Ini cerite masa pudaha
tentang gayo negeri antara
ara unok perasin ni jema
jemae taat lagi bijaksana…
wan sara masa mudepet amanah,
munetos kapal i kute mekah,
renye batang kayu ari takengen iemah..
oya le mulo asal kejadien
kati ara lut i kute takengen
Munge nguk ken inget-ingeten
Sa metehe ara sudere si nge lupen…
KONON dahulu kala ada sebuah desa yang tersembunyi di atas gunung. Gunung-gunung melengkung memagari wilayah tersebut. Hasil alam yang berlimpah ruah, masyarakatnya hidup serasi dengan alam. Tersebutlah dataran Gayo, dataran tinggi di mana kemakmuran melingkupi penduduknya.
Dahulu di daerah ini, ada sebuah kolam kecil di tengah hutan yang luas lagi lebat yang di dalamnya hanya hidup beberapa ikan saja. Airnya memancar keluar dari dalam tanah seperti air yang mendidih sangat jernih sekali, sehingga seluruh hewan yang menghuni hutan tersebut sangat suka meminum air dari kolam itu. Bukan saja hewan yang acap datang ke kolam itu, bidadari dari kayangan pun konon sering mengunjungi kolam tersebut untuk sekedar mandi sambil bermain dan bercanda sesama mereka. Menurut cerita, Putri Bensu adalah salah satu nama dari bidadari tersebut yang turut mandi bersama dengan kakak-kakaknya sambil berluluran di atas batu besar yang ada di tepi kolam. Sementara di sebelah bebatuan yang besar lainnya biasanya ada seorang pemuda bernama Malim Dewa yang selalu meniup seruling dengan merdunya untuk memikat hati sang bidadari terutama Putri Bensu. Setelah mandi para bidadari ini akan kembali ke langit yang lebih dikenal dengan nama Negeri Antara.
Di pinggiran kolam yang jernih ini pun tumbuh sebatang pohon yang sangat besar batangnya, banyak buahnya serta rimbun daunnya. Tempat dimana segala jenis binatang yang hidup di hutan tersebut untuk berteduh dari teriknya matahari dan derasnya hujan sambil beristirahat sejenak setelah melalang buana mencari makanan, sekaligus tempat menghilangkan rasa dahaga karena kolam tersebut airnya sangat jernih serta berada tepat di samping pohon besar. Begitu pun dengan burung-burung yang bermain dari cabang satu ke cabang yang lainnya lagi sambil mencari makanan di atas pohon kayu yang besar tadi. Mereka memakan buahnya sembari mencari ulat-ulat kecil yang merayap di atas cabang serta daunnya yang rimbun sebagai makanan tambahan. Tidak hanya ada pohon besar itu di pinggir kolam tersebut, tumbuhan lainpun hidup subur mengelilingi kolam walau memang tidak sebesar pohon yang satu itu.
Pada zaman itu hiduplah seorang ulama yang sangat disegani dan sangat di hormati oleh masyarakat Gayo karena keta’atannya dalam beribadah, arif dalam mendudukkan perkara lagi bijaksana dalam bersikap, ulama ini bernama Aulia. Sang Ulama memiliki ciri badan yang sangat berbeda dari manusia sekarang, beliau berbadan sangat besar dan tinggi, memiliki langkah kaki yang sangat lebar, tidaklah seberapa tingginya gunung-gunung yang menjulang di muka bumi serta dalam, panjang dan luasnya lautan di samudra. Seperti itulah kira-kira besar badannya, luas langkahnya, hanya khayalan kita saja yang bisa menyimpulkannya. Sehingga sang Ulama di juluki dengan nama Unok . Sampai sekarang julukan Unok masih melekat di antara masyarakat Gayo. Biasanya diberikan kepada mereka yang berbadan besar, tinggi dan mempunyai langkah kaki yang lebar.
