Menurut Abdurrahman makam Tuan Di Blang sama sekali tidak pernah mendapatkan sentuhan tangan pemerintah setempat
MASYARAKAT Desa Rima Jeuneu, Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar terlihat sibuk mengais arit memotong padi yang sudah layak dipanen, Kamis 7 Maret 2013. Sebagian diantaranya sedang beristirahat sembari menunggu peluh hingga kering.
Hari itu, ATJEHPOSTcom hendak mencari lokasi makam Tuan Di Blang Teungku Salah Nama. Disebut-sebut, dia merupakan salah satu tokoh sejarah Aceh yang terlupakan.
Menuju makam Tuan Di Blang harus melewati pematang sawah sambil menikmati indahnya hamparan padi yang menguning.
Di tengah pematang, disebuah gubuk, seorang pria bertubuh kecil, berkulit hitam terlihat santai sambil menikmati sebatang rokok. ATJEHPOSTcom mencoba bertanya mengenai lokasi pasti makam.
Pria itu mengajak wartawan menjumpai seseorang yang mengetahui sejarah Tuan Di Blang Teungku Salah Nama.
“Ada yang lebih tahu mengenai makam itu, mari saya antarkan,” katanya sambil mengajak ATJEHPOSTcom melanjutkan perjalanan menuju gubuk kedua.
Setiba di sana, pria yang menyebut dirinya Bang Agam itu memanggil Abdurrahman, Ketua kelompok tani sekaligus sesepuh desa Rima Jeuneu.
Menurut Abdurrahman makam Tuan Di Blang sama sekali tidak pernah mendapatkan sentuhan tangan pemerintah setempat. Bahkan, kata dia, bisa dikatakan pemerintah tidak tahu akan adanya makam di tengah hamparan sawah Desa Jeunu itu.
“Bek naan dijak keuno, mungken syit hana diteupu na makam sejarah hinoe. Laweit nyoe yang peugot makam paleng na dari keluarga. Nyan pih u bena ek dipeugot sagai, lage bubong ngon pageu sagai. Pemerintah hane na. (Jangankan kemari, mungkin juga mereka tidak tahu ada makam sejarah di sini. Selama ini yang rawat makam paling ada dari pihak keluarga. Itupun dirawat sebagaimana kesanggupan mereka, seperti membuat atap dan pagar),” ujar pria berumur 77 tahun itu dengan bahasa Aceh yang khas.
Penasaran dengan penuturan Abdurrahman, ATJEHPOSTcom mengajaknya ke lokasi makam untuk melihat langsung kondisi tokoh sejarah itu. Hanya padi yang menguning, rumput liar serta semak belukar dari pepohonan yang ada, menjadi teman setia kuburan itu.
Komplek makam ini berada di bawah sebuah pohon besar ditutupi atap seng yang sudah berkarat. Makam juga dipagari dengan kayu seadanya.
Sisi-sisi komplek makam sendiri dihimpit ilalang yang begitu semak, ada beberapa balai dengan kontruksi kayu yang sudah lapuk serta sebuah sumur tua dengan air jernih dibangun dalam komplek makam.
Di lokasi itu terdapat empat batu nisan yang berdampingan. Menghadap ke arah timur, makam Tuan Di Blang terletak sebelah kiri paling ujung di antara keempat makam. Dua diantara makam, kata Abdurrahman, merupakan orang yang setia dengan Tuan Di Blang.
“Satu pengikut setia beliau sedangkan yang satunya lagi makam penjaga makam," katanya.
Selain itu, di komplek ini juga ada makam yang muncul dengan sendirinya. Makam itu kerap disebut dengan makam di timoh (makam tumbuh).
"Nah kalau di antara pengikut dan penjaga ini, katanya orang di sini makam Di Timoh (makam tumbuh sendiri),” ujarnya.
Komplek makam Tuan Di Blang memang jauh dari harapan. Jangankan dipugar, diberikah harapan untuk untuk diketahui saja begitu kelam.[](bna)
Hari itu, ATJEHPOSTcom hendak mencari lokasi makam Tuan Di Blang Teungku Salah Nama. Disebut-sebut, dia merupakan salah satu tokoh sejarah Aceh yang terlupakan.
Menuju makam Tuan Di Blang harus melewati pematang sawah sambil menikmati indahnya hamparan padi yang menguning.
Di tengah pematang, disebuah gubuk, seorang pria bertubuh kecil, berkulit hitam terlihat santai sambil menikmati sebatang rokok. ATJEHPOSTcom mencoba bertanya mengenai lokasi pasti makam.
Pria itu mengajak wartawan menjumpai seseorang yang mengetahui sejarah Tuan Di Blang Teungku Salah Nama.
“Ada yang lebih tahu mengenai makam itu, mari saya antarkan,” katanya sambil mengajak ATJEHPOSTcom melanjutkan perjalanan menuju gubuk kedua.
Setiba di sana, pria yang menyebut dirinya Bang Agam itu memanggil Abdurrahman, Ketua kelompok tani sekaligus sesepuh desa Rima Jeuneu.
Menurut Abdurrahman makam Tuan Di Blang sama sekali tidak pernah mendapatkan sentuhan tangan pemerintah setempat. Bahkan, kata dia, bisa dikatakan pemerintah tidak tahu akan adanya makam di tengah hamparan sawah Desa Jeunu itu.
“Bek naan dijak keuno, mungken syit hana diteupu na makam sejarah hinoe. Laweit nyoe yang peugot makam paleng na dari keluarga. Nyan pih u bena ek dipeugot sagai, lage bubong ngon pageu sagai. Pemerintah hane na. (Jangankan kemari, mungkin juga mereka tidak tahu ada makam sejarah di sini. Selama ini yang rawat makam paling ada dari pihak keluarga. Itupun dirawat sebagaimana kesanggupan mereka, seperti membuat atap dan pagar),” ujar pria berumur 77 tahun itu dengan bahasa Aceh yang khas.
Penasaran dengan penuturan Abdurrahman, ATJEHPOSTcom mengajaknya ke lokasi makam untuk melihat langsung kondisi tokoh sejarah itu. Hanya padi yang menguning, rumput liar serta semak belukar dari pepohonan yang ada, menjadi teman setia kuburan itu.
Komplek makam ini berada di bawah sebuah pohon besar ditutupi atap seng yang sudah berkarat. Makam juga dipagari dengan kayu seadanya.
Sisi-sisi komplek makam sendiri dihimpit ilalang yang begitu semak, ada beberapa balai dengan kontruksi kayu yang sudah lapuk serta sebuah sumur tua dengan air jernih dibangun dalam komplek makam.
Di lokasi itu terdapat empat batu nisan yang berdampingan. Menghadap ke arah timur, makam Tuan Di Blang terletak sebelah kiri paling ujung di antara keempat makam. Dua diantara makam, kata Abdurrahman, merupakan orang yang setia dengan Tuan Di Blang.
“Satu pengikut setia beliau sedangkan yang satunya lagi makam penjaga makam," katanya.
Selain itu, di komplek ini juga ada makam yang muncul dengan sendirinya. Makam itu kerap disebut dengan makam di timoh (makam tumbuh).
"Nah kalau di antara pengikut dan penjaga ini, katanya orang di sini makam Di Timoh (makam tumbuh sendiri),” ujarnya.
Komplek makam Tuan Di Blang memang jauh dari harapan. Jangankan dipugar, diberikah harapan untuk untuk diketahui saja begitu kelam.[](bna)