Senin, 28 Januari 2013

Beranda » » Serat Centini [27]

Serat Centini [27]

Setelah puas melihat-lihat keadaan candi, mereka melanjutkan perjalanan. Ki Buras berjalan di depan sambil menggendong Niken Rancangkapti.
Hari telah sore mereka memasuki dusun Sisir, raden Jayengsari berhenti sebentar untuk istirahat di dekat sumber Sanggariti. Sumber Sanggariti dibuat seperti bangunan candi. Airnya ada dua macam, yang sebelah mengalir air tawar yang dingin, pada sisi yang lain airnya panas. Gadis kecil itu mandi berganti-ganti airnya, jika terasa dingin segera pindah ke air yang panas.
Pada malam harinya mereka menginap dirumah kepala dusun. Keesokan harinya melanjutkan perjalanannya sampai di desa Tumpang. Disana ada sebuah candi kecil seperti bangunan cungkup.
‘ kakang rumah itu kecil, tidak seperti rumah lainnya, tapi baunya harum?”
“ Rancangkapti, itu juga sebuah candi, dulunya mungkin tempat pemujaan para resi, maka baunya harum, karena dibakar dupa wangi.”
“ kakang, suruhlah si Buras itu membeli ratus wangi, kelak kalau kita sampai di rumah untuk oleh-oleh buat Ibun dan ayahanda.”
Raden Jayengsari terhenyak dari tempat duduknya, ketika mendengar adiknya yang kecil itu menyebut nama ibu dan ayahnya. Tidak terasa airmatanya menetes, Nikèn Rancang menyeka airmata itu.
“ kakang menangis , ya. Apa kakak perutnya sudah lapar?” gadis kecil itu bertanya.
‘tidak adikku, baru saja mataku terkena debu, sehingga mengeluarkan airmata, coba tiuplah.”
Gadis kecil itu segera mendekat ke muka Jayengsari “ coba kakang, sekarang tengadahkan. “
Kakaknya pun menurut, kepala mendongak ke atas dan gadis kecil itu meniup di kedua matanya bergantian, sambil bersenandung, ”kangjêng rama nunggang gajah, kêrise wilah sanyari, saiki uwis mari, katara pampêt êluhmu .”
Kemudian mereka melanjutkan langkahnya dan istirahat di dusun Kidal, disitu juga terdapat sebuah candi dan namanya Candi Kidal, candinya kecil tetapi penuh dengan relief kera.
“Kakang, gambar yang disini, sama seperti yang bergelantungan di pepohonan kemarin yang dekat kolam Banyubiru itu , ya. Kalau yang kemarin candinya berlobang, yang ini ada tangganya keatas. Kakang aku mau lihat yang di atas sana?”
1359283893869285509 ilustrasi; candi Kidal.wikipedia
Mereka naik tangga itu sampai di puncak. “ itu gambar kera, seperti yang di kolam kemarin .”
Malamnya mereka menginap di rumah kepala dusun Kidhal, keesokan harinya melanjutkan perjalanannya ke pegunungan Tengger. Lama perjalanannya tidak diceriterakan. Harapan mereka adalah bisa bertemu dengan raden Jayengresmi, kakaknya.
Langkah mereka menuju ke arah timur laut sampai di dusun Pasrepan, dan semakin naik makin sejuk hawanya. Sampailah mereka di desa Tasari yang terletak di pegunungan Tengger sisi utara.
Gadis kecil itu minta diturunkan dari gendongann ki Buras, karena merasa lelah. Kemudian mereka istirahat di sebuah pekarangan yang banyak pepohonan karang kitri.
“kakang, aku lapar, carikan nasi dan ayam goreng!” Rancangkapti merengek.
Ki Buras dengan segera bergegas menuju ke perkampungan yang tidak jauh dari situ, dan menemui sesepuh dusun ki Buyut Sudarga, Buras menyampaikan maksudnya, “ maaf ki, apakah boleh kiranya saya membeli nasi dan lauknya, “
Ki Buyut Sudarga, bertanya” siapa yang menyuruhmu?”
“untuk tuanku raden Jayengsari, karena adiknya yang gadis kecil itu merasa lapar.”
Setelah memandang ki Buras beberapa saat , “ sebaiknya ajaklah tuanmu itu kemari, singgah dirumahku saja.”
Dengan cepat, Buras menyampaikan pesan Ki Buyut Sudarga. Dan mereka bertiga menuju rumah ki Buyut Sudarga.
Ki Buyut memberikan sembahnya dengan takzim, seraya berkata” . pun bapa atur basuki rawuh paduka ing dhukuh. Kamayangan anglir kabanjiran madu kajugrugan wukir gêndhis sasat katamwan dewa gung widadara widadari tumêdhak mring dhepokingong.
“ terima kasih paman, telah mau menerima kami. Oh iya, kalau boleh tahu, siapakah nama paman.“
“ oleh masyarakat di pedukuhan Tasari menyebut saya Ki Buyut Sudarga, saya sebagai Kamituwa desa.”
“ begini saja raden, kalian tinggallah disini saja, nanti kami buatkan rumah tinggal sendiri , gotong royong dengan warga disini. Jangan khawatir tentang kebutuhan hariannya, kami yang akan bertanggung jawab.”
“ terima kasih paman, lain kali saja, itu perkara yang mudah. Kelak kalau aku sudah menemukan kakakku , Jayengresmi.”
Ki Buyut kemudian masuk ke dalam rumah menemui Nyai Buyut. Nyai Buyut segera menemui sang dyah Rancangkapti, segera dipeluk dan digendong. “dhuh gusti mami prasasat katiban daru rawuh paduka ing riki sangêt suka sukur ingong.
Rumah ki Buyut Sudarga cukup besar untuk ukuran di sebuah pedukuhan. Anak dan cucunya segera dikumpulkan untuk ikut menemui tamunya. Hidanganpun membanjir keluar. Mereka semua duduk diatas tikar yang terhampar di lantai.
silakan raden, hanya ini yang mampu kami hidangkan, maklum ini hasil panen di pegunungan.”
‘ ya paman, kami mengucapkan banyak terima kasih.“
Nyai Buyut ‘ ndara putri, silakan, mengambil hidangan yang di depan.”
ya bibi, sebentar, sebaiknya antarkan aku akan mandi dulu.”
“ mari, ke telaga saja, airnya jernih “ kemudian nyai Buyut segera menggendong gadis kecil itu.
Usai mandi dan telah ganti pakaian yang bersih, gadis itu duduk bersama kakaknya.