Ketaatan Sang Unok dalam beribadah kepada Allah SWT menjadi tauladan di dataran tinggi Gayo. Banyak kabaran mengatakan kalau Unok sering terlihat di tanah suci untuk beribadah apalagi ketika hari Jum’at tiba beliau selalu mengerjakan shalat Jum’at di Mekkah, sehabis mandi beliau mengenakan pakaian yang sangat bagus lagi bercahaya harum pula wangi tubuhnya padahal jarak Mekkah dan Gayo sangat lah jauh bila di ukur dengan angka-angka skala, tetapi tidak bagi Unok dengan sekejap mata beliau bisa sampai di Mekkah. Unok tidak berlama-lama berada di Mekkah, sehabis melaksanakan kewajibannya menunaikan ibadah beliau langsung kembali lagi ke dataran tinggi Gayo, tak pernah ada yang mengetahui dengan cara apa beliau bisa sampai di Mekkah, atau mahluk apakah yang beliau tunggangi. Mungkinkah Unok mengendarai Burak seperti kendaraan Nabi pada saat pergi menuju Sidratul Muntaha, atau mungkin beliau terbang, karena belum pernah ada yang melihat secara langsung. Namun menurut kabaran beliau biasanya hanya berjalan kaki menuju ke Masjidil Haram.
Pada suatu hari yang mana menurut penanggalan sebagai hari serta bulan yang baik, turunlah sebuah ilham atau amanah kepada Sang Ulama bahwa nanti suatu hari akan turun cobaan dari Allah SWT kepada seluruh mahluk hidup yang ada di bumi untuk menguji siapa-siapa saja yang beriman dan siapa-siapa yang tidak di antara mereka. Apabila dia beriman maka dia akan selamat dari cobaan ini karena memegang teguh amanat atau perintah Tuhan, sementara yang tidak, pasti akan mendapat azab dariNya karena ingkar serta durhaka terhadap perintahNya. Cobaan yang maha dahsyat itu berupa banjir besar yang akan menenggelamkan semua yang ada di bumi baik daratan maupun gunung-gunung yang tinggi sekalipun. Semua akan ikut tenggelam saat air itu datang, dunia akan tergenang bak lautan yang luas.
Dalam ilham tersebut Unok diperintahkan untuk membuat sebuah perahu yang sangat besar agar bisa melindungi dan menyelamatkan mahluk hidup yang beriman. Di dalam perahu itulah nanti seluruh mahluk hidup akan tinggal sementara, makan dan minum serta bisa mengangkut bekal makanan karena tidak ada yang mengetahui sampai kapan banjir itu akan surut atau berhenti. Entah berapa bulan atau mungkin berbilang tahun. Perahu besar pun harus segera di buat dan akan diletakkan di sebuah tempat yang berdekatan dengan Mekkah.
Pada hari baik, setelah ada kesepakatan untuk membuat perahu yang besar, mulailah Unok dan orang-orang yang percaya akan alamat ilham Sang Unok mengumpulkan perkakas dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat perahu besar tersebut. Pohon-pohon mulai di tebang, tali tambang mulai di rajut. Membuat perahu yang besar di perlukan pohon yang besar serta banyak pula, maka Unok memutuskan untuk memilih batang pohon besar yang ada di samping kolam ikan di tengah hutan. Dengan segera mulailah Unok menarik kuat batang pohon tersebut karena memang sangat besar dan berumur sangat tua. Unok hampir kehabisan tenaga namun terus menarik batang pohon tersebut, begitu kuatnya Unok menarik hingga batang pohon tersebut tercabut beserta dengan akar-akarnya yang mengurat dalam di tanah. Setelah batang pohon besar tadi berhasil di cabut oleh Unok maka ia membawanya dengan cara menyeret ke tanah sampai ke tepi pantai Laut Aceh dan meneruskanya hingga menyeberangi lautan yang luas sehingga hampir mendekati Mekkah. Bekas akar pohon besar tadi yang tanahnya terbongkar sehingga membentuk lubang yang sangat besar serta sangat dalam, lama-kelamaan air kolam memenuhi lubang tersebut, airnya pun semakin hari semakin banyak hingga kolam tersebut berubah menjadi danau yang dikenal dengan nama Danau Laut Tawar dan kabarnya bekas batang pohon besar yang diseret Unok itu kini telah menjadi Arul (sungai) yang bernama sungai Peusangan yang mengalirkan air dari Danau Laut Tawar menuju pesisir Aceh saat ini.(irwanputra88[at]gmail.com)
Irwan Putra* Mahasiswa asal Bener Kelipah di Bandung
tentang gayo negeri antara
ara unok perasin ni jema
jemae taat lagi bijaksana…
wan sara masa mudepet amanah,
munetos kapal i kute mekah,
renye batang kayu ari takengen iemah..
