Adat bak Poteu Meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana
SYAHDAN dikisahkan dalam sejarah saat Iskandar Muda hendak berangkat ke Malaka dengan Armada Cakra Donya untuk menggempur Portugis di abad ke 16. Di gerbang Istana Darud Dunia, Putri Kamaliah atau lebih dikenal dengan sebutan Putroe Phang merangkul lengan Sultan Iskandar Muda.
"Harap Tuanku waspada dalam melayari Selat Malaka. Akan Tuanku hadapi tiga bahaya; yang pertama gelombang besar, bahaya kedua di Asahan, Tuanku dihadang Raja Muda. Bahaya ketiga ada di Banang, tiga aulia bermakam di sana. Karena itu Tuanku, Banang jangan dihancurkan," pesan Putroe Phang kepada Sultan Aceh itu, seperti diriwayatkan dalam Hikayat Malem Dagang.
Nasehat bijaksana ini dituturkan Putroe Phang setelah Sultan Iskandar Muda menjadi suaminya. Dalam kisah itu, diceritakan pula rasa enggan Putroe Phang terhadap keberangkatan Iskandar Muda memerangi Portugis di Malaka. Kisah ini merupakan sisi lain kepribadian Putroe Phang dan peranannya dalam istana.
Di sisi lain, posisi Putroe Phang dalam Istana Darud Dunia kerap menjadi penasehat bagi suaminya, Sultan Iskandar Muda.
Salah satu peranannya dalam politik negara yaitu terbentuknya sebuah lembaga yang menyerupai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga ini terdiri dari Balai Majelis Mahkamah Rakyat yang beranggotakan 73 orang, mewakili penduduk dalam Kerajaan Aceh Darussalam.
Seperti dirunut dalam buku Wanita Aceh karangan Ali Hasjmy disebutkan, untuk mengabadikan jasa dan karya besar Putri Pahang maka semua produk Balai Majelis Mahkamah rakyat disebut sebagai produk Putri Pahang. Hal ini tercermin dalam Hadih Maja (kata berhikmat) yang berbunyi ; Adat bak Poteu Meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana.
Hadih maja ini menjadi filsafat hidup orang Aceh.
Putroe Phang atau Putri Kamaliah merupakan istri yang dinikahi Sultan Iskandar Muda usai wafatnya Putri Sendi Ratna Istana. Dia merupakan salah satu putri dari keluarga Diraja Pahang.[](bna)
"Harap Tuanku waspada dalam melayari Selat Malaka. Akan Tuanku hadapi tiga bahaya; yang pertama gelombang besar, bahaya kedua di Asahan, Tuanku dihadang Raja Muda. Bahaya ketiga ada di Banang, tiga aulia bermakam di sana. Karena itu Tuanku, Banang jangan dihancurkan," pesan Putroe Phang kepada Sultan Aceh itu, seperti diriwayatkan dalam Hikayat Malem Dagang.
Nasehat bijaksana ini dituturkan Putroe Phang setelah Sultan Iskandar Muda menjadi suaminya. Dalam kisah itu, diceritakan pula rasa enggan Putroe Phang terhadap keberangkatan Iskandar Muda memerangi Portugis di Malaka. Kisah ini merupakan sisi lain kepribadian Putroe Phang dan peranannya dalam istana.
Di sisi lain, posisi Putroe Phang dalam Istana Darud Dunia kerap menjadi penasehat bagi suaminya, Sultan Iskandar Muda.
Salah satu peranannya dalam politik negara yaitu terbentuknya sebuah lembaga yang menyerupai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga ini terdiri dari Balai Majelis Mahkamah Rakyat yang beranggotakan 73 orang, mewakili penduduk dalam Kerajaan Aceh Darussalam.
Seperti dirunut dalam buku Wanita Aceh karangan Ali Hasjmy disebutkan, untuk mengabadikan jasa dan karya besar Putri Pahang maka semua produk Balai Majelis Mahkamah rakyat disebut sebagai produk Putri Pahang. Hal ini tercermin dalam Hadih Maja (kata berhikmat) yang berbunyi ; Adat bak Poteu Meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana.
Hadih maja ini menjadi filsafat hidup orang Aceh.
Putroe Phang atau Putri Kamaliah merupakan istri yang dinikahi Sultan Iskandar Muda usai wafatnya Putri Sendi Ratna Istana. Dia merupakan salah satu putri dari keluarga Diraja Pahang.[](bna)