Bung Hatta (yang ditengah) - Foto dari KITLV
Kadang saya mengulum senyum saat melihat istri saya sibuk menata sound system kecil beserta mp4, hanya agar dia bisa enjoy memasak di dapur sembari menikmati alunan lagu dari Bang Iwan Fals. Dari beberapa lagu favoritnya, satu diantaranya adalah yang berjudul Bung Hatta.Pada 33 tahun yang lalu, tepatnya 14 Maret 1980, Bung Hatta meninggal dunia di usia 77 tahun. Suasana kehilangan segera merebak di seluruh nusantara, dan itu semua digambarkan dengan apik dalam deretan lirik lagu Bang Iwan. Hmmm, pantas saja istri saya sangat mengagumi lagu ini, ternyata lagu tersebut adalah penyimpan kenangan yang sarat makna.
Dari seringnya saya mendengarkan lagu itu, lama-lama saya juga jatuh cinta. Kecintaan itu mengantarkan saya pada banyak tulisan yang mengupas tuntas tentang sosok seorang Mohammad Hatta, Proklamator dan mantan wakil presiden RI yang pertama.
Jika anda juga penasaran akan beliau, caranya sederhana saja. Cukup membuka mesin pencari dan mengetikkan kata kunci ‘Bung Hatta’ maka anda akan diantarkan pada banyak tulisan tentang beliau. Kalau dari saya sendiri, saya lebih suka membaca kisahnya lewat buku dan tidak di mesin pencari.
Hal-hal sederhana tentang Bung Hatta
Bung Hatta dikenal sebagai orang yang selalu mengerjakan segala sesuatunya sendirian saja. Beliau juga tidak canggung untuk membuat kopi sendiri. Pantaslah jika Bung Hatta sangat merindukan agar masyarakat Indonesia bisa mandiri di segala bidang.
Mengenai kesukaannya pada dunia sepak bola, nah ini yang baru saya tahu. Meskipun di kampung halamannya beliau lebih banyak mengatur sisi organisasi sepak bola, bukan berarti Bung Hatta tidak bisa memainkan si bola bundar. Kabarnya, ketika diasingkan di Banda, dia bermain bola dan bertugas sebagai ‘center back’ sedangkan Sjahrir menjadi penyerang tengah.
Acara sepak bola di Banda (hingga 1 februari 1942) biasanya berlangsung di Kampung Baru dan bermain bersama dengan pegawai-pegawai yang netral. Kalau Bung Hatta turut bermain, biasanya penontonnya cukup banyak karena diselingi adegan-adegan lucu.
Dari sini saya jadi berpikir, mungkin kesukaan Bung Hatta pada permainan kolektif menyebabkan beliau terinspirasi untuk meramu bentuk perekonomian yang paling cocok bagi bangsa Indonesia, dan itu adalah koperasi. Ya, bukankah koperasi adalah nama lain dari usaha bersama? Tapi ini pikiran subyektif dari saya saja. Abaikan, hehe..
Saya senang ketika membaca pemikirannya akan kebudayaan negeri ini. Bung Hatta berkata, “Kita tak perlu takut pada pengaruh asing, sebab bangsa kita telah menunjukkan dapat menerima pengaruh asing tanpa merusak kebudayaannya sendiri, melainkan karena kreatifitas bangsa Indonesia sendiri pengaruh itu justru dijadikan ‘memperkaya’ kebudayaan Indonesia.”
Bung Hatta menambahkan, kebudayaan kita menjadi kuat bila ada landasan yang kokoh, yakni adab dan moral. Kebudayaan adalah pertahanan rohani dan semangat, serta martabat bangsa. Bangsa yang kehilangan kebudayaan tidak bisa kuat, dan tidak mempunyai individualitas. Jika seseorang tak punya semangat individualitas, maka tak ada semangat untuk membela keperluan hidupnya. Manusia seperti ini biasanya akan cenderung pasrah pada nasib.
Ohya satu lagi. Bangsa yang kehilangan kebudayaannya, maka dia akan lekas menjadi tukang tiru.
Waaah, keren. Dibalik kesederhanaannya, ada tersembunyi pemikiran-pemikiran yang maut. Sangat salut dengan sosok dan kiprahnya.
Dan sebuah pemikiran sederhana yang satu ini, sepertinya bagus buat kawan-kawan pemerhati lingkungan. Pada tahun 1959, Bung Hatta sudah berkata, “Pemeliharaan hutan harus disempurnakan lagi, yang biayanya dapat dibayar dari hasilnya…”
Bung Hatta memang telah tiada, namun semangat dan pemikirannya patut untuk kita lestari-kembangkan. Merdeka…!
Rz Hakim