oya le mulo asal kejadien
kati ara lut i kute takengen
Munge nguk ken inget-ingeten
Sa metehe ara sudere si nge lupen…
KONON dahulu kala ada sebuah desa yang tersembunyi di atas gunung. Gunung-gunung melengkung memagari wilayah tersebut. Hasil alam yang berlimpah ruah, masyarakatnya hidup serasi dengan alam. Tersebutlah dataran Gayo, dataran tinggi di mana kemakmuran melingkupi penduduknya.
Dahulu di daerah ini, ada sebuah kolam kecil di tengah hutan yang luas lagi lebat yang di dalamnya hanya hidup beberapa ikan saja. Airnya memancar keluar dari dalam tanah seperti air yang mendidih sangat jernih sekali, sehingga seluruh hewan yang menghuni hutan tersebut sangat suka meminum air dari kolam itu. Bukan saja hewan yang acap datang ke kolam itu, bidadari dari kayangan pun konon sering mengunjungi kolam tersebut untuk sekedar mandi sambil bermain dan bercanda sesama mereka. Menurut cerita, Putri Bensu adalah salah satu nama dari bidadari tersebut yang turut mandi bersama dengan kakak-kakaknya sambil berluluran di atas batu besar yang ada di tepi kolam. Sementara di sebelah bebatuan yang besar lainnya biasanya ada seorang pemuda bernama Malim Dewa yang selalu meniup seruling dengan merdunya untuk memikat hati sang bidadari terutama Putri Bensu. Setelah mandi para bidadari ini akan kembali ke langit yang lebih dikenal dengan nama Negeri Antara.
Di pinggiran kolam yang jernih ini pun tumbuh sebatang pohon yang sangat besar batangnya, banyak buahnya serta rimbun daunnya. Tempat dimana segala jenis binatang yang hidup di hutan tersebut untuk berteduh dari teriknya matahari dan derasnya hujan sambil beristirahat sejenak setelah melalang buana mencari makanan, sekaligus tempat menghilangkan rasa dahaga karena kolam tersebut airnya sangat jernih serta berada tepat di samping pohon besar. Begitu pun dengan burung-burung yang bermain dari cabang satu ke cabang yang lainnya lagi sambil mencari makanan di atas pohon kayu yang besar tadi. Mereka memakan buahnya sembari mencari ulat-ulat kecil yang merayap di atas cabang serta daunnya yang rimbun sebagai makanan tambahan. Tidak hanya ada pohon besar itu di pinggir kolam tersebut, tumbuhan lainpun hidup subur mengelilingi kolam walau memang tidak sebesar pohon yang satu itu.
Pada zaman itu hiduplah seorang ulama yang sangat disegani dan sangat di hormati oleh masyarakat Gayo karena keta’atannya dalam beribadah, arif dalam mendudukkan perkara lagi bijaksana dalam bersikap, ulama ini bernama Aulia. Sang Ulama memiliki ciri badan yang sangat berbeda dari manusia sekarang, beliau berbadan sangat besar dan tinggi, memiliki langkah kaki yang sangat lebar, tidaklah seberapa tingginya gunung-gunung yang menjulang di muka bumi serta dalam, panjang dan luasnya lautan di samudra. Seperti itulah kira-kira besar badannya, luas langkahnya, hanya khayalan kita saja yang bisa menyimpulkannya. Sehingga sang Ulama di juluki dengan nama Unok . Sampai sekarang julukan Unok masih melekat di antara masyarakat Gayo. Biasanya diberikan kepada mereka yang berbadan besar, tinggi dan mempunyai langkah kaki yang lebar.
