri sendiri. Lalu, keganjilan nampak apabila PKI melakukan kudeta. Saat itu Bung Karno selaku Presiden Republik Indonesia/Pimpinan Dewan Revolusi berpihak kepada partai buruh tani ini, dengan asas NASAKOM (Nasionalis Komunis).
Tentu saja para tuan tanah dan pemilik modal juga bangsa kulit putih saat itu tumpang tindih cari jalan keluar atas kepekikan masalah politik yang mengacam intergritas imperalis mereka. Atas celah dari Angkatan Darat yang merasa cemburu terhadap langkah Bung Karno yang lebih condong mengaminkan perjuangan PKI untuk kaum termarjinalkan, Angkatan Darat secara terang-terangan mengibarkan bendera peperangan terhadap partai baru yang dianggap atheis itu. Kenapa saya bilang atheis, karena dogma ini lah yang sudah mantab ditanamkan bangsa barat lewat pemerintah kita, sejak kita mengeyam pendidikan dasar. Dan dasar isu seperti itu sukses, selain isu kekerasan, penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan PKI.
Atas kegoncangan politik Indonesia yang diakibatkan klimaksnya peristiwa politik tersebut, muncullah insiatif politik yang diambil oleh Soeharto, yang disebut SUPERSEMAR. Anehnya, saat itu Soeharto bukan lah siapa-siapa, beliau hanya selaku Panglima Kostrad Republik Indonesia, tidak banyak yang mengenal sosok yang kini disebut sebagai bapak pembangunan ini. Tetapi kenapa beliau yang diberikan mandat khusus dari Bung Karno?? Seharusnya hal ini yang dijadikan perdebatan. Atas perintah SUPERSEMAR tersebut, Soeharto melakukan langkah penting pertama yaitu pembubaran PKI. Aneh bukan, karena pada saat itu Bung Karno sedang menjalani hubungan romantis dengan PKI, lalu lewat SUPERSEMAR memerintahkan Soeharto untuk menjamin keamanan dirinya sebagai Presiden Republik Indonesia. Jelas, esensi surat perintah tersebut adalah “pemberian” tugas, bukan “pelimpahan tugas”. Lalu kenapa Bung Karno turun dari Pimpinan Tertinggi dan digantikan Soeharto? Bahkan keberadaan teks asli dari SUPERSEMAR sendiri masih dipertanyakan.
Asumsi saya mengenai hal tersebut muncul karena Indonesia selalu menjadi perhatian khusus bangsa asing, bahkan tidak menutup kemungkinan di intervensi karena pergolakan Blok Barat dan Blok Timur. Karena saat itu Indonesia merupakan teritori basis asas Komunisme yang cukup besar yang bercokol di kawasan Asia Tenggara khususnya. Atas keberhasilan propaganda asing, Soeharto pun naik menjadi pemegang kekuasaan tertinggi negeri ini dan membentuk sebuah orde yang disebut ORBA (Orde Baru). Selama 35 tahun doktrin tentang keberadaan PKI sebagai partai berbahaya dan ideologi Komunis secara terang-terangan dianggap mazbab setan dinegeri ini.
Indoktrinasi seperti ini sudah sangat mengakar didalam otak para penerus bangsa, karena sudah ditanamkan ketakutan dan persepsi simpang siur yang salah tentang sejarah dari sejak mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar, ironisnya simpang siur sejarah seperti ini telah dibakukan dalam kurikulum. Mau tidak mau doktrin tentang awan hitam peristiwa penting didalam pembentukan negara Indonesia ditahun 1965 dan 1966 ini pun semakin menjerumuskan kedalam lubang pertanyaan, bahkan menjadi pelabelan negatif tentang peristiwa PKI, Kudeta dan SUPERSEMAR itu sendiri.
Perlu penetralan pemikiran untuk dapat memecahkan berbagai teka-teki masalah yang terjadi ditahun 1965 dan 1966 tentang SUPERSEMAR dan akibatnya, karena yang saya tulis juga belum tentu benar. Tetapi saya berharap, ini dapat membuka serta memberikan perspektif lain tentang sejarah. Agar kita tidak terus terjerembab didalam dogma yang sudah masuk didalam otak kita sejak mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar. 

Yudhi A