Minggu, 03 Maret 2013

Beranda » » Cerita SMP 1 Lhokseumawe peninggalan Belanda

Cerita SMP 1 Lhokseumawe peninggalan Belanda

"Bangunan induk SMPN 1 itu jangan dirombak, karena satu-satunya peninggalan Belanda yang masih tersisa di Lhokseumawe".
@ZULFIKAR H/AP
DILIHAT sekilas, bangunan itu tampak baru. Maklum, catnya masih baru. Dinding bagian atas warna kuning, bawahnya orange. Pintu warna merah. Itulah bangunan induk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Lhokseumawe.
Apabila dilihat lebih teliti, ketahuan bahwa bangunan ini sudah tua. Teramat tua. Bahkan mungkin bangunan paling tua di Lhokseumawe. Kabarnya, bangunan tersebut satu-satunya bangunan peninggalan Belanda yang masih tersisa di kota ini.
Konstruksi bangunan induk SMPN 1 Lhokseumawe yang terletak di Jalan Samudera Lama itu beda jauh dengan sejumlah gedung lainnya dalam komplek sekolah favorit di kota ini. Sejumlah gedung lainnya, sebagian besar dua lantai, dibangun setelah sekian lama Indonesia merdeka.
“Bangunan peninggalan Belanda itu masih kita fungsikan untuk ruang kelas belajar, 7 ruangan,” ujar Ismail Haitami, Kepala SMPN 1 Lhokseumawe kepada AP, Sabtu, 2 Maret 2013.
Salah seorang warga Lhokseumawe, Maulana M Fajri mengatakan bangunan induk SMPN 1 itu dulunya gedung Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang dibangun Belanda.
“Coba periksa, dinding penyekat (bangunan itu) tidak pakai batu bata, dicor dengan kawat nyamuk,” kata Maulana.
Maulana menyebutkan, konstruksi bangunan tersebut persis sama dengan SMPN 1 Langsa dan SMPN 1 Banda Aceh yang juga peninggalan Belanda. Namun, kata dia, SMPN 1 Banda Aceh telah dihantam tsunami pada 2004 lalu.
“Kita minta bangunan induk SMPN 1 itu jangan dirombak, karena satu-satunya peninggalan Belanda yang masih tersisa di Lhokseumawe. Yang hilang tanpa bekas karena tidak dirawat atau dilestarikan,” kata T Anwar Haiva, tokoh masyarakat Lhokseumawe.
Kalau terjadi kerusakan pada bangunan bersejarah itu, kata Anwar haiva, cukup direhab bagian atap, pintu dan jendelanya saja. “Dinding atau bentuk secara keseluruhan tidak boleh berubah,” katanya.
Menurut Ismail, bangunan tersebut pernah direnovasi. Namun hanya bagian atap dan pengecatan dinding agar tampak lebih cerah.
Berdasarkan cerita orangtua dahulu, kata Maulana, hanya anak dari kalangan tertentu yang sekolah di tempat itu. “Jaman Belanda, anak-anak Ulee Balang dari Pantonlabu, Lhoksukon, Krueng Mane sekolah ke sini, karena hanya ada satu-satunya sekolah di Lhokseumawe,” katanya.
Anak-anak Ulee Balang dari wilayah barat dan timur Aceh Utara, kata Maulana, sekolah ke HIS Lhokseumawe dengan menumpang kereta api. “Jam tujuh sudah sampai di sekolah itu, bayangkan bagaimana manajemennya, kenapa bisa on time kereta api masa itu,” kata Maulana.[]