Ketaatan Sang Unok dalam beribadah kepada Allah SWT menjadi tauladan di dataran tinggi Gayo. Banyak kabaran mengatakan kalau Unok sering terlihat di tanah suci untuk beribadah apalagi ketika hari Jum’at tiba beliau selalu mengerjakan shalat Jum’at di Mekkah, sehabis mandi beliau mengenakan pakaian yang sangat bagus lagi bercahaya harum pula wangi tubuhnya padahal jarak Mekkah dan Gayo sangat lah jauh bila di ukur dengan angka-angka skala, tetapi tidak bagi Unok dengan sekejap mata beliau bisa sampai di Mekkah. Unok tidak berlama-lama berada di Mekkah, sehabis melaksanakan kewajibannya menunaikan ibadah beliau langsung kembali lagi ke dataran tinggi Gayo, tak pernah ada yang mengetahui dengan cara apa beliau bisa sampai di Mekkah, atau mahluk apakah yang beliau tunggangi. Mungkinkah Unok mengendarai Burak seperti kendaraan Nabi pada saat pergi menuju Sidratul Muntaha, atau mungkin beliau terbang, karena belum pernah ada yang melihat secara langsung. Namun menurut kabaran beliau biasanya hanya berjalan kaki menuju ke Masjidil Haram.
Pada suatu hari yang mana menurut penanggalan sebagai hari serta bulan yang baik, turunlah sebuah ilham atau amanah kepada Sang Ulama bahwa nanti suatu hari akan turun cobaan dari Allah SWT kepada seluruh mahluk hidup yang ada di bumi untuk menguji siapa-siapa saja yang beriman dan siapa-siapa yang tidak di antara mereka. Apabila dia beriman maka dia akan selamat dari cobaan ini karena memegang teguh amanat atau perintah Tuhan, sementara yang tidak, pasti akan mendapat azab dariNya karena ingkar serta durhaka terhadap perintahNya. Cobaan yang maha dahsyat itu berupa banjir besar yang akan menenggelamkan semua yang ada di bumi baik daratan maupun gunung-gunung yang tinggi sekalipun. Semua akan ikut tenggelam saat air itu datang, dunia akan tergenang bak lautan yang luas.
Dalam ilham tersebut Unok diperintahkan untuk membuat sebuah perahu yang sangat besar agar bisa melindungi dan menyelamatkan mahluk hidup yang beriman. Di dalam perahu itulah nanti seluruh mahluk hidup akan tinggal sementara, makan dan minum serta bisa mengangkut bekal makanan karena tidak ada yang mengetahui sampai kapan banjir itu akan surut atau berhenti. Entah berapa bulan atau mungkin berbilang tahun. Perahu besar pun harus segera di buat dan akan diletakkan di sebuah tempat yang berdekatan dengan Mekkah.
Pada hari baik, setelah ada kesepakatan untuk membuat perahu yang besar, mulailah Unok dan orang-orang yang percaya akan alamat ilham Sang Unok mengumpulkan perkakas dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat perahu besar tersebut. Pohon-pohon mulai di tebang, tali tambang mulai di rajut. Membuat perahu yang besar di perlukan pohon yang besar serta banyak pula, maka Unok memutuskan untuk memilih batang pohon besar yang ada di samping kolam ikan di tengah hutan. Dengan segera mulailah Unok menarik kuat batang pohon tersebut karena memang sangat besar dan berumur sangat tua. Unok hampir kehabisan tenaga namun terus menarik batang pohon tersebut, begitu kuatnya Unok menarik hingga batang pohon tersebut tercabut beserta dengan akar-akarnya yang mengurat dalam di tanah. Setelah batang pohon besar tadi berhasil di cabut oleh Unok maka ia membawanya dengan cara menyeret ke tanah sampai ke tepi pantai Laut Aceh dan meneruskanya hingga menyeberangi lautan yang luas sehingga hampir mendekati Mekkah. Bekas akar pohon besar tadi yang tanahnya terbongkar sehingga membentuk lubang yang sangat besar serta sangat dalam, lama-kelamaan air kolam memenuhi lubang tersebut, airnya pun semakin hari semakin banyak hingga kolam tersebut berubah menjadi danau yang dikenal dengan nama Danau Laut Tawar dan kabarnya bekas batang pohon besar yang diseret Unok itu kini telah menjadi Arul (sungai) yang bernama sungai Peusangan yang mengalirkan air dari Danau Laut Tawar menuju pesisir Aceh saat ini.(irwanputra88[at]gmail.com)
Irwan Putra* Mahasiswa asal Bener Kelipah di Bandung