Matahari tenggelam diufuk barat, malam itu bulan menyembulkan wajahnya dipucak gunung. Jayèngsari terperanjat ketika melihat di sebelah selatan pucak gunung nampak membara mengeluarkan asap.
paman , di sebelah selatan gunung yang membara itu, apa ?”
Ki Buyut menjawab ,” itu gunung Brahma, siang maupun malam selalu mengepulkan asap.”
Paman, kalau tidak keberatan besuk pagi, saya akan melihat pucak pegunungan Tengger.”
Ki Buyut menyetujui usul raden Jayengsari.
Esok paginya, Jayengsari menemui adiknya” adikku yang manis, kau tidak usah ikut kakak, ya, dirumah saja bersama bibi. Kakak ingin naik ke puncak gunung sana, jalannya agak sulit. Dan Cuma sebentar saja.”
Buras, kau tinggal saja di rumah, ajak dia bermain.”
“ ya, gus.”
dyah Rancangkapti kakang , aku tidak ikut, aku mau bermain saja, pasaran berama anak-anak gunung.”
Nyi Buyut kemudian mengajaknya ke kebon di belakang rumah, dan banyak anak kecil disitu, cucu-cucu ki Buyut. Nyai Buyut sembari memetik daun daun lembayung, Jlegordan sayur mayur lainnya seperti kolbis, sledri [daun wortel].
Ki Buyut mengantarkan raden Jayengsari naik ke puncak gunung. Dari atas nampak bahwa di sisi lereng selatan ada kawahnya bagaikan kerucut, yang selalu mengepulkan asap.

Rumah-rumah di kuburan.

Kisah tentang Ramayana
Kamitua=kepala dusun, bekel, bahu.
Bromo.
Daun kacang panjang
Daun ubi jalar
Sastradiguna